23b. Jika demikian ruwatlah saya
Sang Pendeta. Belas kasihan berbesan saya.” Sang Pendeta berkata, “Saya
tidak dapat meruwatmu sekarang.” Lalu Sang Calon Arang berkata marah,
mukanya merah karena geramnya, akibat ditolak Sang Pendeta. “Itulah
tujuan saya berbesan dengan kau. Saya ingin bersih dari mala. Kau
menolak meruwat saya. Ya sekaligus biarlah saya akan mati dengan
malapatekan dan kehancuran. Singkatnya akan saya sihir Resi Baradah.”
Kemudian Calon Arang menari, membalikkan rambut di atas kepala, matanya
melirik-lirik, bagaikan mata macan yang hendak menerkam orang. Kedua
tangan menuding Sang Pendeta. “Matilah engkau sekarang olehku Pendeta
Baradah, barangkali engkau tidak mengenal besan. Ini pohon beringin
besar, hendak saya sihir. Lihat olehmu Mpu Baradah.” Segera hancur pohon
beringin
24a. besar itu sampai
akar-akarnya, akibat tatapan mata yang sangat sakti Calon Arang. Lalu
Sang Mahamuni Baradah berkata, “Hai, Besan, keluarkan lagi sihirmu yang
lebih sakti, masa saya heran.” Lalu olehnya dipercepat menyihir. Keluar
api menyala berkobar-kobar, bagaikan bunyi guntur membakar semua
tumbuhan, keluar dari mata, hidung, telinga dan mulut. (Api) menyala
berkobar membakar badan Sang Pendeta. Tidak terganggulah Sang Pendeta,
beliau enak olehnya memegang kehidupan di seluruh dunia. Sang Pendeta
berkata, “Saya tidak mati kau sihir, Besan. Aku ambil nyawamu, semoga
kamu mati di tempatmy berdiri itu.” Setelah itu Sang Pendeta mengenakanastacapala.
Sang Calon Arang mati seketika, di tempat berdirinya itu juga. Mpu
Baradah menjadi berpikir dalam hati. “Aduh, saya belum memberitahukan
24b. jalan kebebasan kepada
Besan. Semogalah kau besan hidup seperti semula lagi.” Calon Arang hidup
kembali. Kemudian Calon Arang marah mencaci maki. Ucapnya, “Saya telah
mati, mengapa saya kau hidupkan kembali?” Sang Pendeta menjawab dengan
tenang, “Hai Besan, tujuan saya menghidupkan engkau kembali, saya belum
memberitahukan kelepasanmu serta menunjukkan jalan sorgamu dan
menghapuskan nodamu itu, termasuk engkau belum mengetahui kesempurnaan
ilmu.” Berkatalah Calon Arang, “Aduhai, itulah yang dimaksud sekarang.
Nah, Syukurlah apabila ada belas kasih sayang Sang Pendeta kepada saya
untuk melepaskan hamba dari dosa. Saya (hendak) menyembah di kaki Sang
Pendeta sekarang, yang dengan perlahat-lahan hendak meruwat saya.” Lalu
Calon Arang menyembah kepada kaki Sang Pendeta. Maka ditunjukkan
kelepasannya, dan akan ditunjukkan jalan ke surga, serta seluk beluk
kehidupan.
25a. Setelah ia diberitahukan
seluk beluk kematian oleh Sang Sri Yogiswara Baradah, senang, enak,
lega, bebas, dan lepas hati Sang Calon Arang, tidak cenderung (berbuat)
caranya semula, hanya nasihat Sang Pendeta yang dipegangnya. Nasihat
utama telah didengarkan semua dan diresapi olehnya. Lalu Sang Calon
Arang minta diri, menyembah dengan hormat pada telapak kaki Sang
Pendeta. Sang Pendeta berkata, “Nah, pergi lepas kamu kembali semula
telah diruwat Besan.” Demikianlah, akhirnya Calon Arang mati, berhasil
diruwat, ia menghilang juga. Lalu mayat Calon Arang dibakar oleh Sang
Pendeta, telah lebur menjadi abu tidak tersisa. Tidak disebutkan lagi.
Kini Si Weksirsa dan Mahisawadana sama mendapatkan didikan (brahmana),
minta dijadikan wiku oleh Sang Pendeta. Apakah sebabnya demikian? Sebab
tidak mampu turut diruwat
25b. bersama janda di Girah.
Mereka berdua dijakan wiku oleh Sang Pendeta. Tidak disebutkan Calon
Arang. Sang Pendeta ingin pergi ke Girah mengunjungi Mpu Bahula, hendak
memberitahukan bahwa Calon Arang telah meninggal. Sang Pendeta segera
datang ke Girah, masuk ke kabuyutan orang Girah. Orang memberitahu Mpu
Bahula, bahwa Sang Pendeta datang. Mpu Bahula segera menyongsong
(kepada) Sang Pendeta, menghormat dan menyembah di telapak kaki Sang
Pendeta, debu yang ada di kaki Sang Pendeta yang bebas dari nafsu,
dijilati dijadikan sumber penghidupan dan ditempatkan di ubun-ubun oleh
Mpu Bahula. Sang Pendeta berkata, “Hai Mpu Bahula, sya memberitahukan
kepadamu, besanku Calon Arang telah meninggal. Sempurna lenyap teruwat
dari mala olehku. Sekarang begini kehendak saya, pergilah engkau ke
kerajaan, agar memberitahukan kepada Sang Raja bahwa Calon Arang telah
mati. Si Weksirsa
26a. dan Mahisawadana telah
menerima ajaran yang baik dan pengawasan Pendeta. Keduanya akan mengabdi
padaku. Beritahukanlah bahwa saya ada di sini.” Segera minta pamit
menghormatlah Mpu Bahula di hadapan Sang Pendeta. Pergilah dia ke
kerajaan. Tidak diceritakan perjalanan Mpu Bahula, segera datanglah dia
di kerajaan. Dijumpainya Sang Raja sedang di penghadapan, tenang di
tempat persidangan, (dihadiri) Para Adipati, Patih Amangkubumi, Resi,
Bujangga Siwa, dan Brahmana. Tidak terkira jumlahnya (dari) para satria
utama. Seluruh upacara sama indah dilihat, disertai tempayan logam dan
keris, dan bermacam-macam pandan. Setelah datang Mpu Bahula bagaikan
menerangi (Sang Pendeta) di Manguntur. Orang-orang serentak tercengang
di tempat pertemuan. Segera menghadap dekat, Mpu Bahula berkata.
Ucapnya, “Tuanku penguasa dunia, Mpu Bahula memberitahukan kepada
Tuanku, Calon Arang sudah mati oelh
26b. Sang Pendeta. Si Weksirsa
dan Mahisawadana telah menerima pengakuan suci Sang Pendeta,
bersama-sama mohon dan menjunjung Tuan Hamba Sang Pendeta. Sang Pendeta
sekarang ada di Girah.” Sang Raja bersabda, “Hai, bahagialah jika
seperti pemberitahuanmu Mpu Bahula. Aku menjadi senang sesuai dengan
ucapmu apabila Sang Pendeta berada di Girah. Hai, Patih Darmamurti,
siagakan keretamu dan gajah. Saya akan bersiap-siap mendatangi Sang
Pendeta disertai permaisuri ikut ke Girah.” Orang-orang seluruh kerajaan
berbondong-bondong, berdengung dan bergemuruh suara bunyi-bunyian, gong
nyanyian, curing bersamaan tanpa didengarkan. Ringkik kuda, kibaran
bendera, hentakan kaki orang berjalan bagaikan belah dunia. Jalannya
27a. prajurit sesak berdesakan
memenuhi jalan tanpa henti-hentinya bagaikan laron keluar dari
sarangnya. Tidak diceritakan perjalanan Sang Raja di jalan, dengan semua
upacara peninjauan. Samar-samar memakai perisai bersama temannya. Ada
yang naik kereta, yang lain tanpa dirasakan berjalan kaki, yang lainnya
bersenda gurau, perbuatannya hiruk pikuk. Sang Raja segera tiba di
Girah. Tidak diceritakah orang-orang yang menyaksikan. Ada yang
menonton, ada tanpa pakaian, dan rambut terurai. Ada yang kehilangan
kain tidak diperhatikan karena besar keinginannya hendak melihat. Ada
lagi yang berlari jatuh ke tanah. Akhirnya langsung datang di tempat
Sang Pendeta Baradah di kabuyutan orang-orang Girah. Setelah datang
Maharaja Erlangga ke sana, Sang Pendeta menyambut hormat kepada Sang
Raja. Katanya, “Om-om Tuanku Paduka Raja, bahagialah apabila mengunjungi
hamba. Segeralah Sang Raja menyucikan orang-orang yang sakit.
27b. Nah, silakan duduk bersama
di sini Sang Penguasa Negara! Saya akan menceritakan tentang kematian
Sang Calon Arang. Si Weksirsa dan Mahisawadana (mereka) telah menerima
ajaran yang baik, ikut membebaskan diri dengan saya”. Sang Raja berkata,
“Bahagialah saya, apabila Calon Arang mati. Sangat senang hati saya.
Telah hilanglah sekarang noda dunia, yang membuat kekotoran seluruh
dunia dan ketakutan dunia. Dapat dikatakan bagaikan tanaman merambat,
gulma, dan benalu, pada bulan ketiga, debu berterbangan oleh putaran
angin berkisaran, kering daunnya jatuh runtuh ke bumi, minta hujan tidak
ada. Begitulah persamaannya dengan negara, telah rusak tidak tahu
menumbuhkannya. Negara tidak bersinar oleh perbuatan Calon Arang,
minta-minta hidup tidak ada. Sekarang setelah Sang Pendeta terhormat
datang di Girah di sini, bagaikan tanaman merambat mengharapkan
datangnya bulan Kartika (Oktober-November), oleh karena Tuan
hamba seperti meneteskan air suci Gangga, (dan) air penghidupan. Tidak
akan disangka hidup kembali
28a. kerajaan oleh Sang Pendeta.
Sekarang begini Tuanku, berapakah hutang saya kepada Tuan Hamba Pendeta
yang terhormat, besar tidak dapat dipeluk, panjang tidak dapat diukur
dengan depa. Tidak dapat saya jawab, tetapi saya akan membalas
sedapat-dapatnya nanti kepada Sang Pendeta terhormat, karena tidak
terhitung besar hutang saya.” Berkatalah Sang Pendeta, “Hai, tanpa
alasan ucapan Sang Raja yang demikian. Saya belum membersihkan muntah
Calon Arang. Setelah dia mati saya ingin membuat upacara pembersihan
lagi. “Setan Banaspati” kotor Calon Arang, akan dicandikan di Girah dan
disucikannya, supaya dipuja orang-orang Girah, disebutlah Rabut Girah.
Tidak ada yang hendak merusak lagi, kerajaan itu hingga daerah
pinggiran, sebab Rabut Girah sudah aman.” Sang Raja menyetujui hal itu,
atas perintah Sang Pendeta.
28b. Sang Pendeta berkata lagi,
“Hai, Sang Raja silahkan pulang saja dahulu ke kerajaan. Saya sedang
membersihkan mala yang dibuat Calon Arang. Apabila saya telah selesai
membersihkan Rabut Girah ini, saya datang ke pusat kerajaan,mengikuti
Sang Raja.” Raja Erlanggya berkata, “Hai, sesuai dengan ucapan begitu,
sekaranglah Tuan menyelesaikan.” Kata Sang Pendeta, “Apabila ada berat
ringan, sekaranglah cucu Tuanku Sang Pendeta ingin pamit, akan pulang
dahulu ke kerajaan cucu Tuanku. Pun Kanuruhan biarlah tinggal di sini
untuk mengiringkan Sang Pendeta pergi ke istana kerajaan.” Kemudian Sang
Raja pulang segera, diikuti oleh pasukannya. Beliau tidak diceritakan
dalam perjalanan, segera sampai di keraton. Diceritakan Sang Pendeta
Baradah ada di Girah menyucikan mala Calon Arang, (atas) biaya dari Sang
Raja. Ken Kanuruhan membantu pekerjaan Sang Pendeta, lengkap dengan
saji-sajian.
29a. Setelah selesai membersihkan
mala, jadilah dinamai Rabut Girah, menjadi tempa suci orang-orang Girah
sampai sekarang. Dipuja dan dihormatinya. Sang Pendeta mengakhiri
pekerjaannya. Segera pergilah beliau naik kereta tandu. Ken Kanuruhan
naik kuda akan mengikuti perjalanan Sang Pendeta menuju ke kerajaan.
Tidak ketinggalah Mpu Bahula menunggang kuda merah. Tidak diceritakan
beliau di jalan, segera sampai di kerajaan. Sang Raja ingat bahwa Sang
Pendeta datang. Sang Raja Erlangga segera keluar dari istana, menjemput
Sang Pendeta Baradah, sampai di luar kota di alun-alun. Ribut oleh suara
musik, gong, alat musik pereret bersama-sama. Demikianlah Sang Pendeta
diperlakukan oleh Sang Raja. Sang Raja segera turun dari kendaraan, lalu
akan menyerta Sang Pendeta menuju keraton. Kemudian dipersilahkan duduk
Sang
29b. Resi di balai gading. Adapun
Sang Raja duduk di balai samping. Lalu Sang Raja berkata,
memberitahukan kepada Sang Pendeta, “Tuanku, segala ucapan Raja
Erlangga, hendaklah diterima di hadapan Tuan Sang Pendeta. Sekarang ini
kerajaan telah aman oleh Sang Pendeta. Sekarang keinginan cucu Tuanku
ingin mengikuti Pendeta yang mulia, minta belas kasih Sang Pendeta. Akan
turut mempelajari Sang Hyang Dharma, minta menerima ajaran yang baik
seorang pendeta menlepaskan pikiran hina, memahami ajaran hukum. Pikiran
jahat, perbuatan zina larangan dunia, rakus, hilang kesadaran, loba,
hilang kontrol diri, creyan, cinta yang besar, sedih, berteman,
bijaksana pikiran kuat oleh cucu Tuanku. Setelah menjadi raja berkuasa,
senang memberi anugerah berlebih-lebihan dalam lahir, kaya segalanya
serba banyak. Tidak disebutkan permata kemuliaan kerajaan, ada di dalam
keraton. Adapun keinginan saya sekarang hendak mengetahui seluk beluk
berguru, agar merasakan
30a. Sang Hyang Dharma.
Mengetahui jalan kematian dan yang dituju. Mengetahui isi surga dan
neraka, keluar masuknya dunia besar dan dunia kecil. Mengetahui jalan
utama, jalan lurus, dan cabang-cabangnya, yang patut diketahui oleh
(orang) yang telah sempurna, dan dijumpai oleh orang yang berjalan di
sana.” Demikian ucapan Maharaja Erlangga kepada Sang Pendeta. Sang
Pendeta Baradah pun berkata, “Aduh ucapan Sang Raja sangat baik, sangat
benar sesuai dengan dunia apabila demikian. Anda hendaklah memegang
teguh Sang Hyang Dharma dan mengubah budi jahat. Tidak sedikit nyata
benar permata kerajaan.” Sang Raja berkata lagi, menanyakan pembayaran
upacara. “Tuanku, berapakah besar pembayaran upacara itu, yang harus
diserahkan kepada Tuan? Adapun perak, beritahukan juga kepada saya,
tentang nista madia dan utama pembayaran upacara itu.” Sang Pendeta
berkata, “Wahai, kalau demikian permintaan Sang Raja, masalah besarnya
bantuan biaya itu, walaupun tanpa biaya,
30b. apabila sungguh-sungguh
memelihara kelangsungan pendidikan, sama pula dengan besarnya biaya.
Dalam hal biaya apabila tidak kuat dan sungguh-sungguh terhadap Sang
Guru, sama dengan tanpa biaya, tidak ternilai kesungguhan itu seperti
akan mengantarkan dari tempat ini. Saya memberitahukan tentang biaya dan
bermacam-macam biaya itu sekarang. Yang disebut perak sedunia, itulah
pembuka kata namanya. Yang disebutbaturing sasari, yang terkecil
1600. Yang menengah 4000, yang utama 8000, yang paling utama 80.000.
Itulah besar kecil upah. Kendati demikian jika tidak bersungguh-sungguh
dalam berguru, sama dengan tanpa pembayaran. Sungguh-sungguh dan teguh
itu menjadi upah juga. Berat dan tidak berat (ringan), sulit, tidak ada
hujan dan panas, apabila diutus oleh guru dilaksanakan juga. Tidak
pantas membantah perintah, itu sebagai upah. (Disebut) utama apabila
besar upah, juga (orang) bersungguh-sungguh, lagipula tidak membantah
perintah. Amat utama jika ada orang seperti
31a. demikian. Demikian pula sang
Raja, apabila rencana membuat tapa, menurut keinginan Sang Raja dalam
menentukan upah. Saya tidak berhak memastikan itu.” Berkatalah Sang Sri
Raja, “Delapan ribu itu Tuanku, dijalankan oleh anak Tuan, akan
diserahkan kepada Sang Pendeta.” Sang Pendeta berkata, “Ya, saya akan
menerima ucapan Sang Raja. Saya akan memberitahukan sifat bunga-bunga,
tidak ada beringin yang tidak sakti pohonnya, sirih 27 dan kapur,
ditempatkan pada mangkuk berlalpis emas. Puncaknya batu permata mirah,
bunga-bungaan uraiannya emas dan perak bersinar lembut. Itu ditempa
dengan tipis dan gunting, biji mirah seadanya. Adapun Tuanku (sangat)
tersesat dalam bertapa, di mana pun Anda datang akhirnya mulainya bumi,
serta dipuja-puja oleh seluruh dunia. Sejak dahulu orang-orang di pulau
lain berbakti, menghormat kepada Anda.” Sang Raja membenarkan, ucapan
Sang Pendeta. Beliau segera mengutus (untuk) mempersiapkan bunga, bunga
urai, dan biji tabur, sebagai persiapan awal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar