AJARAN BUDI PEKERTI DALAM SULUK SUJINAH
Salah
satu kitab suluk yang mengajarkan pendidikan budi pekerti adalah Suluk
Sujinah. Seperti layimnya jenis kitab-kitab suluk, Suluk sujinah
dituangkan dalam bentuk dialog, antara Syekh Purwaduksina dengan
istrinya Dyah Ayu Sujinah mengenai asal asal mula, kewajiban, tujuan,
dan hakikat hidup menurut agama Islam, khususnya ajaran tasawuf.
Diterangkan juga tahap-tahap yang harus dilalui manusia dalam upayanya
agar bisa luluh kembali kepada Tuhan.
Tidak mudah untuk menemukan pendidikan
budi pekerti dalam Suluk Sujinah yang sebagaian besar isinya
membentangkan masalah jati diri manusia, apa saja yang akan dialami anak
manusia menjelang dan sesudah mati, Dzat Yang Kekal dan lain-lain, hal
yang tidak mudah dipahami, karena dituangkan dalam bahasa yang sarat
lambang. Di bawah ini ungkapan beberapa bait yang berisi pendidikan budi
pekerti dalam Suluk Sujinah sebagai berikut :
Sifat Perbuatan Lahiriyah
Agampang janma sembayang,
nora angel wong angaji, pakewuhe wong agesang, angadu sukma lan jisim,
salang surup urip, akeh wong bisa celathu, sajatine tan wikan, lir wong
dagang madu gendhis, iya iku wong kandheng ahli sarengat.
Terjemahan :
Adalah mudah manusia sembahyang,
tidaklah sesulit orang memuji, rintangan hidup adalah mengadu sukma dan
tubuh, salah paham kehidupan, banyak orang bisa bicara, nyatanya tidak
mengetahui, sperti orang berdagang madu gula, orang yang terhenti
sebagai ahli syariat.
Sang Dyah kasmaran ing ngelmi, tan nyipta pinundhut garwa, amaguru ing batine, kalangkung bekti ing priya.
Terjemahan :
Si cantih gemar belajar ilmu, tidak mengira akan diperistri, dalam hati ia berguru dan sangat berbakti kepada suami.
Mung tuwan panutan ulun, pangeran dunya ngakerat.
Terjemahan :
Hanya tuan yang kuanut, pujaan di dunia dan akhirat.
Ping tiga ran bayuara, ya
tapaning estri ingkang utami, lire bangkit nyaring tutur, rembuge pawong
sanak, tan ………, kang tinekadken ing driya, pituturing guru laki.
Terjemahan :
Ketiga disebut banyuara, yakni tapa
istri utama, artinya mampu menyaring kata, tutur kata sanak saudara,
tidak mudah mematuhi dan meiru, dalam hati hanya bertekad mematuhi
nasehat suami.
Dyah Ayu Sujinah lon
aturnya, adhuh tuwan nyuwun sihnya sang yogi, tan darbe guru lyanipun,
kajawi mung paduka, dunya ngakir tuwan guru laki ulun.
Terjemahan :
Dyah Ayu Sujinah berkata perlahan,
“aduhai, aku mohan belas kasihan, aku tidak mempunyai guru lain, kecuali
hanya paduka, di dunia dan akhirat, tuanlah guruku”.
Dyah Ayu Sujinah umatur
ngabekti, langkung nuwun pangandika tuwan, kapundhi ing jro kalbune,
dados panancang emut, karumatan sajroning budi.
Terjemahan :
Dyah Ayu Sujinah berkata dengan hormat, “sangat berterimakasih atas penjelasanmu, kuingat dalam hati baik-baik, dan kulakukan”.
Seseorang yang hanya terhenti pada tahap
syariat diibaratkan sebagai berdagang madu gula. Dalam mengarungi
samudera kehidupan, manusia pasti akan mengalami berbagai rintangan yang
tidak cukup diatasi dengan banyak bicara saja tanpa disertai laku amal.
Dalam hubungan suami istri, dilukiskan
bahwa keutamaan seorang istri ialah wajib setia bakti patuh kepada
suami. Suami diibaratkan sebagai guru yang harus dianut tanpa kecuali,
dan sebagai pujaan di dunia dan akhirat.istri yang dipandang utama ialah
istri yang mampu menyaring tutur kata orang lain, tidak mudah
terpengaruh siapapun, hanya patuh dan tunduk kepada nasihat suami.
Mati Dalam hidup
Laku ahli tarikat, ibarat mati di dalam
hidup, semata-mata hanya mematuhi kehendak Tuhan. Kemudia dijelaskan
tentang empat macam tapa, yaitu tapa ngeli : “berserah diri dan mematuhi sembarang kehendak Tuhan, tapa geniara : “tidak sakit hati apabila dipercakapkan orang”, tapa banyuara : “mampu menyaring kata dan tutur kata sanak saudara, tidak terpengaruh orang lain, hanya mematuhi nasehat suami”, dan tapa Ngluwat
: “tidak membanggakan kebaikan, jasa maupun amalanya”. Terhadap sesama
selalu bersikap rendah hati dan tidak gemar cekcok, lagi pula ia
menyadari bahwa setiap harinya manusia selalu harus pandai-pandai
memerangi gejolak hawa nafsu yang akan menjerumuskan dalam kesesatan.
Mempunyai pengertian yang mendalam bahwa pada hakikatnya manusia sebagai
makhluk Tuhan, adalah sama, setiap orang mempunyai kelebihan dan
kekurangan.
Lakune ahli tarikat, atapa
pucuking wukir, mungguh Hyang Suksma parenga, amati sajroning urip,
angenytaken ragi, suwung tan ana kadulu, mulane amartapa, mrih punjul
samining janmi, wus mangkana kang kandheg aneng tarekat.
Terjemahan :
Laku ahli tirakat adalah bertapa di
puncak gunung, sekiranya Tuhan meridhoi mati di dalam hidup,
menghanyutkan diri, kosong tidak ada yang terlihat, oleh karena itu
bertapa agar melebihi sesamayan, demikianlah barang siapa yang terhenti
pada tarikat.
Dhihing ingkang aran tapa,
iya ngeli lire pasrah ing Widi, apa karsane Hyang Agung, iya manut
kewala, kadya sarah kang aneng tengahing laut, apa karsaning Pangeran,
manungsa darma nglakoni.
Terjemahan :
Pertama, yang disebut tapa ngeli yakni,
mengahayutkang diri, artinya berserah diri kepada Tuhan, sebarang
kehendak-Nya patuhi sajalah, ibarat sampah di tengah laut, sebarang
kehendak Tuhan manusia hanya pelaksana semata.
Ping kalih kang aran tapa ,
geniara adadi laku ugi, ana dene artinipun, malebu dahana, lire lamun
kabrangas ing ujar …. den ucap ing tangga, apan ta nora sak serik.
Terjemahan :
Kedua, yang disebut tapa geniara menjadi
laku juga, adapun artinya ialah masuk kedlam api, maksudnya jika
terbakar oleh kata-kata dan dipercakapkan tetangga tidak sakit hati.
Ping tiga ran bayuara, ya
tapaning estri ingkang utami, lire bangkit nyaring tutur, rembuge pawong
sanak, tan gumampang anggugu, kang tinekadken ing driya, pituturing
guru laki.
Terjemahan :
Ketiga, disebut banyuara, yakni tapanya
istri utama, artinya mampu menyaring kata-kata atau tutur kata sanak
saudara, tidak mudah mengikuti dan meniru orang lain, dalam hati
bertekad mematuhi nasehat suami.
Tapa kang kaping sekawan,
tapa ngluwat mendhem sajroning bumi, mengkene ing tegesipun, aja
ngatonken uga, marang kabecikane dhewe puniku, miwah marang ngamalira,
pendhemen dipun arumit.
Terjemahan :
Tapa yang keempat adalah tapa ngluwat,
memendam diri di dalam tanah, beginilah maksudnya ; jangan
memperlihatkan juga kebaikan diri sendiri, demikian pula amalmu
pemdamlah dalam-dalam.
Lawan malih yayi sira, dipun
andhap asor marang sasami, nyingkirana para padu, utamane kang lampah,
tarlen amung wong bekti marang Hyang Agung, iku lakuning manungsa, kang
menang perang lan iblis.
Terjemahan :
Lagi pula dinda, bersikaplah rendah hati
terhadap sesama, jauhilah sifat gemar cekcok, seyogyanya laku itu tiada
lain hanya hanya berbakti kepada Tuhan Yang Maha Agung, itulah laku
manusia yang menang berperang dengan iblis.
Iku benjang pinaringan,
ganjaran gung kang menang lawan iblis, langkung dening adiluhung,
suwargane ing benjang, wus mangkono karsane Hyang Mahaluhur, perang lan
iblis punika, sajatining perang sabil.
Terjemahan :
Kelak akan mendapat annugerah besar,
barang siap menang melawan iblis, sangat indah mulia surga firdausnya
kelak, memang demikianlah kehendak Tuhan yang Mahaluhur, perang melawan
iblis itu nyata-nyata perang sabil.
Yayi perang sabil punika,
nora lawan si kopar lawan si kapir, sajroning dhadha punika, ana prang
bratayudha, langkung rame aganti pupuh-pinupuh, iya lawan dhewekira, iku
latining prang sabil.
Terjemahan :
Dinda, perang sabil itu bakan melawan
kafir saja, di dalam dada itu ada perang baratayuda, ramai sekali saling
pukul-memukul yaitu perang melawan dirinya nafsu, itulah sesungguhnya
perang sabil.
Kutipan diatas bermakna bahwa sebagai
hamba Tuhan sikapnya hendaklah selalu sadar percaya, dan taat
kepada-Nya. Dalam mengarungi samudra kehidupan, agar tidak sesat.
Kecuali itu, karena menurut kodratnya manusia bukan makhluk soliter,
yang dapat hidup sendiri, memenuhi segala kebutuhan sendiri, melainkan
adalah makhluk sosial. Dalam tata pergaulan hidup bermasyarakat
hendaklah mematuhi nilai-nilai hidup dan mempunyai watak terpuji, ialah
sabar penuh pengertian, berbudi luhur, rendah hati, tidak cenderung
mencela dan mencampuri urusan orang lain, jujur, tulus ikhlas, tidak
angkuh maupun congkak, tidak iri maupun dengki dan bersyukur atas barang
apa yang telah dicapai berkat ridla Tuhan. Di samping itu hendaklah
sadar bahwa manusia itu bersifat lemah, ibarat wayang yang hanya dapat
bergerak atas kuasa dalang.
Sifat Ahli Hakikat
Lakune ahli hakekat, sabar
lila ing donyeki, laku sirik tan kanggonan, wus elok melok kaeksi,
rarasan dadi jati, ingkang jati dadi suwung, swuh sirna dadi iya, janma
mulya kang sejati, pun pinasthi donya ngakir manggih beja.
Terjemahan :
Laku ahli ahli hakikat adalah, sabar
ikhlas di dunia, tidak musrik, nyata-nyata telah tampak
jelas,pembicaraan menjadi kesejatian, yang sejati menjadi kosong, hilang
lenyap menjadi ada, manusia mulia yang sejati, telah dipastikan ia
didunia akhirat mendapat kebahagian.
Sang wiku dhawuh ing garwa,
ingkang aran bumi pitung prakawis, kang aneng manungsa iku, pan wajib
kaniwruhan, iku yayi minangka pepaking kawruh, yen sira nora weruha,
cacad jenenge wong urip.
Terjemahan :
Sang pertapa berkata kepada istrinya,
yang dinamai tujuh lapis bumi, yang ada pada diri manusiaitu, wajib
diketahui, dinda itu sebagai kelengkapan ilmu, jika kau tidak
mengetahuinya, cacad namanya bagi orang hidup.
Bumi iku kawruhana, ingkang
aneng badan manungsa iki, sapisan bumi ranipun, ingaranan bumi retna,
kapindho ingkang aran bumi kalbu, bumi jantung kaping tiga, kaping catur
bumi budi.
Terjemahan :
Katahuilah bumi, yang ada pada tubuh
manusia itu, pertama namanya bumi retna, yang kedua bernama bumi kalbu,
ketiga bumi jantung, keempat bumi budi.
Ingkang kaping lima ika,
bumi jinem arane iku yayi, kaping nenem puniku, ingaranan bumi suksma,
ping pitune bumi rahmat aranipun, dhuh yayi pupujan ingwang, tegese
ingsun jarwani.
Terjemahan :
Yang kelima, bumi jinem namanya, yang
keenam dinda, dinamai bumi sukma, ketujuh bumi rahmat namanya, aduhai
dinda pujaanku, artinya ku jelaskan begini.
Ingkang aran bumi retna,
sajatine dhadhanira maskwari, bumine manungsa tuhu, iku gedhong kang
mulya, iya iku astanane islamipun, dene kaping kalihira, bumi kalbu iku
yayi.
Terjemahan :
Yang dinamai bumi retna, sesungguhnya
dadamu dinda, benar-benar bumu manusia, itu gedung mulia, menurut islam
itu istana, adapun yang kedua, itu bumi kalbu dinda.
Iku yayi tegesira, astanane
iman iknag sejati kaping tiga bumi jantung, yaiku ingaranan, astanane
anenggih sakehing kawruh, lan malih kaping patira, kang ingaranan bumi
budi.
Terjemahan :
Adapun artinya, istana iman sejati
ketiga bumi jantung, yaitu dinamai istana semua ilmu, dan lagi yang
keempat, yang dinamai bumi budi.
Iku yayi, tegesira, astanane
puji kalawan dzikir, dene kaping gangsalipun, bumi jenem puniku, iya
iku astane saih satuhu, nulya kang kaping nemira, bumi suksma sun
wastani.
Terjemahan :
Dinda, itu artinya istana puji dan
dzikir, adapun yang kelima , bumi jinem itu, istana kasih sejati,
kemudian yang keenam, kunamai bumi sukma.
Ana pun tegesira, astananing
sabar sukur ing Widi, anenggih kang kaping pitu, ingaranan bumi rahmat,
kawruhana emas mirah tegesipun, astananing rasa mulya, gantya pipitu
kang langit.
Terjemahan :
Adapun artinya, istana kesabaran dan
rasa syukur kepada Tuhan, adapun yang ketujuh, dinamai bumu rahmat,
dinda sayang, ketahuilah artinya, istana rasa mulia, kemudian berganti
tujuh langit.
Kang aneng jroning manungsa,
kang kaping pisan ingaranan roh jasmani, dene kaping kalihipun, roh
rabani ping tiga, roh rahmani nenggih ingkang kaping catur roh rohani
aranira, kaping gangsal ingkang langit.
Terjemahan :
Yang ada dalam diri manusia, yang
pertama disebur roh jasmani, adapun yang kedua roh rohani, ketiga roh
rahmani, yang keempat roh rohani namanya, langit yang kelima.
Roh nurani aranira, ingkang
kaping nenem arane yayi, iya roh nabati iku, langit kang kaping sapta,
eroh kapi iku yayi aranipun, tegese sira weruha, langit roh
satunggil-tunggil.
Terjemahan :
Roh nurani namanya, yang keenam dinda,
ialah roh nabati, langit yang ketujuh, roh kapi itu dinda namanya,
ketahuilah artinya langit roh masing-masing.
Tegese langit kapisan, roh
jasmani mepeki ing ngaurip, aneng jasad manggonipun, langit roh
rabaninya, amepeki uripe badan sakojur, roh rahmani manggonira, mepeki
karsanireki.
Terjemahan :
Arti langit pertama, roh jasmani
memenuhi kehidupan, di tubuh tempatnya, langitroh rabani, memenuhi hidup
sekujur tubuh, roh rahmani tempatnya, memenuhi pada kehendakmu.
Langit roh rohani ika,
amepeki ing ngelminira yayi, langit roh nurani iku, mepeki cahya badan,
roh nabati amepeki idhepipun, iya ing badan sedaya, langit roh kapi
winilis.
Terjemahan :
Langit roh rohani itu, memenuhi dalam
dirimu, langit roh nurani itu, memenuhi cahaya tubuh, roh nabati
memenuhi pikiranmu, dan seluruh tubuh, langit roh kapi disebut-sebut.
Mepeki wijiling sabda, pan
wus jangkep cacahing pitung langit, eling-elingen ing kalbu, apa kang
wus kawedhar, amuwuhi kandeling iman, ……….
Terjemahan :
Memenuhi terbabarnya sabda, telah
lengkaplah jumlah tujuh langit, ingat-ingatlah dalam hati, apa yang
telah terungkap, menambah tebalnya iman.
Laku ahli hakikat adalah sabar, tawakal,
tulus iklas. Pada tahap ini manusia telah mengenal jati dirinya, yang
dilambangkan terdiri dari atas tujuh lapis bumi dan tujuh lapis langit
sebagai kelengkapan ilmu. Kesemuanya berasal dari Tuhan, dan semua itu
menambah tebalnya iman. Wujudnya sebagai wadah ilmu, dan ilmunya ada
pada Tuhan. Manusia yang telah memahami ilmu Tuhan, tidak berpikiran
sempit, kerdil atau fanatik, dan tidak pula takabur. Ia justru bersikap
toleran, tenggang rasa, hormat-menghormati keyakinan orang lain, karena
tahu bahwa ilmu sejati, yang nyata-nyata bersember satu itu, hakikatnya
sama. Ibarat sungai-sungai dari gunung manapun mata airnya, pasti akan
bermuara ke laut juga. Sebaliknya jikalau ia memperdebatkan kulit
luarnya, berarti beranggapan benar sendiri, dan belum sampai pada inti
ajaran yang dicari. Orang yang telah sampai tahap hakikat, tidak munafik
dan tidak mempersekutukan Tuhan.
Inkang ana jroning badan kabeh, pan punika saking Hyang Widi, wujud ingkang pasthi, wawadhahing ngelmu.
Terjemahan :
Semua yang ada di dalam tubuh, itu dari Tuhan, wujud yang pasti, sebagai tempat ilmu.
Iya ngelmu ingkang
denwadhahi, ana ing Hyang Manon, poma iku weling ingsun angger, den
agemi lawan den nastiti, tegese wong gemi, ywa kongsi kawetu.
Terjemahan :
Ilmu yang diwadahi, ada pada Tuhan, teristimewa sekali pesanku nak, hemat dan telitilah, arti orang hemat, jangan sampai keluar.
Dene ta tegese wong nastiti,
saprentah Hyang Manon, den waspada sabarang ngelmune, terusana lahir
tekeng batin, ywa padudon ngelmu, lan wong liya iku.
Terjemahan :
Adapun arti orang teliti, akan semua
perentah Tuhan, hendaknya waspada terhadap sabarang ilmu, seyogyanya
teruskanlah lahir sampai batin, jangan bercekcok tentang ilmu, dengan
orang lain.
Yen tan weruh ngelmune Hyang
Widi, tuna jenenging wong, upamane kaya kali akeh, ana kali gedhe kali
cilik, karsanira sami, anjog samudra gung.
Terjemahan :
Jika tidak mengetahui ilmu Tuhan,
berarti rugi sebagai manusia, ibarat seperti sungai banyak, ada sungai
besar ada sungai kecil, kehendaknya sama, bermuara di samudra raya.
Sasenengan nggennya budhal
margi, ngetan ana ngulon, ngalor ngidul saparan-parane, suprandene
samyanjog jaladri, ywa maido ngelmi, tan ana kang luput.
Terjemahan :
Sesuka hati orang mencari jalan, ada
yang ketimur, kebarat ke utara ke selatan dan kemana saja perginya,
tetapi semua bermuara di laut, jangan mempercayai ilmu, tak ada yang
keliru.
Lir kowangan kang cupet ing
budi, sok pradondi kawruh, sisih sapa ingkang nisihake, bener sapa kang
mbeneraken yayi, densarwea pasthi, amung ngajak gelut.
Terjemahan :
Ibarat kumbang air yang berbudi picik,
kadang bertengkar ilmu, bila salah siapakah yang menyalahkan, bila benar
siapa yang membenarkan dinda, jika singgung pasti, hanya mengajak
bergelut.
Papindhane wong sumuci suci,
iku kaya endhog, wujud putih amung jaba bae, njero kuning pangrasane
suci, iku saking warih, warna cilam-cilum.
Terjemahan :
Ibarat orang yang mengaku suci, seperti
telur, berwujud putih hanya luarnya saja, dalamnya kuning menurut
perasaannya suci, itu dari air, berubah-ubah.
Wong mangkana tan patut
tiniru, yayah kayu growong, isinira tan liyan mung telek, nadyan bisa
tokak-tokek muni, tan pisan mangerti, ucape puniku.
Terjemahan :
Orang seperti itu tidak patut dicontoh,
seperti kayu berlubang, isinya tidak lain hanya tokek, sekalipun bisa
berbunyi tekek-tekek, sama sekali tidak mengerti, apa ucapanya itu.
Poma yayi den angati-ati,
ujar kang mangkono, den karasa punika rasane, rinasakna sucine wong
ngelmi, kang kasebut ngarsi, lir sucining kontul.
Terjemahan :
Teristemewa sekali dinda
berhati-hatilah, kata seperti itu, rasakanlah hahekatnya, rasakanlah
kesucian orang berilmu, yang tersebut didepan, seperti kesucian burung
bagau.
Kicah-kicih anggung saba
wirih, angupaya kodhok, lamun oleh pinangan ing enggen, wus mangkono
watak kontul peksi, sandhange putih, panganane rusuh.
Terjemahan :
Berulangkali selalu pergi di tempat
berair, mencari katak, jika telah dapat dimakan ditempat, memang
demikian perangai burung bagau, pakaiannya putih, makanannya kotor.
Ywa mangkono yayi wong
ngaurip, poma wekas ingong, den prayitna rumeksa badane, aywa kadi watak
kontul peksi, mundhak niniwasi, dadi tanpa dunung.
Terjemahan :
Dinda, janganlah demikian orang hidup,
teristemewa sekali pesan ku, berhati-hatilah menjaga tubuh, jangan
seperti perangai burung bangau, karena memyebabkan celaka, sehingga
tanpa tujuan.
Mituhua pitutur kang becik, yayi den kalakon, nyingkir ana jubriya kibire, lan sumungah aja anglakoni.
Terjemahan :
Patuhilah nasihat utama dinda, semoga terlaksana, singkirkan watak congkak dan takabur, dan jangan pula angkuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar