tag:blogger.com,1999:blog-76967087986921285102024-03-13T09:39:54.802-07:00SERAT SULUK KUNO Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.comBlogger36125tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-56272259321196128532016-05-07T23:14:00.000-07:002016-05-07T23:19:26.459-07:00LONTAR LEAK DAN JENIS PENGELEAKAN DI BALI<br />
<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-PS2BLeZYYRg/Vy7ZBq9nTzI/AAAAAAAAElQ/X5Y7H4goiu85s88RoljKxiKehzqQ-9COACLcB/s1600/ratuleak013.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="309" src="https://1.bp.blogspot.com/-PS2BLeZYYRg/Vy7ZBq9nTzI/AAAAAAAAElQ/X5Y7H4goiu85s88RoljKxiKehzqQ-9COACLcB/s400/ratuleak013.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
Di pulau Bali, <a href="http://www.komangputra.com/blog/lontar" title="Lontar / Sastra Bali"><strong>Lontar</strong></a>
adalah sebagai salah satu Sastra dari daun-daun pohon siwalan yang
sudah tua. Lontar dengan segala isinya merupakan salah satu warisan
kekayaan <a href="http://www.komangputra.com/" title="Blog Spiritual Bali">rohani orang Bali</a> yang memiliki arti yang sangat penting dan strategis. <a href="http://www.komangputra.com/" title="Sastra Blog bali">Sastra </a>/ Lontar-lontar di Bali, secara kualitatif maupun kuantitatif memiliki nilai yang sangat berharga.<br />
Pembagian kepustakaan lontar Bali lebih disistematiskan menjadi :<br />
<ol>
<li>Weda (weda, mantra, kalpasastra);</li>
<li>Agama (palakerta, sasana, niti);</li>
<li>Wariga (wariga, tutur, kanda, usada);</li>
<li>Itihasa (parwa, kakawin, kidung, geguritan);</li>
<li>Babad (Pamancangah, usana, uwug), dan</li>
<li>Tantri (tantri, satua).</li>
</ol>
Pada artikel ini akan sedikit mengungkapkan dari salah satu Lontar yang dalam kategori <strong></strong><a href="http://www.komangputra.com/blog/tantra" title="Tantra Bali"><strong>Trantra</strong></a> dan saya spesifikan isinya khusus pada bagian Pangleakan. Sebagai refrensi tentang lontar pengleakan diantaranya; <em><strong>“Lontar Tantra Bhairawa, Kanda Pat dan Siwa Tantra”.</strong></em><br />
Istilah Tantrayana berasal dari akar kata Tan = yang artinya
memaparkan kesaktian atau kekuatan daripada Dewa itu. Di India penganut
Tantrisme lebih banyak terdapat di India Selatan dibandingkan dengan
India Utara.<br />
<br />
Kitab kitab yang memuat ajaran Tantrayana banyak sekali kurang lebih ada 64 macam antara lain : <em>Maha Nirwana Tantra, Kularnawa Tantra, Tantra Bidhana, Yoginirdaya Tantra, Tantra sara, dsb.</em><br />
Dari <strong>Tantrisme</strong> munculah suatu faham <strong>“BHIRAWA”</strong> yang artinya hebat.<br />
Paham Bhirawa secara khusus memuja kehebatan daripada sakti, dengan
cara cara yang spesifik. Bhairawa inipun sampai berkembang ke Cina
Tibet, dan Indonesia.<br />
<br />
Di Indonesia masuknya <em>saktiisme, Tantrisma dan Bhairawa</em>,
dimulai sejak abad ke VII melalui kerajan Sriwijaya di Sumatra,
sebagaimana diberikan pesaksian oleh prasasti Palembang tahun 684,
berasal dari India selatan dan tibet.<br />
<br />
Perkembangan Saktiisme di Bali juga menjurus dua aliran mistik yaitu “PENGIWE & PENENGEN”<br />
Dari Pengiwa munculah pengetahuan tentang “LEYAK”.<br />
DESTI = Serana, TELUH = cetik TARANJANA = yang bisa terbang dan WEGIG = bebeki.<br />
Dari Penengen muncullah pengetahuan tentang “KEWISESAN” dan “PRAGOLAN” = mantra.<br />
Pengiwa berasal dari sistem “Niwerti” dalam doktrin Bhairawa,
sedangkan penengen berasal dari sistem “Prawerti” dalam doktrin
Bhairawa.<br />
<br />
Selain itu beberapa formula dalam Atharwa Weda mengilhami mistik ini.
Adapun kitab kitab Tantrayana di Indonesia antara lain: TANTRA WAJRA
DHASUBUTHI CANDARA BHAIRAWA dan SEMARA TANTRA<br />
<br />
Pada Jaman Raja Udayana yang berkuasa di Bali pada abab ke 16, saat I
Gede Basur masih hidup yaitu pernah menulis buku lontar Pengeleakan dua
buah yaitu <strong>“Lontar Durga Bhairawi”</strong> dan <strong>“Lontar Ratuning Kawisesan”</strong>. Lontar ini memuat tentang tehnik-tehnik <strong>Ngereh Leak Desti</strong>.<br />
Dalam aksara Bali tidak ada yang disebut leak, yang ada adalah <strong>“liya, ak”</strong> yang artinya lima aksara(memasukkan dan mengeluarkan kekuatan aksara dalam tubuh melalui tata cara tertentu.<br />
Lima aksara tersebut adalah <em><strong>Si, Wa, Ya, Na, Ma.</strong><strong> </strong></em><br />
<blockquote>
<ul>
<li><em><strong>Si</strong></em> adalah mencerminkan Tuhan. <em><strong></strong></em></li>
<li><em><strong>Wa</strong></em> adalah anugerah, <em><strong></strong></em></li>
<li><em><strong>Ya</strong></em> adalah jiwa. <em><strong></strong></em></li>
<li><em><strong>Na</strong></em> adalah kekuatan yang menutupi kecerdasan. <em><strong></strong></em></li>
<li><em><strong>Ma</strong></em> adalah egoisme yang membelenggu jiwa.</li>
</ul>
</blockquote>
Kekuatan aksara ini disebut panca gni(lima api). Manusia mempelajari
kerohanian apapun, ketika mencapai puncaknya pasti akan mengeluarkan
cahaya(aura), cahaya ini keluar melalui lima pintu(indria)tubuh yaitu:
telinga, mata, mulut, ubun-ubun, serta kemaluan namun pada umumnya
cahaya itu keluar melalui mata dan mulut.<br />
<br />
Tempat <em>bermain-main</em> leak adalah Kuburan. Apabila ada orang
yang baru meninggal, anggota leak wajib datang ke kuburan untuk
memberikan doa agar roh orang yang meninggal mendapatkan tempat sesuai
dengan karmanya.<br />
<br />
Doa leak tersebut berbunyi: <strong><em>Ong gni brahma anglebur panca
maha bhuta, anglukat sarining merta. mulihakene kite ring betara guru,
tumitis kita dadi manusia mahotama. ong rang sah, wrete namah.</em></strong><br />
<br />
Di Bali kuburan sering identik dengan keramat, seram karena seling
muncul hal-hal aneh. kenapa ? karena disinilah tempatnya roh berkumpul
dalam pergolakan spirit. Sensasi yang datang dari orang yang melakukan
Pangleakan tersebut adalah bisa keluar dari tubuhnya melalui <strong><em>ngelekas</em></strong> atau <strong><em>ngerogo sukmo.</em></strong><br />
<strong><em></em></strong><br />
Kata ngelekas artinya kontraksi batin agar
badan astral kita bisa keluar. Inilah alasanya orang ngeleak. Roh bisa
berjalan keluar dalam bentuk cahaya melesat dengan cepat, inilah yang
disebut <strong>endih</strong>. Bagi yang mempelajari kerohanian apa
saja, apabila mencapai puncaknya dia pasti akan mengeluarkan cahaya
(aura). Cahaya ini keluar melalui lima pintu indria tubuh yakni telinga,
mata, mulut, ubun-ubun, serta kemaluan.<br />
<br />
Endih ini adalah bagian dari badan astral manusia (badan ini tidak
dibatasi oleh ruang dan waktu). Di sini pelaku bisa menikmati keindahan
malam dalam dimensi batin yang lain. Dalam dunia pengeleakan ada kode
etiknya.<br />
<br />
Leak mempunyai keterbatasan tergantung dari tingkatan rohani yang dipelajari. Ada tujuh tingkatan leak :<br />
<ol>
<li>Leak barak (brahma). Leak ini baru bisa mengeluarkan cahaya merah api.</li>
<li>Leak bulan,</li>
<li>leak pemamoran,</li>
<li>Leak bunga,</li>
<li>leak sari,</li>
<li>leak cemeng rangdu,</li>
<li>leak siwa klakah. Leak siwa klakah inilah yang tertinggi. Sebab dari
ketujuh cakranya mengeluarkan cahaya yang sesuai dengan kehendak
batinnya.</li>
</ol>
<em>Tingkatan leak paling tinggi menjadi bade (menara pengusung
jenasah), di bawahnya menjadi garuda, dan lebih bawah lagi
binatang-binatang lain, seperti monyet, anjing ayam putih, kambing, babi
betina dan lain-lain. selain itu juga dikenal nama I Pudak Setegal
(yang terkenal cantik dan bau harumnya), I Garuda Bulu Emas, I Jaka
Punggul dan I Pitik Bengil (anak ayam yang dalam keadaan basah kuyup).</em><br />
Dari sekian macam ilmu Pengleakan, ada beberapa yang sering disebut seperti<br />
<blockquote>
<ul>
<li>Bajra Kalika yang mempunyai sisya sebanyak seratus orang,</li>
<li>Aras Ijomaya yang mempunyai prasanak atau anak buah sebanyak seribu
enam ratus orang. Di antaranya adalah I Geruda Putih, I Geringsing, I
Bintang Sumambang, I Suda Mala, Pudak Setegal, Belegod Dawa, Jaka Tua, I
Pering, Ratna Pajajaran, Sampaian Emas, Kebo Komala, I Misawedana,
Weksirsa, I Capur Tala, I Anggrek, I Kebo Wangsul, dan I Cambra Berag.
Disebutkan pula bahwa ada sekurang-kurangnya empat ilmu bebai yakni I
Jayasatru, I Ingo, Nyoman Numit, dan Ketut Belog. Masing-masing bebai
mempunyai teman sebanyak 27 orang. Jadi secara keseluruhan apabila
dihitung maka akan ada sebanyak 108 macam bebai.</li>
</ul>
</blockquote>
<h3>
Macam-macam ilmu pengLeakan lainnya :</h3>
Aji Calon Arang, Ageni Worocana, Brahma Maya Murti, Cambra Berag,
Desti Angker, Kereb Akasa, Geni Sabuana, Gringsing Wayang, I Tumpang
Wredha, Maduri Geges, Pudak Setegal, Pengiwa Swanda, Pangenduh,
Pasinglar, Pengembak Jalan, Pemungkah Pertiwi, Penyusup Bayu, Pasupati
Rencanam, Rambut Sepetik, Rudra Murti , Ratna Geni Sudamala, Ratu
Sumedang, Siwa Wijaya, Surya Tiga Murti, Surya Sumedang, Weda Sulambang
Geni, keputusan Rejuna, Keputusan Ibangkung buang, Keputusan tungtung
tangis, keputusan Kreta Kunda wijaya, Keputusan Sanghyang Dharma, Sang
Hyang Sumedang, Sang Hyang Surya Siwa, Sang Hyang Geni Sara, Sang Hyang
Aji Kretket, Sang Hyang Siwer Mas, Sang Hyang Sara Sija Maya Hireng, dan
lain-lain yang tidak diketahui tingkatannya yang mana lebih tinggi dan
yang mana lebih rendah.<br />
Hanya mereka yang mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut yang mengetahuinya.<br />
<br />
Setiap tingkat mempunyai kekuatan tertentu. Di sinilah penganut leak
sering kecewa, ketika emosinya labil. Ilmu tersebut bisa membabi buta
atau bumerang bagi dirinya sendiri. Hal inilah membuat rusaknya nama
perguruan. Sama halnya seperti pistol, salah pakai berbahaya. Makanya,
kestabilan emosi sangat penting, dan disini sang guru sangat ketat
sekali dalam memberikan pelajaran.<br />
<div>
Selama ini leak dijadikan kambing hitam sebagai biang ketakutan
serta sumber penyakit, atau aji ugig bagi sebagian orang. Padahal ada
aliran yang memang spesial mempelajari ilmu hitam disebut penestian.
Ilmu ini memang dirancang bagaimana membikin celaka, sakit, dengan
kekuatan batin hitam. Ada pun caranya adalah dengan memancing kesalahan
orang lain sehingga emosi. Setelah emosi barulah dia bereaksi.</div>
<div>
</div>
<br />
Pengwia banyak menggunakan rajah-rajah ( tulisan mistik) dan dia juga
pintar membuat sakit dari jarak jauh, dan “dijamin tidak bisa dirontgen
dan di lab”. Aliran ini bertentangan dengan pengeleakan, apabila perang
beginilah bunyi mantranya, <em><strong>“ong siwa gandu angimpus leak, siwa sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan ………..”</strong></em>Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-56935222481450247572016-05-07T17:06:00.002-07:002016-05-07T17:06:30.148-07:00LONTAR CALONARANG BAGIAN VI<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-rUJBsJit3Ok/Vy6C0EyZ8zI/AAAAAAAAElA/sQZclpF9mrwRzHRADeQuQisRb-HdTnW1gCLcB/s1600/20-Calonarang-Wayan-Lanus.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="262" src="https://3.bp.blogspot.com/-rUJBsJit3Ok/Vy6C0EyZ8zI/AAAAAAAAElA/sQZclpF9mrwRzHRADeQuQisRb-HdTnW1gCLcB/s400/20-Calonarang-Wayan-Lanus.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">39a. sampai Kapulungan, di Makara
Mungkur, Bayalangu, Ujungalang, Dawewihan, Pabayeman, di Tirah, di
Wunut, Talepa, We Putih (Pasir Putih), dan di Genggong. Gahan,
Pajarakan, Lesan, Sekarawi, dan di Gadi. Berbelok ke arah utara pergi
Sang Pendeta melewati Desa Momorong, Ujung Widara, di Waru-Waru,
Daleman, Lemah Mirah, Tarapas, Banyulangu, Gunung Patawuran, Sang Hyang
Dwaralagudi, Pabukuran, Alang-Alang Dawa, Patukangan, Turayan,
Karasikan, Balawan, Hijin, Belaran, dan Andilan. Tidak dikatakan
desa-desa yang dilewatinya. Beliau segera datang di Sagara Rupek (Selat
Bali). Sang Pendeta Baradah menantikan orang yang menyeberangkan.
Orang-orang yang menyeberangkan mendadak sepi, tidak ada yang tampak
oleh Sang Pendeta. Ada daun kalancang (<i>Artocarpus incisa</i>) di pantai. Daun itu diapungkannya di samudra, dipakai alat menyeberang oleh Pendeta Baradah.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">39b. Akhirnya, dia berdiri di
atas daun kalancang, daun kalancang berlajar di samudra. Sang Pendeta
pergi ke arah timur menuju ke tempat yang bernama Kapurancak. Di sanalah
beliau turun dari daun kalancang. Lalu daun kalancang itu disembunyikan
oleh Sana Pendeta. Beliau berjalan ke asrama Silayukti. Tidak
diceritakan beliau tiba di jalan, segera berjalan ke asrama
Silayukti. Tidak diceritakan beliau tiba di desa Yukti. Di sana beliau
duduk di ruangan tamu, lama tidak ada yang menyambutnya. Apa sebabnya
demikian? Karena Mpu Yogiswara Kuturan sedang menjalankan yoga. Beliau
lama tidak muncul dari dalam asrama, sangat tekun menjalankan yoganya.
Sang Pendeta Baradah menunggu tidak sabar, beliau menanti di tempat
tamu. Oleh karena itu beliau menciptakan air sampai batas leher Mpu
Kuturan air itu. Beliau tetap saja kokoh, tanpa terganggu beliau
mennjalankan yoga,</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">40a. tidak berubah. Diciptakan
banjir semut gatal, mengambang ada di atas air, berebutan memenuhi
leher. Sang Pendeta Mpu Kuturan masih saja melanjutkan yoganya dengan
sikap tangan di hidung, menyatukan pikiran utama. Akhirnya, air itu
hilang pelan-pelan lalu kering, juga semua gatal itu lenyap, bagaikan
disapu bersama dengan hilangnya air besar. Beliau telah tahu apabila
kedatangan dia yang tinggal di Suti Asrama, saudaranya dari Buh Citra,
tetapi beliau pura-pura tidak tahu saat itu. Akhirnya, setelah lama lalu
keluarlah beliau menuju ke tempat tamu Sang Pendeta Kuturan. Mpu
Baradah turun dari tempat duduk. Beliau disambut oleh kakaknya, “Om-om
bahagia saudaraku. Apakah yang kau kerjaka aneh datang ke mari? Nah,
Saudara duduk di sini bersama. Lama kamu tidak bertemu dengan aku
bagaikan rasa rindulah kakakmu ini.” Lalu menyembahlah Mpu Baradah, lalu
duduk. Ucapnya kepada Sri Mpu Kuturan.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">40b. Mpu Baradah berkata,
“Diterima oleh Adik Anda penyambutan oleh Sang Pendeta, juga tujuan adik
Pendeta datang ke hadapan Pendeta Kuturan. Adikmu bermaksud mendapatkan
keikhlasan Sang Pendeta, juga murid adik Sang Pendeta Tuanku. Raja di
Jawa nama penobatannya Maharaja Erlangga, bergelar Jatiningrat. Dia
berputra dua orang, itulah Tuanku, diharapkan akan diangkat raja di Bali
seorang, yang lainnya (lagi) di Pulau Jawa. Senanglah kemudian Bali dan
Jawa bersatu. Begitulah tujuan menghadap Tuan Hamba.” Sri Yogiswara Mpu
Kuturan lalu berkata, “Hai, ternyata begitulah tujuan kedatangan Anda.
Saya tidak setuju jika demikian. Saya tidak tahu beliau akan mengangkat
raja di Bali, sebab di sana menyiapkan rencananya. Masih ada hubungan
cucu dengan aku, (dia) itulah yang kami angkat menjadi raja di Bali.”
Pendeta Baradah berkata lagi, “Tuanku, saya</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">41a. berkata lagi ke hadapan Sang
Pendeta. Apabila sungguh salah di hadapan Tuan Hamba, seluruh Nusantara
itu Tuanku, daerah-daerah itu sama-sama menyerahkan upeti semua.”
Beliau Mpu Kuturan menjawab, “Tanpa alasan bahwa Nusantara banyak
menyerahkan upeti tunduk kepada Jawa semua, jika untuk Bali saya tidak
setuju. Jika begitu, saya senang apabila menyerbu seluruh negara, ya
sedapat-dapatnya saya menerima. Apabila saya telah mati saat itu jugalah
sekehendak Raja Jawa akan memerintah Bali itu.” Setelah Mpu Baradah
mendengarkan semua ucapan beliau Mpu Kuturan itu, bahwa perjalanannya
tidak berhasil, tidak disukai kakaknya. Segera turun Mpu Baradah lalu
keluar di luar asarama. Beliau lalu membuat gempa. Tidak terhitung besar
gempa datang, tumbuh-tumbuhan patah saling bersuara retak,</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">41b. yang lainnya rebah.
Orang-orang yang berada di tepi air jatuh di sungai terbenam air.
Rumah-rumah banyak yang roboh. Orang-orang di seluruh Kerajaan Bali
terkejut, menyuruh pesuruh istana agar pergi ke Asrama Silayukti
menanyakan tentang gempa bumi, berlari diberitahu. Tidak diceritakan di
jalan, utusan itu segera tiba di Silayukti. Utusan itu memberitahu Mpu
Kuturan, “Tuanku Sang Pendeta, Bagaimanakah cerita yang sebenarnya gempa
itu, datang tiba-tiba timbul dan sangat besar gempa itu, dari sejak
dahulu tidak ada (gempa) demikian?” Lalu Pendeta Kuturan menjawab, “Hai,
janganlahanda khawatir, hendaklah semua tabah di kerajaan. Ada tamu
saya dari Pulau Jawa, membencanai aku. Dialah yang menyebabkan gempa.”
Setelah utusan itu diberitahu oleh Sang Pendeta, utusan dari Kerajaan
Bali segera minta pamit dan pergi.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">42a. Tidak diceritakan perjalanan
di jalan, segera datang di Kerajaaan Bali memberitahukan kedatangannya
kepada para menteri utama. Tidak diceritakanlah perkataannya.
Diceritakan Mpu Baradah, lalu beliau pergi dari asrama Desa Silayukti.
Beliau segera sampai di Kapurancak. Lalu diambilnyalah daun kalancang,
hendak diapungkan di air, daun itu akan ditumpanginya, daun kalewih itu
tenggelam. Itulah sebabnya beliau mengulang menumpangi daun kalancang
itu lagi, tenggelam lagilah daun kalancang. Beliau khawatir habis akal,
Sang Pendeta Baradah. Beliau berkata dalamhati, “Hai, apakah sebanya
saya seperti ini, sepertinya tidak datang ke Pulau Jawa lagi rasa
pikiran saya.” Beliau menjadi mengingatkan dalam hati. Hal itulah
mengingatkannya seperti ada yang memberikan peringatan, “Hai, saya belum
pamit</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">42b. tadi, di hadapan beliau
pendeta di Sukti. Nah, oleh karena itu, saya balik minta pamit beliau.”
Sang Pendeta Baradah kembali minta pamit, datang ke tempat Pendeta
Kuturan. Beliau segera tiba di asrama berjumpa Sang Pendeta Desa Sukti.
Pendeta Baradah menyembah minta pamit, “Tuanku yang tinggal di sini,
minta pamit adik Tuan Hamba Sang Pendeta.” Sang Pendeta di Sukti
menjawab, “Ya berangkatlah, kau adikku.” Bahaya air pasang menghilang.
Mpu Baradah segera pergi dari asrama. Lenyap perginya segera tiba di
Kapurancak. Beliau naik di atas daun kalewih dengan enaknya bergerak ke
barat. Segera tiba di Sagara Rupek, beliau menyeberang di sana, Sang
Pendeta Baradah. Tidak diceritakan perjalanan Sang Pendeta di jalan
sangat cepat jalannya.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">43a. Beliau segera tiba di
Kerajaan Daha, bertemu dengan putranya Sang Maharaja Erlangga yang
sedang dihadap. Penuh sesak di tempat persidangan. Menteri utama, Patih
Amangkubumi dan Rangga Kanuruhan, termasuk pula Sang Maha Pendeta,
Brahmana, Buhjangga dan Resi. Beliau hadir ketika itu. Pendeta Baradah
tiba-tiba datang dari angkasa. Mengejutkan, karena beliau tiba-tiba
berdiri di tengah-tengah pertemuan. Kemudian dipeluklah kaki beliau Sang
Pendeta oleh Maharaja Erlangga. Diusaplah telapak kaki Sang Pendeta,
diletakkan pada ubun-ubunnya, dan dijilat oleh Sang Raja. Sang Pendeta
berkata, “Om, aduh putraku engkau Sang Raja, tidak berhasil kepergianku
ke Bali. Beliau yang berasrama di Desa Silayukti tidak setuju, apabila
putra Sang Raja hendak memerintah di Bali seorang. Beliau sangat marah
tidak menyetujui. Putra yang dalam hubungan cucunya akan</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">43b. dijadikan raja, sekarang
pikirkan di sini jika bersamanya. Saya hampir tidak akan kembali ke
Pulau Jawa lagi. Daun Kalancang yang saya tumpangi tenggelam.” Sang Raja
berkata lalu menghormat kepada Sang Pendeta, memberitahukan kepada Sang
Pendete, “Tuanku yang mulia telah bersungguh-sungguh Tuanku, jika
demikian, (karena) tidak terhingga saktinya Pendeta dari Bali. Apabila
Tuanku akan melaksanakan itu menyebabkan kehancuran badan. Adapun Pulau
Jawa di sini saja dibagi dua.” Sang Pendeta berkata, “Ya, begitulah kata
Anda. Saya senang Sang Raja, agar (putra Sang Raja) memerintah di
Janggala Kadiri. Janganlah lama, segera persiapkan, kebetulan saya lagi
ada di sini. Saya akan pulang ke penginapan dahulu.” Diikutilah Sang
Pendeta pulang ke tempat penginapannya oleh Sang Raja, menuju rumah
gading. Di sana dipersembahkan makanan oleh Sang Raja kepada Sang
Pendeta. Tidak diceritakan Sang Pendeta Baradah.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">44a. Diceritakan Sang Raja,
beliau keluar lagi, memerintahkan kepada para Menteri, Patih, Rangga,
Kanuruhan, akan membuat panggung dua buah dan membuat bangsal, dipakai
tempat penghormatan putranya. Kokoh (tempat) akan berdiri raja dua
orang. Tempat itu sangat indahnya, setiap tiang ditutup dengan hiasan
kain pinggiran. Tidak diceritakan permata emas bersinar terang
menakjubkan, warnanya gemerlapan. Tidak disebutkan ular-ular itu, kain
bulu (wool) dengan ekornya bersambungan. Ada yang berwarna putih dan
ungu sepintas lintas menyilaukan, sutera putih berkibar ditiup angin
bagaikan pelangi dan ombak air. Dibangun panggung di timur satu dan di
barat satu. Tidak diceritakan para Guru Loka, Sang Brahmana, Buhjangga,
Sang Resi, sama-sama siaga di tempat. Beliau yang akan mengucapkan
doa-doa di penghormatan. Putra-putra sudah siap berbusana, keluarlah
beliau berdua.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">44b. Mereka berdua naik ke
panggung yang dihiasi, keindahannya bebagai upacara di sana, hingga
nyata seisi laut dan gunung. Tidak ada kekurangannya. Beliau
bersama-sama direstui oleh para Guru Loka, Brahmana, Buhjangga, Resi,
yang menobatkan raja dua orang. Suara tabuh-tabuhan menggema, gong,
gamelan, terompet bersama dengan gendang, dan serunai. Tidak
henti-hentinya bunyi terompet , lonceng keras bersama berbunyi, riuh
rendah memecahkan telinga. Setelah beliau bersama di tempat
penghormatan, direstui doa-doa oleh Sang Pendeta. Beliau duduk di
singgasana masing-masing, sangat indah kelihatan. Yang duduk di
singgasana timur dinamai Sang Raja Janggala. Yang duduk di singgasana
barat dinamai Sang Raja Kadiri. Itulah sebabnya dinamai Janggala dan
Kadiri sampai sekarang. Setelah demikian, sama-sama membuat</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">45a. keraton, mengatur daerahnya
masing-masing, telah pantaslah dinamai Janggala Kadiri. Akhirnya, begitu
damai beliau bersaudara, sepertinya menyatu sederajat sejajar,
bersama-sama menjadi raja. Lamalah olehnya (raja) menikmati
(kesejahteraan) dengan para petani dan masyarakatnya hingga beberapa
malam bersama Maharaja Erlangga. Beliau sama-sama senang memerintah
sampai di kemudian hari mendapatkan fitnah dalam pemerintahannya. Sang
Raja Kadiri membuat rencana perang, kakaknya Raja Janggala hendak
diserang oleh Sang Raja Kadiri. Segeralah Sang Raja akan menghancurkan
Janggala. Beliau Sang Raja Janggala mendengar bahwa dia diserang oleh
Raja Kadiri. Menghadaplah beliau Sang Raja kepada ayahandanya,
mmeberitahukan kepada Sang Raja Tua, lalu ucapnya, “Ayahanda Raja,</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">45b. putra Tuan memberitahukan
kepada Paduka Yang Mulia. Hamba diserbu oleh putra Ayahanda Raja
Kadiri.” Raja Erlangga berkata, “Hai, mengapa demikian seperti ucapmu?
Janganlah kau tergesa-gesa melawan. Saa akan mengirim utusan ke Kadiri,
pulanglah saja kau ke Janggala dulu.” Minta dirilah Sang Raja Janggala
pulang, dia telah tiba di Janggala. Utusan Raja Tua segera berangkat ke
Kadiri, hendak mencegah Raja Kadiri, supaya menghentikan perangnya. Raja
Kadiri tidak memperhatikan. Ia tetap ingin menyerbu dengan kekuatan ke
Janggala. Berdengunglah suara tabuh-tabuhan, <i>pěreret, surun, gěnding</i>,
gendang, gong bersuara keras, bersama-sama riuh gemuruh, bercampur
dengan ringkik kuda, gajah dan kelebat bendera tertiup angin.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">46a. Jalan kuda mengikuti penuh
sesak, bagaikan gelombang air menggulung. Orang-orang di Janggala telah
siap berjaga-jaga, menyongsong pasukan Sang Raja Kadiri. Penuh sesak
banyak prajuritnya, gemuruh suara tabuh-tabuhan, disertai senjata, gegap
gempita bagaikan guntur baru datang. Ujung pasukan telah bertemu, ramai
tembak-menembak. Hentikan sejenak, diceritakan Raja Erlangga, sulit
merasakan dalam hati, sebab nasihatnya tidak diperhatikan. Dia segera
memberitahukan kepada Sang Pendeta, menyuruh melerai peperangan. Sang
Pendeta segera pergi menuju Raja Kadiri. Dia segera datang ke sana,
ditemuilah Raja Kadiri sedang duduk di balai-balai, dihadap oleh
rakyatnya semua. Dia melihat Sang Pendeta datang,</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">46b. Raja Kadiri turun dari
balai, menghormat di kaki Sang Pendeta, menyapa Sang Pendeta dengan
senang. Sang Pendete segera berkata, “Saya minta selamat cucu Sang Raja.
Maksud saya datang ke mari melerai perangmu. Saya akan berhati-hati
membagi dua wilayah desa di Pulau Jawa ini. Terimalah usul saya cucu,
apabila Sang Raja tidak menerima nasihat saya, kau akan mendapatkan
kutuk, karena kau berperang dengan saudaramu lagi.” Sang Raja Kadiri
berkata, “Mengapakah cucu Tuanku Sang Pendeta, tidak menuruti nasihat
Sang Pendeta?” Sang Pendeta berkata, “Kau ini cucuku, syukurlah apabila
kau telah menerima nasihatku. Nah, tinggallah kau di sini, cucu. Saya
berangkat ke Janggala, hendak melerai perangnya cucu Raja</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">47a. di Janggala. Saya akan
memberikan kutukan kepada Raja Janggala.” Sang Pendeta Baradah segera
pergi, tujuannya ke Kerajaan Janggala. Lalu Sang Pendeta berjalan.
Beliau segera tiba di Kerajaan Janggala. Lalu Sang Pendeta berjalan.
Beliau segera tiba di Kerajaan Janggala, dijumpainya beliau (Raja
Janggala) dihadap oleh rakyatnya banyak. Beliau (Raja Janggala) melihat
bahwa Sang Pendeta datang, beliau turun dari tempat duduknya, lalu
menyembah menghormat di kaki Sang Pendeta. Berkatalah Sang Raja
Janggala, “Bahagialah Sang Pendeta. Apakah maksud Tuan Hamba, sehingga
datang ke tempat cucu, sama-sama duduk Tuan Sang Pendeta ?” Beliau Sang
Pendeta segera duduk, berdua bersama cucunya. Berkatalah Sang Bijaksana,
“Tujuan saya mendatangi cucuku Sang Raja, saya hendak melerai perangmu.
Pertama saya datang pada adikmu di Kadiri, meleraikan perang itu.
Terlebih dulu saya akan membagi upetimu di Pulau Jawa termasuk</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">47b. para petani semua, selain
yang diserahkan kepada ayahmu, anakku. Aku sekarang menyatukan
hubunganmu bersaudara, tujuannya agar tidak ada yang akan rebutan.
Terimalah nasihatku cucu. Engkau sama-sama akan kukutuk, jika pecah
perang lagi kelak. Janganlah engkau cucuku menerima fitnah buat-buatan.
Janganlah tidak memegang kewajiban utama, kau Sang Raja.” Berkatalah
Sang Raja Janggal kepada Sang Pendeta, “Mengapakah cucu ada pendeta yang
mulia, tidak akan menerima nasihat Sang Pendeta, sebab Sang Pendeta
hendak berusaha mencapai damai?” Sesudah demikian lalu mereka
mengundurkan diri bersama prajuritnya masing-masing. Sang Raja Kadiri
dan Sang Raja Janggala. Dibagilah penduduk desa semua dan desanya oleh
Sang Pendeta. Mereka ingan bagian masing-masing dan sama-sama diberitahu
tentang <i>Manusasana</i>‘ajaran tingkah</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">48a. laku manusia.’ Terutama <i>Rajapurana</i>,
mengenai hubungan rakyat petani, tahu tentang batas-batas wilayah
kerajaan. Sama-sama sejahtera semuanya seperti satu orang saja. Raja
Janggala dan Raja Kadiri sama bersenang-senang di negaranya. Setelah
beliau bersatu keduanya dengan pembagian wilayah dan rakyat oleh Sang
Pendeta, kemudian Sang Pendeta pulang ke kerajaan Bagawan Sri Erlangga.
Dijumpainyalah Sang Raja sedang dihadap, Sang Raja melihat bahwa Sang
Pendeta datang. Beliau turun dari tempat duduknya, lalu mengatur
pakaiannya, kemudian mengusap debu kaki Sang Pendeta ditempatkan di
ubun-ubun. Sang Pendeta berkat, “Saya telah selesai melerai peperangan
Putranda dan membagi wilayah mereka masing-masing. Semoga sama-sama
ingin Putranda itu tidak saling berebutan batas wilayah. Saya
menjatuhkan kutukan, jika berebutan batas-batas wilayah. Sama-sama
menerima Putranda itu.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">48b. Seperti Putranda sekarang
menurut keinginanku, putra Ken Apatih jadilah Apatih Janggala. Keturunan
Ken Kanuruhan jadilah apatih di Kadiri. Itulah hendaknya dikerjakan
dengan baik jangan ada yang berebutan, hendaklah merata olehnya<i>anggagading</i>,
sama akan dijatuhi kutuk. (Begitulah) saya berkata demikian, sebabnya
Apatih dan Ken Kanuruhan, sama-sama ingin menjalani kehidupan suci.
Bersama-sama mengikuti jejak Sang Raja, mempelajari sang Hyang Dharma.”
Berkatalah Sang Raja kepada Raja Tua, “Om, sungguh mulia Tuanku Sang
Pendeta, sekaranglah Tuanku, Pun Apatih dan Pun Kanuruhan hendak
mengikuti jalan Sang Pendeta, menjalani kehidupan suci diberi pelajaran
Sang Hyang Dharma, melakukan permohonan belajar atau tapa. Adapun maksud
Tuanku mendapatkan yang tengah. Jumlahnya upah 4000, yang diserahkan
kepada Sang Pendeta.” Berkatalah Sang Pendeta, “Hai, itu sangat</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">49a. baik keinginan Ken Apatih
dan Ken Kanuruhan, oleh karena hendak mengikuti perjalanan anakku Sang
Raja dalam duka dan nestapa. Baiklah, siapkan jangan lama-lama. Saya
ingin pulang ke asrama.” Lalu disiapkan bunga-bunga, dengan berbagai
bunga dupa lampu menyala. Semuanya lengkap sesaji itu, segala isi laut
dan gunung. Lalu beliau mengucapkan mantra dan aksara, menggema suara
gendang gending sangka. Ken Apatih dan Ken Kanuruhan diberi <i>sěsědep</i>.
Setelah beliau setuju keduanya, diajarlah beliau tentang Sang Hyang
Dharma dan tuntunan hidup yang utama. Habis seluk beluk rahasia sedunia
dan segala yang tampak. Selesai upacara Ken Apatih dan Ken Kanuruhan
membuat kebaikan. Sang Yogiswara berkata kepada Sang Raja, “Hai, anakku
Sang Raja, ayahmu ingin pulang ke asrama. Ajarilah olehmu Ken Apatih dan
Ken Kanuruhan.” Sang Raja menghormat kepada orang yang dihormatinya,</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">49b. sambil mengusap debu di kaki
Sang Maha Pendeta, ditempatkan di ubun-ubun oleh Sang Raja Erlangga.
Segera pergilah Sang Kosali. Adapun Sang Apatih dan Ken Kanuruhan ingin
mengikuti Sang Pendeta, tetapi tidak diberikan oleh Sang Pendeta,
sama-sama menghaturkan sembah penghormatan, serta mengusap telapak kaki
Sang Pendeta. Beliau pergi dari kerajaan, senanglah perjalanan Sang
Pendeta menghibur diri. Tidak diceritakan beliau di jalan. Beliau segera
datang di asramanya di Buh Citra Semasana. Dijumpai putrinya sedang
memperbaiki sanggulnya yang lepas. Terkejut dan berkatalah Sang
Wedawati, “Ai, beliau yang Mulia datang.” Lalu turun perlahan dan
mengatur kain Sang Wedawati, menghormat dan memeluk kaki Sang Pendeta.
Berkatalah Sang Pendeta, “Saya datang anakku, saya telah lama ingin
pulang ke asrama, belum selesai juga</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">50a. pekerjaan saya. Sekarang
telah selesai pekerjaan saya, karena itu saya pulang ke asrama.” Sang
Wedawati berkata lagi, “Tuanku Sang Pendeta, kapankan Tuan Yang Mulia
moksa? Putri Tuanku ingin segera mengikuti ibuku.” Sang Pendeta berkata,
“Apabila demikian keinginan Putriku, kau ingin segera moksa. Ya,
baiklah sekarang juga saya beritahukan kepada Si Weksirsa.” Segera
datang berlutut menyembah bersama Pun Mahisawadana. Lalu ucapnya kepada
Sang Pendeta, “Tuanku Yang Mulia, mempunyai satu keinginan moksa. Si
Weksirsa dan Mahisawadana ingin moksa ikut Tuanku.” Sang Pendeta
berkata, “Tidak dapat dikabulkan engkau Si Weksirsa dan Mahisawadana
(moksa) bersama dengan saya. Tiga tahun lagi engkau akan moksa, dapt
bertemu dengan saya, tinggallah engkau di sini.”</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">50b. Setelah beliau selesai
berkata, segera moksa Sang Maha Bijaksana berdua bersama putrinya Sang
Wedawati, moksa hilang lenyaplah dia. Setelah moksa Sang Pendeta
Baradah, beliau bersama-sama lenyap, suka tidak kembali duka, lenyap,
tidak akan melihat badannya kembali. Setelah itu tidak ada lagi cerita
Sang Pendeta Baradah yang tinggal di asrama Semasana, dinamailah Murare
sampai sekarang. (Dia) tidak diceritakan lagi. Ada putranya yang tinggal
di Lemah Tulis. Beliau bernama Mpu Yajnaswara. Beliaulan yang mengambil
peninggalan di asrama Semasana dan kekayaan yang ada semua, termasuk
buku-buku suci, juga emas dan berbagai permata, padi uang serta rakyat
semua, dan kerbau sapi. Itulah diambil oleh Mpu Yajnaswara dibawanya ke
Lemah Tulis. Yang masih ditinggalkan adalah persediaan makanan Si
Weksirsa dan Mahisawadana, yang</span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<span style="background-color: white;"></span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">51a. menunggu asrama Semasana.
Karena itu asrama di Uwih Citra menjadi tempat upacara ritual, sebab
keturunan Sang Yogiswara Baradah. Pertapaan suci di Hanget (Kali Anget),
turun temurun di Rupit (Selat Bali) murid Sang Pendeta Baradah, karena
itu daerah di Rupit menjadi tempat upacara lagi sampai sekarang.
Tamatlah cerita Mpu Baradah, ketika tinggal di Semasana Lemah Tulis.
Selesai ditulis di Semadri Camara, menghadap ke arah barat di bawahnya
Sungai Harung. <st1:city st="on">Ada</st1:city> guanya di <st1:city st="on">sana</st1:city>, pada tahun Saka 1462 (1540 Masehi), tanggal bulan<i>hamacapmika</i>, paroh terang, ke-10. Perhitungan hari, tujuh,<i>Sukra</i> (Jumat), hari lima, <i>Umanis</i>; hari delapan, <i>Sri</i>; hari enam,<i>Wurukung</i>; hari tiga, <i>dwara</i> (Kajeng); hari sembilan, <i>gigis</i>; hari empat, <i>laba</i>; <i>kulawu ring kawi wuku, pratiti, sadayatana</i> (dua belas). Demikianlah selesainya</span></div>
<br />
<div class="ListParagraphCxSpLast" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">51b. karya suci ditulis. Agar
dipelihara orang-orang yang sudi mempelajari akasara, salah tulis,
kurang dan lebih. Agar dimaafkan oleh mereka yang mengetahui tentang
aturan sastra, karena masih muda, memaksa mengetahui menyalin (menulis)
sastra utama, bermaksud meminjam tidak berhasil. Sri Saraswati semoga berhasil sejahtera. <st1:place st="on">Om</st1:place>, semoga panjang umur bagi Sang Penulis dan yang memiliki sastra utama. Semoga sukses.</span></div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-46037930765339329632016-05-07T17:00:00.003-07:002016-05-07T17:00:50.805-07:00LONTAR CALONARANG BAGIAN V<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-uBAmR-KATwM/Vy6BgDWGIEI/AAAAAAAAEk0/s0ylPbbfxCMOGphzVROzv97GrzjU4NCXgCLcB/s1600/20-Calonarang-Wayan-Lanus.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="262" src="https://1.bp.blogspot.com/-uBAmR-KATwM/Vy6BgDWGIEI/AAAAAAAAEk0/s0ylPbbfxCMOGphzVROzv97GrzjU4NCXgCLcB/s400/20-Calonarang-Wayan-Lanus.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">31b. Segalanya telah siap sedia,
tidak ada yang kurang, berisi permata dari gunung terutama hiasan istana
itu telah disiapkan. Sangat indah itu. Sang Raja telah menyucikan diri,
berdua dengan permaisurinya. Sajian telah disiapkan lengkap, sangat
mempesonakan dilihat. Maharaja Erlangga mendekat kepada Sang Pendeta
Baradah, (di sana) di tempat penyambutan. Bukan main pesonanya, asap
mengepul berbau harum dan pendupaan menyala, memenuhi seluruh bumi,
tersebar hing di angkasa. Golongan resi di langit segera (melihat)
pendupaan mengepul tebal, semua menonton dari angkasa, bagaikan memuji
perbuatan Sang Raja Erlangga, seperti ikut hadir memberi restu
peristiwanya. Bunyi-bunyian ramai, termasuk alat musik instrumen tiup,
gong, dan gendang berbynya bersamaan. Pereret, alat musik angin,
gendang, gong serentak</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">32a. berbunyi riuh. Sang Pendeta berkata, “Silahkan datang ke mari Paduka Raja. Sekarang ini saya belum melakukan upacara <i>sěděp</i>terhadapmu, saya minata duduk di sana juga. Saya (membuat) upacara <i>sěděp</i> untuk
Anda dengan gelar Jatiningrat.” Sang Raja bersama permaisuri menghormat
kepada Sang Pendeta Baradah. Dipindahkan bunga-bunga di dalam mangkuk,
didasari emas, bunga itu digetarkan tiga kali. Segera diupacarai sang
Raja bersama istrinya oleh Sang Pendeta. Selesai upacara, beliau
diajarkan tentang Sang Hyang Dharma, mengenai kelahiran dan rasa
ketidakjadian serta akhir segala yang ada, baik kecil maupun besar (di
dunia). Semua telah diajarkan olehnya. Itu diberitahukan secara rahasia
pengetahuan menuju jalan kebenaran, akan membuat perjalanan selamat,
dijalaninya, yang bertapa di kerajaan, menjadi pertapa di hutan dan
gunung. Lagi pula tata cara <i>catur asrama</i> diberitahukannya, seperti :<i>Agrahastana, Awanapastra, Abiksukana, dan<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">32b. <i>Brahmacarina</i>. Artinya : <i>Agrahastana</i> artinya “Pendeta yang beristri beranak dan bercucu.” <i>Wanapastra</i> artinya “bertempat tinggal di tengah hutan lebat,”<i> wana </i>artinya “hutan”, <i>patra</i>artinya
“daun-daunan”, dan “rumput.” Berhenti makan apabila tidak dapat memetik
rumput dan daun (di sana) di pertapanya. Baik hidup maupun mati tidak
berpindah dari tempat itu.<i>Biksuka</i> artinya “pendeta yang
sejahtera,” berwenang membunuh, berwenang memiliki hamba sahaya
secukupnya, beristri dan berhubungan seksual, tidak akan dihukum oleh
Sang Raja, sebab telah pada tempatnya demikian. <i>Brahmacariya</i>namanya itu <i>Catur Beda</i>, yaitu <i>Suklabramacari, tan trěsnabrahmacari, swalabramacari, </i>dan<i> bramacari těměn.</i>Yang disebut <i>Suklabramacari </i>adalah orang (yang) bertapa, belum mengetahui rasa nasi dan daging, rasa hubungan suami</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">33a. istri belum tahu. Menjadi pertapa terus dari kecil, itu namanya<i>sukla bramacarya</i>. Yang disebut <i>tan trěsnabrahmacari</i>memiliki
budi pikiran (tidak) bohong merusakkan dharma, yaitu mendapatkan ajaran
mulia, dan merasakan makna sepatah atau dua patah kata, lalu merasa
banyak olehnya. Akhirnya, meninggalkan asalnya, anak, dan istrinya tanpa
alasan, lalu belajar. Itu namanya <i>tan trěsnabrahmacari. Swalabramacari </i>itu
namanya, ialah terjadi perselisihan dengan istrinya, menimbulkan rasa
malu, lebih-lebih jika disuruh berperang oleh Tuannya. Dia tidak
berhasil malu, lalu bertapa. <i>Bramacari těměn </i>itu namanya, setiap
pendeta yang nyata tahu rasa semua dan mengetahui seluk beluk alam
semesta. Tempatnya, (seperti) jika telah sempurna mantera. Habis dharma
semua, yaitu<i>bramacari těměn </i>namanya. Itu <i>catur asrama</i> namanya. Kedudukan Sang Pendeta</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">33b. masing-masing. Ingatlah itu
jangan lupa (dengan) kamu, anakku Sang Raja, tapamu di istana. Janganlah
tidak mengikuti prilaku masa lalu, jangan ada yang mengurangi dan
menambah warna putih dunia. Yang ada pada waktu dahulu hendaklah ada
pada waktu sekarang, yang tidak ada pada waktu dahulu hendaklah tidak
ada pada waktu sekarang. Yan gmendalam dijumpai juga olehmu memandang,
turuti (lah) olehmu. Janganlah engkau tidak perhatikan rakyatmu itu. Ada
yang disebut <i>Dewasasana, Rajasasana, Rajaniti, Rajakapa-kapa, Manusasana, Siwasasana, Rěsisasana</i> dan<i> Adigama.</i> Itulah
hendaknya agar senang hati olehmu, enaklah dinikmati di dunia
menyakrawati, bukan saja di pulau Jawa di sini, tetapi juga termasuk
berkuasa di Nusantara. Senang pikiran seluruh dunia olehmu, sebab engkau
telah mempunyai watak Sang Hyang Dharma, mengetahui rahasia hidup dan
mati, telah mengetahui surga dan neraka.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">34a. Waspada dengan
keberhasilanmu. Kamu tahu seluk-beluk dunia dan tata tertib dunia. Tidak
ada yang patut dikhawatirkan di dunia, ingatlah pemberitahuanku, Sang
Raja, jangan lupa.” Berkatalah Sang Raja kepada Sang Pendeta, “Mohon
pamit putra Tuan Hamba Sang Pendeta atas nasihat Sang Pendeta.” Habis
ajaran yang diberikan oleh Sang Pendeta, sangat sayang Sang Pendeta
terhadap putra Sang Pendeta. Terang benderang rasa pikiran putra Sang
Pendeta begitu diterangi pleh ucapan Sang Pendeta budiman. Setelah itu
bubar upacara Sang Raja. Ia yang dipuja oleh orang-orang di seluruh
pertapaan. Mereka diberi makanan. Tidak ada kekurangannya, berbagai isi
lautan dan gunung ada di sana. Sang Raja bersama istri menghadap beliau,
tidak disebutkan macam perintah yang berupa larangan, dan temannya
menjadi pandu. Semua</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">34b. turut bersama menghadap di
sana. Senang tertawa-tawa, mereka bercerita panjang lebar. Setelah malam
mereka menginap di balai-balai, di tempat bermalam Sang Pendeta.
Keesokan hari beliau minta pamit kepada putranya. Berkatalah beliau Sang
Pendeta kepada Sang Raja, “Ayah ingin pamit anakku, Sang Raja. Saya
akan pulang ke asrama.” Berkatalah Sang Raja, ”Tuanku yang mulia, orang
tua raja pulang ke asrama, sekarang putra Sang Pendeta akan memberi upah
kepada Sang Pendeta.” Sang Raja berkata meneruskan, hendak mengutus
Apatih dan Ken Kanuruhan, agar mengiringi Sang Pendeta yang akan pulang
ke asramanya. Semuanya menyiapkan kereta gajah dan kuda diberikanlah
kepada sang Pendeta oleh Sang Raja, dan uang 50.000, 50 perangkat
pakaian, emas dan permata serba banyak, juga pengikut pekerja sawah
seratus orang, pemahat seratus orang, kerbau dan sapi, pekerja</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">35a. banyak, akan diserahkan
kepada Sang Pendeta. Sang Pendeta berkata, “Saya terima pemberian Anda,
Sang Raja. Ada lagi pesan saya kepada Anda, janganlah tidak belas
kasihan kepada yang kasihan, terutama kepada segenap Pendeta yang hina,
janganlah Anda tidak memuliakan.” Sang Raja menghormat kepada Sang
Pendeta, lalu mengusap debu kaki Sang Pendeta Baradah, diletakkan di
ubun-ubun Sang Raja, berdua dengan permaisurinya. Sang Pendeta berkata
lagi, :Ya, tinggallah putraku semoga Anda selamat, janganlah tidak ingat
akan semua nasihat saya. Siang dan malam hendaklah diperhatikan.” Sang
Pendeta segera pergi. Dia mengendarai kereta diiringi oleh Rakryan
Apatih, Kanuruhan, dan Tumenggung. Tidak diceritakan beliau di jalan,
cepatlah perjalanan Sang Pendeta. Tidak diceritakan petani-petani yang
dilewatinya, semua heran terhadap Sang Pendeta, karena beliau sangat
sakti, tidak ada</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">35b. bandingannya. Beliau segera
datang di asrama Semasana. Ken Apatih segera pamit menghormat kepada
beliau, juga Kanuruhan dan Tumenggung. Mereka (bersama) kembali ke
kerajaan. Tidak diceritakan Ken Apatih, Ken Kanuruhan dan Tumenggung.
Mereka telah pergi dari asrama. Diceritakan Sang Pendeta, beliau
disongsong oleh putrinya, bernama Wedawati. Beliau dijemput di pintu
gerbang, sama senang perasaan Sang Pendeta dan putrinya. Segera bersama
masuk ke dalam asrama. Tidak diceritakan Sang Pendeta, telah ada di
asramanya. Diceritakan tingkah laku beliau Sri Raja, ketika ada di
kerajaannya. Senang, sejahtera dan bahagia hatinya. Enaklah seluruh
dunia ketika masa pemerintahannya, karena kesusahan tidak ada. Adapun
jalan dibuka di tempat yang tertutup sulit didatangi, di tempat
penyamun, dan di tempat perampokan. (Di situ) ditempatkan orang-orang
dan dijadikan desa. Jalan-jalan menuju tegalan, hutannya memanjang
kejauhan dari utara ke selatan, barat dan timur, menyebabkan orang-orang</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">36a. melewati jalan. Di tempat itu disuruhnya menanami beringin dan pohon bodhi, ambulu (<i>Ficus infectoria),</i> dijajar-jajarkannya,
sehingga teduhlah tempat-tempat orang lewat. Tidak diceritakan
orang-orang Nusantara, semua percaya mengabdi kepada Sang Raja. (Daerah)
seberang, Malayu, Palembang, Jambi, Malaka, Singapura, Patani (daerah
di Semenanjung Malaka), Pahang (daerah di Semenanjung Malaka), Siyam,
Cempa (daerah di Kamboja), Cina, Koci (daerah di Vietnam), Keling
(daerah di Selat Malaka), Tatar (bangsa Tatar di Cina), Pego (daerah di
Birma), sampah Kedah (daerah di Semenanjung Melayu), Kutawaringin (di
Kalimantan), Kate (Kutai), Bangka, Sunda, Madura, dan Kangayan (pulau
Kangayan). Makasar (daerah di Sulawesi), Seram (di Maluku), Goran (di
Maluku), Pandan, Peleke, Moloko (Maluku), Bolo (Pulau Buru atau kerajaan
Telo di Sulawesi), Dompo (Dompu), Bima (di Sumbawa), Timur (Timor),
Sasak (Lombok), dam Sambawa (Sumbawa). Sekian jumlah Nusantara itu yang
menyerahkan upeti kepada Sang Raja. Beliau yang bernama Jatiningrat dan
Maharaja Erlangga nama nobatnya. Adapun para Brahmana, Buhjangga, beliau
para Rsi, semua menduduki tempatnya masing-masing, ada di kerajaan dan
ada di asramanya. Senanglah semuanya</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">36b. sampai para petani. Tidak
henti-hentinya turun hujan, berhasil panennya, murahlah segala yang
dimakan. Rakyatnya semua tertib mengikuti tata cara lama. Adapun putra
beliau dua orang, sama muda dan tampan rupanya. Beliaulah yang akan
diangkat menjadi raja, tetapai Sang Raja sedang bingung mengenai tempat
pengangkatannya. Seorang (ingin) akan diangkat (raja) di Nusantara
seorang, yan gsatu lagi diangkat raja di Pulau Jawa. Sang Raja sedang
khawatir pikirannya. Apa sebabnya begitu? Sebab putranya itu masih muda
tidak tahu memerintah negara. Jika kurang dana, akhirnya tidak memiliki
rakyat di kemudian hari. Itulah sebabnya tidak diberikan akan memerintah
jauh. Namun, maksud Sang Rja, hendak mengangkat raja di Bali seorang
dan di Jawa seorang, sebab di Bali dekat sama seperti masih di Pulau
Jawa. Lalu Sang Raja keluar dihadap oleh rakyat banyak diam membungkam.
Sang Raja segera berkata, memberitahukan hal (kepada) para mentrinya
semua. Di sana Patih,</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">37a. Kanuruhan dan para
menterinya, termasuk pula para Brahmana, Buhjangga, dan Rsi. Sang Raja
berkata, “Keinginan saya, Patih, sekalian para Menteri saya (semua),
serta Kanuruhan semua. Ada beliau Brahmana, Buhjangga dan Rsi. Saya akan
mengangkat raja putra saya, di Bali seorang dan di Jawa seorang.
Bagaimanakah menurut perasaan kalian? Saya juga akan menyuruh datang
menuju Semasana di Buh Citra, minta pertimbangan Tuan Hamba Sang
Pendeta, nasihat suci untuk saya.” Ken Apatih dan para Menteri
berkata, terutama Sang Mahawidja, semua setuju dan menurut, jika
memberitahukan kepada Sang Pendeta. Sang Raja berkata lagi, akan
mengutus Kanuruhan pergi ke asrama. Ken Kanuruhan minta diri dan
menyembah di hadapan Sang Raja. Segera berjalan, Ken Kanuruhan naik di
kereta.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">37b. Lepaslah perjalanan
Kanuruhan, diikuti oleh pengiringnya. Dia segera datang di asrama.
Turunlah Ken Kanuruhan dari kereta, masuk ke dalam gapura, bertemu
dengan Sang Pendeta yang sedang dihadap oleh muridnya semua. Dia menyapa
Ken Kanuruhan, “Om-om, Ken Kanuruhan, bahagia kamu. Apakah tujuan
menghadapku datang ke asrama?” Ken Kanuruhan berkata, “Ken Kanuruhan
diutus oleh putra Tuan Hamba, disuruh agar menanyakan kepada Sang
Pendeta, oleh karena putra anak Tuanku, Tuan Hamba yang dua orang itu,
akan diangkat raja di Bali seorang, raja di Jawa seorang. Demikian
pertanyaan anak Tuan Hamba ke hadapan Sang Pendeta. Nasihat Sang Pendeta
akan dituruti oleh anak Sang Pendetea.” Berkatalah Sang Bijaksana,
“Jika benar demikian keinginan</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">38a. Sang Raja, tidak dapatlah
jika demikian, sebab di Bali itu, sungguh tidak ada raja memerintah
sekarang, tetapi ada beliau Sang Pendeta, tinggal di sana di asrama Desa
Silayukti. (Dia) sesungguhnya lebih tua dari saya. Beliau sangat sakti,
luar biasa tidak ada bandingannya. Itulah yang barangkali beliau tidak
suka, sebab tidak terhingga saktinya. Sang Pendeta Kuturan namanya. Saya
akan datang ke Bali terlebih dahulu, akan mendatangi Sang Pendeta di
Sukti, meminta anugrah Sang Pendeta. Kamu Ken Kanuruhan pulanglah ke
kerajaan, beritahukanlah kepada Sang Raja semua perkataan saya denganmu.
Apabila saya datang dari Bali, saya akan menuju ke kerajaan untuk
menghadap putraku, akan memberitahukan hasil perjalanan saya datang dari
Bali.” Ken Kanuruhan minta pamit menyembah di kaki Sang Pendeta.
Pulanglah dia ke kerajaan. Berangkatlah ia dari</span></div>
<br />
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">38b. asrama. Tidak diceritakan di
jalan. Ia segera datang di kerajaan, hendak memberitahukan kepada Sang
Raja semua pesan Sang Pendeta. Tidak diceritakan Sang Kanuruhan, telah
melaporkan kepada Sang Raja. Berkatalah Sang Pendeta Baradah memberikan
perintah kepada putrinya bernama Wedawati, “E, putriku Wedawati,
janganlah kamu tergesa-gesa moksa dahulu sampai saya datang dari Bali,
lagi pula pekerjaan saya belum selesa, kelak engkau bersama saya.”
Putrinya menyetujui (akan) ucapan Sang Pendeta. Lalu Sang Pendeta
Baradah berangkat menuju Bali, tujuannya datang di Asrama Sukti. Adapun
desa-desa yang dilewati dari asrama di Semasana Lemah Tulis, yaitu di
Watulambi, di Sangkan, Banasara, di Japana, Pandawan, Bubur Mirah,
melewati Desa Campaluk, Kandikawari, di Kuti dan Koti. DI sana beliau
bermalam semalam. Esok hari beliau berjalan lagi</span></div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-80778124395131424492016-05-07T16:51:00.002-07:002016-05-07T16:51:58.445-07:00LONTAR CALONARANG BAGIAN IV<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-pC_s_fOdlGQ/Vy5_dWam1PI/AAAAAAAAEko/H9ovZyid5AkFvsNwUO8Fiyv_aQvxdq-VwCLcB/s1600/20-Calonarang-Wayan-Lanus.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="262" src="https://2.bp.blogspot.com/-pC_s_fOdlGQ/Vy5_dWam1PI/AAAAAAAAEko/H9ovZyid5AkFvsNwUO8Fiyv_aQvxdq-VwCLcB/s400/20-Calonarang-Wayan-Lanus.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">23b. Jika demikian ruwatlah saya
Sang Pendeta. Belas kasihan berbesan saya.” Sang Pendeta berkata, “Saya
tidak dapat meruwatmu sekarang.” Lalu Sang Calon Arang berkata marah,
mukanya merah karena geramnya, akibat ditolak Sang Pendeta. “Itulah
tujuan saya berbesan dengan kau. Saya ingin bersih dari mala. Kau
menolak meruwat saya. Ya sekaligus biarlah saya akan mati dengan
malapatekan dan kehancuran. Singkatnya akan saya sihir Resi Baradah.”
Kemudian Calon Arang menari, membalikkan rambut di atas kepala, matanya
melirik-lirik, bagaikan mata macan yang hendak menerkam orang. Kedua
tangan menuding Sang Pendeta. “Matilah engkau sekarang olehku Pendeta
Baradah, barangkali engkau tidak mengenal besan. Ini pohon beringin
besar, hendak saya sihir. Lihat olehmu Mpu Baradah.” Segera hancur pohon
beringin</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">24a. besar itu sampai
akar-akarnya, akibat tatapan mata yang sangat sakti Calon Arang. Lalu
Sang Mahamuni Baradah berkata, “Hai, Besan, keluarkan lagi sihirmu yang
lebih sakti, masa saya heran.” Lalu olehnya dipercepat menyihir. Keluar
api menyala berkobar-kobar, bagaikan bunyi guntur membakar semua
tumbuhan, keluar dari mata, hidung, telinga dan mulut. (Api) menyala
berkobar membakar badan Sang Pendeta. Tidak terganggulah Sang Pendeta,
beliau enak olehnya memegang kehidupan di seluruh dunia. Sang Pendeta
berkata, “Saya tidak mati kau sihir, Besan. Aku ambil nyawamu, semoga
kamu mati di tempatmy berdiri itu.” Setelah itu Sang Pendeta mengenakan<i>astacapala</i>.
Sang Calon Arang mati seketika, di tempat berdirinya itu juga. Mpu
Baradah menjadi berpikir dalam hati. “Aduh, saya belum memberitahukan</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">24b. jalan kebebasan kepada
Besan. Semogalah kau besan hidup seperti semula lagi.” Calon Arang hidup
kembali. Kemudian Calon Arang marah mencaci maki. Ucapnya, “Saya telah
mati, mengapa saya kau hidupkan kembali?” Sang Pendeta menjawab dengan
tenang, “Hai Besan, tujuan saya menghidupkan engkau kembali, saya belum
memberitahukan kelepasanmu serta menunjukkan jalan sorgamu dan
menghapuskan nodamu itu, termasuk engkau belum mengetahui kesempurnaan
ilmu.” Berkatalah Calon Arang, “Aduhai, itulah yang dimaksud sekarang.
Nah, Syukurlah apabila ada belas kasih sayang Sang Pendeta kepada saya
untuk melepaskan hamba dari dosa. Saya (hendak) menyembah di kaki Sang
Pendeta sekarang, yang dengan perlahat-lahan hendak meruwat saya.” Lalu
Calon Arang menyembah kepada kaki Sang Pendeta. Maka ditunjukkan
kelepasannya, dan akan ditunjukkan jalan ke surga, serta seluk beluk
kehidupan.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">25a. Setelah ia diberitahukan
seluk beluk kematian oleh Sang Sri Yogiswara Baradah, senang, enak,
lega, bebas, dan lepas hati Sang Calon Arang, tidak cenderung (berbuat)
caranya semula, hanya nasihat Sang Pendeta yang dipegangnya. Nasihat
utama telah didengarkan semua dan diresapi olehnya. Lalu Sang Calon
Arang minta diri, menyembah dengan hormat pada telapak kaki Sang
Pendeta. Sang Pendeta berkata, “Nah, pergi lepas kamu kembali semula
telah diruwat Besan.” Demikianlah, akhirnya Calon Arang mati, berhasil
diruwat, ia menghilang juga. Lalu mayat Calon Arang dibakar oleh Sang
Pendeta, telah lebur menjadi abu tidak tersisa. Tidak disebutkan lagi.
Kini Si Weksirsa dan Mahisawadana sama mendapatkan didikan (brahmana),
minta dijadikan wiku oleh Sang Pendeta. Apakah sebabnya demikian? Sebab
tidak mampu turut diruwat</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">25b. bersama janda di Girah.
Mereka berdua dijakan wiku oleh Sang Pendeta. Tidak disebutkan Calon
Arang. Sang Pendeta ingin pergi ke Girah mengunjungi Mpu Bahula, hendak
memberitahukan bahwa Calon Arang telah meninggal. Sang Pendeta segera
datang ke Girah, masuk ke kabuyutan orang Girah. Orang memberitahu Mpu
Bahula, bahwa Sang Pendeta datang. Mpu Bahula segera menyongsong
(kepada) Sang Pendeta, menghormat dan menyembah di telapak kaki Sang
Pendeta, debu yang ada di kaki Sang Pendeta yang bebas dari nafsu,
dijilati dijadikan sumber penghidupan dan ditempatkan di ubun-ubun oleh
Mpu Bahula. Sang Pendeta berkata, “Hai Mpu Bahula, sya memberitahukan
kepadamu, besanku Calon Arang telah meninggal. Sempurna lenyap teruwat
dari mala olehku. Sekarang begini kehendak saya, pergilah engkau ke
kerajaan, agar memberitahukan kepada Sang Raja bahwa Calon Arang telah
mati. Si Weksirsa</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">26a. dan Mahisawadana telah
menerima ajaran yang baik dan pengawasan Pendeta. Keduanya akan mengabdi
padaku. Beritahukanlah bahwa saya ada di sini.” Segera minta pamit
menghormatlah Mpu Bahula di hadapan Sang Pendeta. Pergilah dia ke
kerajaan. Tidak diceritakan perjalanan Mpu Bahula, segera datanglah dia
di kerajaan. Dijumpainya Sang Raja sedang di penghadapan, tenang di
tempat persidangan, (dihadiri) Para Adipati, Patih Amangkubumi, Resi,
Bujangga Siwa, dan Brahmana. Tidak terkira jumlahnya (dari) para satria
utama. Seluruh upacara sama indah dilihat, disertai tempayan logam dan
keris, dan bermacam-macam pandan. Setelah datang Mpu Bahula bagaikan
menerangi (Sang Pendeta) di Manguntur. Orang-orang serentak tercengang
di tempat pertemuan. Segera menghadap dekat, Mpu Bahula berkata.
Ucapnya, “Tuanku penguasa dunia, Mpu Bahula memberitahukan kepada
Tuanku, Calon Arang sudah mati oelh</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">26b. Sang Pendeta. Si Weksirsa
dan Mahisawadana telah menerima pengakuan suci Sang Pendeta,
bersama-sama mohon dan menjunjung Tuan Hamba Sang Pendeta. Sang Pendeta
sekarang ada di Girah.” Sang Raja bersabda, “Hai, bahagialah jika
seperti pemberitahuanmu Mpu Bahula. Aku menjadi senang sesuai dengan
ucapmu apabila Sang Pendeta berada di Girah. Hai, Patih Darmamurti,
siagakan keretamu dan gajah. Saya akan bersiap-siap mendatangi Sang
Pendeta disertai permaisuri ikut ke Girah.” Orang-orang seluruh kerajaan
berbondong-bondong, berdengung dan bergemuruh suara bunyi-bunyian, gong
nyanyian, curing bersamaan tanpa didengarkan. Ringkik kuda, kibaran
bendera, hentakan kaki orang berjalan bagaikan belah dunia. Jalannya</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">27a. prajurit sesak berdesakan
memenuhi jalan tanpa henti-hentinya bagaikan laron keluar dari
sarangnya. Tidak diceritakan perjalanan Sang Raja di jalan, dengan semua
upacara peninjauan. Samar-samar memakai perisai bersama temannya. Ada
yang naik kereta, yang lain tanpa dirasakan berjalan kaki, yang lainnya
bersenda gurau, perbuatannya hiruk pikuk. Sang Raja segera tiba di
Girah. Tidak diceritakah orang-orang yang menyaksikan. Ada yang
menonton, ada tanpa pakaian, dan rambut terurai. Ada yang kehilangan
kain tidak diperhatikan karena besar keinginannya hendak melihat. Ada
lagi yang berlari jatuh ke tanah. Akhirnya langsung datang di tempat
Sang Pendeta Baradah di kabuyutan orang-orang Girah. Setelah datang
Maharaja Erlangga ke sana, Sang Pendeta menyambut hormat kepada Sang
Raja. Katanya, “Om-om Tuanku Paduka Raja, bahagialah apabila mengunjungi
hamba. Segeralah Sang Raja menyucikan orang-orang yang sakit.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">27b. Nah, silakan duduk bersama
di sini Sang Penguasa Negara! Saya akan menceritakan tentang kematian
Sang Calon Arang. Si Weksirsa dan Mahisawadana (mereka) telah menerima
ajaran yang baik, ikut membebaskan diri dengan saya”. Sang Raja berkata,
“Bahagialah saya, apabila Calon Arang mati. Sangat senang hati saya.
Telah hilanglah sekarang noda dunia, yang membuat kekotoran seluruh
dunia dan ketakutan dunia. Dapat dikatakan bagaikan tanaman merambat,
gulma, dan benalu, pada bulan ketiga, debu berterbangan oleh putaran
angin berkisaran, kering daunnya jatuh runtuh ke bumi, minta hujan tidak
ada. Begitulah persamaannya dengan negara, telah rusak tidak tahu
menumbuhkannya. Negara tidak bersinar oleh perbuatan Calon Arang,
minta-minta hidup tidak ada. Sekarang setelah Sang Pendeta terhormat
datang di Girah di sini, bagaikan tanaman merambat mengharapkan
datangnya bulan <i>Kartika</i> (Oktober-November), oleh karena Tuan
hamba seperti meneteskan air suci Gangga, (dan) air penghidupan. Tidak
akan disangka hidup kembali</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">28a. kerajaan oleh Sang Pendeta.
Sekarang begini Tuanku, berapakah hutang saya kepada Tuan Hamba Pendeta
yang terhormat, besar tidak dapat dipeluk, panjang tidak dapat diukur
dengan depa. Tidak dapat saya jawab, tetapi saya akan membalas
sedapat-dapatnya nanti kepada Sang Pendeta terhormat, karena tidak
terhitung besar hutang saya.” Berkatalah Sang Pendeta, “Hai, tanpa
alasan ucapan Sang Raja yang demikian. Saya belum membersihkan muntah
Calon Arang. Setelah dia mati saya ingin membuat upacara pembersihan
lagi. “Setan Banaspati” kotor Calon Arang, akan dicandikan di Girah dan
disucikannya, supaya dipuja orang-orang Girah, disebutlah Rabut Girah.
Tidak ada yang hendak merusak lagi, kerajaan itu hingga daerah
pinggiran, sebab Rabut Girah sudah aman.” Sang Raja menyetujui hal itu,
atas perintah Sang Pendeta.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">28b. Sang Pendeta berkata lagi,
“Hai, Sang Raja silahkan pulang saja dahulu ke kerajaan. Saya sedang
membersihkan mala yang dibuat Calon Arang. Apabila saya telah selesai
membersihkan Rabut Girah ini, saya datang ke pusat kerajaan,mengikuti
Sang Raja.” Raja Erlanggya berkata, “Hai, sesuai dengan ucapan begitu,
sekaranglah Tuan menyelesaikan.” Kata Sang Pendeta, “Apabila ada berat
ringan, sekaranglah cucu Tuanku Sang Pendeta ingin pamit, akan pulang
dahulu ke kerajaan cucu Tuanku. Pun Kanuruhan biarlah tinggal di sini
untuk mengiringkan Sang Pendeta pergi ke istana kerajaan.” Kemudian Sang
Raja pulang segera, diikuti oleh pasukannya. Beliau tidak diceritakan
dalam perjalanan, segera sampai di keraton. Diceritakan Sang Pendeta
Baradah ada di Girah menyucikan mala Calon Arang, (atas) biaya dari Sang
Raja. Ken Kanuruhan membantu pekerjaan Sang Pendeta, lengkap dengan
saji-sajian.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">29a. Setelah selesai membersihkan
mala, jadilah dinamai Rabut Girah, menjadi tempa suci orang-orang Girah
sampai sekarang. Dipuja dan dihormatinya. Sang Pendeta mengakhiri
pekerjaannya. Segera pergilah beliau naik kereta tandu. Ken Kanuruhan
naik kuda akan mengikuti perjalanan Sang Pendeta menuju ke kerajaan.
Tidak ketinggalah Mpu Bahula menunggang kuda merah. Tidak diceritakan
beliau di jalan, segera sampai di kerajaan. Sang Raja ingat bahwa Sang
Pendeta datang. Sang Raja Erlangga segera keluar dari istana, menjemput
Sang Pendeta Baradah, sampai di luar kota di alun-alun. Ribut oleh suara
musik, gong, alat musik pereret bersama-sama. Demikianlah Sang Pendeta
diperlakukan oleh Sang Raja. Sang Raja segera turun dari kendaraan, lalu
akan menyerta Sang Pendeta menuju keraton. Kemudian dipersilahkan duduk
Sang</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">29b. Resi di balai gading. Adapun
Sang Raja duduk di balai samping. Lalu Sang Raja berkata,
memberitahukan kepada Sang Pendeta, “Tuanku, segala ucapan Raja
Erlangga, hendaklah diterima di hadapan Tuan Sang Pendeta. Sekarang ini
kerajaan telah aman oleh Sang Pendeta. Sekarang keinginan cucu Tuanku
ingin mengikuti Pendeta yang mulia, minta belas kasih Sang Pendeta. Akan
turut mempelajari Sang Hyang Dharma, minta menerima ajaran yang baik
seorang pendeta menlepaskan pikiran hina, memahami ajaran hukum. Pikiran
jahat, perbuatan zina larangan dunia, rakus, hilang kesadaran, loba,
hilang kontrol diri, <i>creyan,</i> cinta yang besar, sedih, berteman,
bijaksana pikiran kuat oleh cucu Tuanku. Setelah menjadi raja berkuasa,
senang memberi anugerah berlebih-lebihan dalam lahir, kaya segalanya
serba banyak. Tidak disebutkan permata kemuliaan kerajaan, ada di dalam
keraton. Adapun keinginan saya sekarang hendak mengetahui seluk beluk
berguru, agar merasakan</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">30a. Sang Hyang Dharma.
Mengetahui jalan kematian dan yang dituju. Mengetahui isi surga dan
neraka, keluar masuknya dunia besar dan dunia kecil. Mengetahui jalan
utama, jalan lurus, dan cabang-cabangnya, yang patut diketahui oleh
(orang) yang telah sempurna, dan dijumpai oleh orang yang berjalan di
sana.” Demikian ucapan Maharaja Erlangga kepada Sang Pendeta. Sang
Pendeta Baradah pun berkata, “Aduh ucapan Sang Raja sangat baik, sangat
benar sesuai dengan dunia apabila demikian. Anda hendaklah memegang
teguh Sang Hyang Dharma dan mengubah budi jahat. Tidak sedikit nyata
benar permata kerajaan.” Sang Raja berkata lagi, menanyakan pembayaran
upacara. “Tuanku, berapakah besar pembayaran upacara itu, yang harus
diserahkan kepada Tuan? Adapun perak, beritahukan juga kepada saya,
tentang nista madia dan utama pembayaran upacara itu.” Sang Pendeta
berkata, “Wahai, kalau demikian permintaan Sang Raja, masalah besarnya
bantuan biaya itu, walaupun tanpa biaya,</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">30b. apabila sungguh-sungguh
memelihara kelangsungan pendidikan, sama pula dengan besarnya biaya.
Dalam hal biaya apabila tidak kuat dan sungguh-sungguh terhadap Sang
Guru, sama dengan tanpa biaya, tidak ternilai kesungguhan itu seperti
akan mengantarkan dari tempat ini. Saya memberitahukan tentang biaya dan
bermacam-macam biaya itu sekarang. Yang disebut perak sedunia, itulah
pembuka kata namanya. Yang disebut<i>baturing sasari</i>, yang terkecil
1600. Yang menengah 4000, yang utama 8000, yang paling utama 80.000.
Itulah besar kecil upah. Kendati demikian jika tidak bersungguh-sungguh
dalam berguru, sama dengan tanpa pembayaran. Sungguh-sungguh dan teguh
itu menjadi upah juga. Berat dan tidak berat (ringan), sulit, tidak ada
hujan dan panas, apabila diutus oleh guru dilaksanakan juga. Tidak
pantas membantah perintah, itu sebagai upah. (Disebut) utama apabila
besar upah, juga (orang) bersungguh-sungguh, lagipula tidak membantah
perintah. Amat utama jika ada orang seperti</span></div>
<br />
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">31a. demikian. Demikian pula sang
Raja, apabila rencana membuat tapa, menurut keinginan Sang Raja dalam
menentukan upah. Saya tidak berhak memastikan itu.” Berkatalah Sang Sri
Raja, “Delapan ribu itu Tuanku, dijalankan oleh anak Tuan, akan
diserahkan kepada Sang Pendeta.” Sang Pendeta berkata, “Ya, saya akan
menerima ucapan Sang Raja. Saya akan memberitahukan sifat bunga-bunga,
tidak ada beringin yang tidak sakti pohonnya, sirih 27 dan kapur,
ditempatkan pada mangkuk berlalpis emas. Puncaknya batu permata mirah,
bunga-bungaan uraiannya emas dan perak bersinar lembut. Itu ditempa
dengan tipis dan gunting, biji mirah seadanya. Adapun Tuanku (sangat)
tersesat dalam bertapa, di mana pun Anda datang akhirnya mulainya bumi,
serta dipuja-puja oleh seluruh dunia. Sejak dahulu orang-orang di pulau
lain berbakti, menghormat kepada Anda.” Sang Raja membenarkan, ucapan
Sang Pendeta. Beliau segera mengutus (untuk) mempersiapkan bunga, bunga
urai, dan biji tabur, sebagai persiapan awal.</span></div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-15447339243287404442016-05-07T16:40:00.000-07:002016-05-07T16:40:07.785-07:00LONTAR CALONARANG BAGIAN III<br />
<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-k7nSTYw7COY/Vy58qcezYMI/AAAAAAAAEkc/h3FZsvzV5FIWLUnsbViGsJ9tQSCnzadvACLcB/s1600/20-Calonarang-Wayan-Lanus.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="262" src="https://1.bp.blogspot.com/-k7nSTYw7COY/Vy58qcezYMI/AAAAAAAAEkc/h3FZsvzV5FIWLUnsbViGsJ9tQSCnzadvACLcB/s400/20-Calonarang-Wayan-Lanus.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">15b. Demikianlah pesan yang
diberikan oleh Pendeta di Buh Citra. Jika diminta uang maharnya, berapa
pun permintaan Sang Calon Arang, hendaklah dipenuhi saja oleh Tuanku
Raja. Jika mereka telah sehati Mpu Bahula dengan Ratna Manggali nanti,
pada waktu itulah Sang Pendeta hendak mengunjungi Mpu Bahula”. Sang Raja
lalu berkata, “Saya menyetujui ucapmu Kanuruhan. Baiklah engkau
antarkan Mpu Bahula ke Girah, disertai oleh kawan-kawanmu Kanuruhan!”
Tidak diceritakan mereka di perjalanan. Ia segera tiba di Girah. Mereka
masuk di perkarangan rumah Calon Arang. Mpu Bahula duduk di kursi tamu
di sana. Tiba-tiba keluarlah</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">16a. Calon Arang. Segera
menyambut tamu itu dan menyapanya. Ucapnya, “Om-om, bahagia engkau anak
laki-laki, yang menjadi tamuku. Dari manakah asal Anda? Lagi pula hendak
ke manakah Anda? Wajah penampilanmu sangat tampan seperti bukanlah
keturunan orang hina. Saya bertanya kepada tamu ini (karena) tidak
mengenalnya.” Mpu Bahula turun dari tempat duduk dan melepaskan ujung
kain bawah. Lalu katanya perlahan, “Sungguh-sungguh Paduka sangat
bijaksana dalam sastra dan agama, bagaikan meneteskan gula madu dari
mulut Paduka. Semogalah tidak salah penerimaan yang Anda berikan yang
membahagiakan diri hamba. Baiklah saya berterima kasih kepada Anda yang
membahagiakan diri hamba, kepada Tuanku.” Janda Girah berkata, “Baiklah
anak laki-laki marilah kita duduk di rumah dahulu.” Mpu Bahula duduk
bersama Sang Calon Arang. Berkatalah</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">16b. Mpu Bahula, “Saya hendak
mohon perkenan Tuan rumah, minta agar memberikan belas kasih kepada
hamba. Tujuan hamba hendak melamar putri Tuanku, bernama Ratna Manggali.
Barangkali saya tidak mengetahui isi hati Tuanku. Tentang tempat asal
hamba, hamba bujangga dari Gangga Citra, anak Maha Pendeta di Lemah
Tulis. Saya bernama Mpu Bahula. San Pendeta menyuruh supaya melamar
putri Tuanku, Si Ratna Manggali. Tidaklah salah Tuanku berbesan dengan
Sang Pendeta.” Randa diam, lalu berpikir di dalam hati. Dia sangat
senang bermenantukan Mpu Bahula,, lebih lagi mempunyai besan Sang
Pendeta, sangat senang rasa hati Calon Arang. Kemudian dia berkata,
“Mengapa saya tidak senang, apabila Mpu Bahula hendak melamar anakku,
seperti perintah Sang Pendeta?</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">17a. Namun, janganlah tidak
sungguh-sungguh kamu dengan Ratna Manggali.” Mpu Bahula berkata,
“Mengapa saya tidak akan bersungguh-sungguh dengan Manggali? Pun Bahula,
hanya dengan surat (lamaran). Menuruti ucapan Tuanku mengenai uang
maharnya, sepermintaan Tuanku. Saya akan datang menyediakannya.” Calon
Arang berkata, “Hai, laki-laki, bukan tujuan besarnya mahar. Jika kau
mau bersungguh-sungguh saja sesuai dengan harapanku, berapa pemberianmu
kami terima.” Inilah yang diserahkan oleh Mpu (Bahula) : sirih tanda
pertunangan, perak hadiah perkawinan, selendang, permata ratna mutu
manikam yang bersinar. Lalu diterima oleh Calon Arang (saja) pemberian
Mpu Bahula. Panjang apabila diceritakan. Tidak disebutkan siang dan
malam, berhasillah dipertemukan Mpu Bahula dengan Ratna Manggali.
Bahagia perkawinannya saling mencintai, mesra bagaikan dewa dan dewi
siang dan malam. Tidak disebutkan Mpu Bahula.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">17b. Diceritakan Calon Arang jika menjelang malam hari mengambil<i>lipyakara</i>.
Setelah pustaka itu diambil, ia segera pergi menuju ke kuburan.
Kembalinya dari kuburan itu, sekitar tengah malam. Demikianlah beliau
terus menerus. Mpu Bahula berkata kepada Sang Manggali, “Dinda, adikku
tercinta, mengapakah ibu selalu pergi pada malam hari? Saya khawatir
Dinda. Keinginan saya hendak mengikutinya, hidup atau pun mati saya akan
bersama dengan ibu. Beritahulah yang sesungguhnya, Adikku! Apakah
sebenarnya pekerjaan ibu, Dinda! Jika beliau sedang demikian, saya amat
khawatir.” Lalu Ratna Manggali berkata kepada suami, “Kakakku akan saya
katakan kepadamu, yang sebenarnya saja. Janganlah kakak mengikutinya
berbuat seperti itu, sebab beliau pergi ke kuburan,</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">18a. akan menjalankan sihir, yang
menyebabkan kerajaan hancur. Itulah yang menyebabkan banyak orang mati,
mayat memenuhi tegal dan kuburan, banyak rumah yang kosong. Begitulah
tujuan ibu.” Mpu Bahula berkata istrinya, “Adikku permata hati yang saya
cintai, yang menjadi permata dunia. Kakakmu ingin tahu dan melihat
anugerah itu, yang dipegang oleh ibu. Saya ingin mempelajarinya.” Ketika
Calon Arang sedang pergi ke kuburan, pustaka itu diberikan oleh Sang
Manggali kepada kakaknya. Lalu dibaca oleh Mpu Bahula, (lalu) hendak
dimintakan izin kepada adiknya, untuk dimohonkan nasihat kepada Sang
Pendeta. Lalu diizinkannya. Mpu Bahula segera pergi menuju Buh Citra.
Tidak diceritakan dalam perjalanan. Ia segera datang di asrama</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">18b. di kuburan itu. Dia langsung
menuju tempat Sang Pendeta. Beliau dijumpai sedang duduk di rumah kecil
dihadap oleh muridnya. Beliau terkejut melihat Mpu Bahula datang
membawa <i>lipyakara</i>. Menyembahlah Mpu Bahula di kaki Sang Pendeta,
lalu menjilati debu yang berada di telapak (kaki) Sang Pendeta
ditempatkannya di ubun-ubun. Senanglah hati Sang Pendeta, melihat
kedatangan muridnya. Berkatalah beliau, “Om-om anakku Mpu Bahula datang.
Kamu membawa pustaka untuk saya. Apakah barang itu milik Calon Arang?”
Mpu Bahula memberitahukan kepada Sang Pendeta, memang benar pustaka itu
milik Calon Arang. Lalu pustaka itu dipegang oleh Sang Pendeta. Sastra
itu berisi hal sangat utama untuk jalan kebaikan, menuju kesempurnaan,
puncak rahasia pengetahuan isi pustaka itu. Mengapakah (pustaka)
diarahkan menuju jalan yang salah oleh Sang</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">19a. Calon Arang, menuju ke kiri,
yaitu menjalankan ilmu sihir, kesengsaraan dunia dipegang. Sang Pendeta
berkata kepada Mpu Bahula, “Kembalilah engkau ke Girah segera, bawa
pustaka olehmu, suruh agar disimpan oleh adikmu Manggali. Saya besok
pagi akan menceritakan kepadamu. Adapun saya melalui desa tempat yang
terkena musibah dan di kuburan batas tegalan. Engkau pergilah
mendahului.” Mpu Bahula lalu minta diri mengusap kaki kepada Sang
Pendeta. Ia berangkat. Tidak diceritakah mengenai Mpu Bahula dan Ratna
Manggali, mereka saling mencitai siang dan malam. Calon Arang sangat
bahagia hatinya, sangat sayang kepada anak dan menantu, membawanya
sampai besok malam, tidak hilang ditanyakannya. Diceritakan Sang Pendeta
di Lemah Tulis.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">19b. Pagi-pagi beliau berangkat
dari asrama, diikuti oleh tiga orang muridnya. Perjalanan Pendeta
Baradah sangat cepat. Tidak diceritakan perjalanannya, beliau segera
datang di desa yang menderita wabah penyakit, jalan sepi rumputnya
lebat. Akhirnya, beliau bertemu dengan orang yang akan menyalakan api,
hendak membakar mayat. Mayat itu didapatkan oleh Sang Pendeta dalam
keadaaan dipeluk oleh istrinya yang menangis. Mayat itu ditutupi dengan
kain berwarna putih. Sang Pendeta berkata, “Hai saya kasihan melihatmu,
menangis memeluk mayat suami. Bukalah olehmu mayat suamimu itu. Saya
akan melihat mayatnya itu.” Mayat itu dibuka, berdenyutlah detak
jantungnya. Dibuka dua kali, bernafaslah. Kira-kira dua kali waktu orang
makan sirih, dapat duduklah orang yang telah mati itu</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">20a. oleh Sang Pendeta. Lalu
berkatalah orang yang telah mati kepada Sang Pendeta, “Tuankau alangkah
besar utang saya kepada Sang Pendeta. Saya tidak dapat membayar utangku
itu kepada Paduka Tuan Hamba.” Berkatalah Sang Yogiswara Baradah, “Hai,
tanpa alasan katamu itu, jangan begitu. Nah tinggallah kau atau kau
pulang ke rumahmu. Aku meneruskan perjalanan.” Sang Pendeta pergi,
bertemulah beliau dengan mayat tiga orang berjajar. Dua mayat masih utuh
satu lagi telah rusak. Mayat itu diperciki air gangga yang suci. Yang
masih utuh, berhasil hidup seperti semula. Beliau segera pergi dari
tempat itu, (beliau) menuju rumah kosong, halamannya sepi, rumputnya
tumbuh subur. Beliau masuk ke dalam rumah, beliau menemukan orang sakit.
Dua orang sudah meninggal. Adapun tetangganya yang lain semuanya sakit.
Yang seorang lagi</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">20b. merintih kesakitan. Yan
gseorang lagi tinggal denyutnya saja. Semua diperciki air suci oleh Sang
Pendeta. Keduanya berhasil hidup kembali, bersama menghormat dan
menyembah di kaki Sang Pendeta. Lalu menjilat debu di telapak kaki Sang
Pendeta. Sang Pendeta Baradah berkata, menyuruh kedua orang muridnya itu
kembali ke pertapaan karena di sana sepi, pertapaannya di Semasana.
Pulanglah kedua muridnya itu. Dia minta diri kepada Sang Pendeta
menghormat. Telah lepaslah perjalanan murid itu, segera sampai
di pertapaan Semasana di Buh Citra. Tidak diceritakan hal itu.
Disebutlah Sang Pendeta, beliau pergi dari tempat itu, ke arah barat
daya, beliau melewati tepi kuburan perbatasan tegalan, rumputnya rimbun,
dan pakis, waduri, dan pepohonan. Serigala meraung memakan bangkai</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">21a. di antara rerumputan pakis.
Burung gagak berbunyi keras berkepanjangan di pohon. Sang Pendeta
Baradah datang ke tempat itu. Anjing diam tidak menggonggong lagi, juga
bunyi burung gagak berhenti, melihat Sang Pendeta dtang, Segala tempat
yang dilewati oleh Sang Jiwatma, yang sedang sakit menjadi segar kembali
seperti semula, yang mati kembali hidup, setelah dilihat Sang Pendeta
di tengah kuburan. Ada seorang wanita dalam keadaan menangis, berlari ke
utara dan ke selatan, tidak tahu akan perbuatannya di jumpai ketika
Sang Pendeta datang. (Ia) mendekat menghormat di kaki Sang Pendeta, lalu
berkata kepada Sang Pendeta, “Tuanku, mohon belas kasihan hamba,
dihadapan Tuan Hamba Sang Pendeta. Hamba ingin mengikuti suami hamba.
Sedih juga hati hamba, anugerahilah pertolongan Tuanku, agar bertemu</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">21b. suami hamba, Tuanku.” Sang
Pendeta berkata, “Tidak kuasa jika demikian. Apabila belum rusak mayat
suamimu, barangkali engkau bertemu lagi dengannya olehku. Mayat itu
telah hancur, engkau tidak bertemu lagi, engkau jumpai bila engkau
mati.. Saya akan menunjukkan jalan ke surga bagimu, dan juga surga bagi
suamimu. Inilah sarana dari saya, terimalah jangan menolak. Juga ada
pesan saya kepadamu, hendaknya kamu ingat, engkau menemukan suamimu.”
Wanita itu menangis menyembah menerima ucapan Sang Pendeta. Tidak
diceritakan wanita itu, ia telah pergi. Diceritakan Sang Pendeta. Lalu
beliau pergi ke tengah kuburan. Dijumpailah si Weksirsa, dan
Mahisawadana, murid Calon Arang itu. Ketika terliahat Sang Pendeta
datang, keduanya mendekat kepada Sang Pendeta, menghormati di kakinya Si
Weksirsa dan Mahisawadana itu. Berkatalah</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">22a. Sang Sri Yogiswara Baradah,
“Hai, siapakah engkau, datang menyembah saya di tengah kuburan ini,
serta dari mana asalmu dan siapakah namamu? Saya tidak mengetahui
engkau, beritahukanlah saya!” Si Weksirsa dan Mahisawadana,
memberitahukan. Ucapnya, “Tuanku, sebenarnya Si Weksirsa dan Si
Mahisawadana menyembah Tuan Hamba Sang Pendeta. Hamba murid beliau Sang
Randeng Girah. Hamba menghormat ke hadapan Pendeta mohon belas kasihan
paduka, mohon agar dibebaskan dari perbuatan yang tidak baik.” Lalu Sang
Yogiswara berkata, “Tidak dapat engkau kuruwat, jika tidak diruwat
Calon Arang lebih dahulu. Berangkatlah engaku menghadap Calon Arang,
beritahukan bahwa saya ada di sini. Saya ingin berbicara dengan besan.”
Si Weksirsa dan Mahisawadana mohon diri dan menghormat, berlutut lalu
pergi</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">22b. keduanya. Diceritakah Sang
Calon Arang, ia sedang memuja di kahyangan kuburan di sana. Baru saja
Paduka Batari Bagawati kembali dihadap, dalam percakapan (rahasia)
dengan janda dari Girah. Batari memberikan petunjuk kepada Calon Arang,
“Hai, janganlah engkau tidak waspada, mau dekat dengan dirimu.”
Begitulah pesan Batari. Itulah yang membuat rasa khawatir hati Calon
Arang, diam tertegun tidak berkata, karena memikirkan pesan beliau Sang
Batari. Si Weksirsa dan Mahisawadana segera datang bersama. Ia berkata
terlebih dahulu kepada Calon Arang, memberitahukan kedatangan Sang
Yogiswara Baradah. Sang Calon Arang berkata, “Hai, jadi besan Baradah
datang kemari. Itulah sebabnya saya sekarang menghentikan kepadanya.”
Calon Arang segera pergi. Beliau sampai di hadapan Sang Mpu Baradah.
Sang Randa di Girah menyapa Sang Pendeta. Ucapnya,</span></div>
<br />
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">23a. “Hamba bahagia Tuanku Sang
Pendeta, besan saya Sang Yogiswara Baradah, saya gembira Sang Pendeta
datang. Saya ingin agar diberikan nasihat utama.” Sang Pendeta berkata,
“Hai, Besan sangat baik ucapan dan pikiranmu, kalau demikian, baiklah
saya memberitahukan tuntunan kemuliaan, tetapi janganlah engkau sangat
marah Besanku. Saya beritahukan sebelumnya, Engkau membunuh orang
melaksanakan perbuatan jahat, menyebabkan kekotoran dunia, membuat
penderitaan di dunia, dan membunuh seluruh dunia. Betapa besar
malapetaka di dunia, begitu kotor menyebabkan orang sakit, terlalu besar
malapetaka yang engkau perbuat, membunuh orang di seluruh kerajaan.
Engkau tidak dapat dibebaskan dari dosa, apabila tidak melalui jalan
mati seperti keinginan itu. Kendatipun demikian jika engkau belum
mengetahui seluk beluk pembebasan, masa engkau akan bebas dari dosa.”
Sang Calon Arang berkata, “Demikian sangat besar dosa saya di dunia.</span></div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-5194574266566402142016-05-07T16:31:00.000-07:002016-05-07T16:33:05.773-07:00LONTAR CALONARANG BAGIAN II<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-_9aDcPG5IZw/Vy56mE2dT5I/AAAAAAAAEkQ/zKYIcS0i8DgwuIYoYHQtIoHRxP83zxMngCLcB/s1600/20-Calonarang-Wayan-Lanus.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="262" src="https://3.bp.blogspot.com/-_9aDcPG5IZw/Vy56mE2dT5I/AAAAAAAAEkQ/zKYIcS0i8DgwuIYoYHQtIoHRxP83zxMngCLcB/s400/20-Calonarang-Wayan-Lanus.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">7a. muridnya itu : Si Weksirsa,
Mahisawadana, Si Lendya, Si Lende, Si Lendi, Si Guyang, Si Larung, dan
Si Gandi. Itulah yang mengiringkan Sang Randa di Girah. Mereka (bersama)
menari di kuburan itu. Segera muncul beliau Paduka Batari Durga bersama
pengikutnya banyak, semua turut menari (bersama). Calon Arang memuja
kepada beliau Paduka Batari Bagawati. Batari berkata, “Aduhai engkau
anakku, Calon Arang. Apa maksudmu datang menghadap kepadaku, (maka)
engkau diikuti oleh para muridmu semua, datang memujaku bersama-sama?”
Sang Randa berkata menyembah, “Tuanku, putra Tuankan hendak mohon,
mudah-mudahan binasalah orang-orang di seluruh kerajaan. Begitulah
tujuan utama putra Tuanku.” Batari berkata, “Aduh putraku. Ya, aku
bolehkan, tetapi janganlah membunuh sampai di tengah. Jangan membunuh
sangat dendam anakku.” Sang Randa menyetujui, mohon dirilah ia kepada
Batari Bagawati. Sang Calon Arang</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">7b. segera pergi, lepas jalannya, diiringi oleh muridnya semua. Mereka menari di pekuburan di tengah malam, membunyikan<i>kamanak, kangsi</i> bersama-sama
menari. Setelah selesai menari, kembalilah mereka ke Girah. Mereka
bersenang hati pulang ke rumahnya. Tidak lama sakitlah orang-orang di
desa-desa. Banyak yang mati bertumpuk-tumpuk. Tidak diceritakan Calon
Arang itu. Diceritakanlah Sang Raja di kerajaan. Sri Maharaja Erlanggya
duduk dihadap di balai penghadapan. Lalu berkatalah Rakryan Apatih.
Ucapnya, “Patik hamba Batara memberitahukan di hadapan Tuan Hamba,
karena rakyat Tuan Hamba banyak mati, sakit panas dingin sehari dua hari
lalu meninggal. Adapun yang kelihatan menjalankan (<i>těluh</i>) janda Girah, bernama Calon Arang. Dia menari di <st1:city st="on">sana</st1:city> di pekuburan, datang bersama muridnya. Banyak yang melihat mereka itu bersama-sama di <st1:city st="on">sana</st1:city>.” Begitulah laporan Ken Apatih.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">8a. Semua orang di tempat
persidangan sama-sama membenarkannya, memang benar demikian, seperti
laporan Ken Apatih. Sang Raja berkata dengan sedih, kemudian beliau
marah, “Manakah rakyat dan prajuritku.” Tidak lama bersamaan datang
prajurit “tentara rahasia”. Pergilah kamu, serbu dan bunuh Calon Arang.
Jangan engkau seorang diri, hendaklah engkau membawa prajurit banyak,
jangan lengah.” Semua prajurit minta diri menghormat di hadapan Sang
Raja, “Hamba Raja mohon pamit serta mohon perlindungan Dewa. (Hamba)
akan membunuh janda di Girah.” Prajurit itu berangkat. Tidak diceritakan
perjalanan di jalan, segera sampai di Girah. Tibalah para prajurit di
tempat tinggal Calon Arang. Mereka hendak membunuh selagi waktu
orang-orang sudah tidur, pada waktu tidak ada tanda-tanda orang bangun. <st1:place st="on">Para</st1:place> prajurit
segera mengikat erat-erat rambut Sang Randa, menghunus kerisnya. Ketika
mereka hendak menusuk Randa, tangan prajurit itu terasa berat dan
gemetar. Tiba-tiba Calon Arang terkejut bangun. Keluarlah</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">8b. api dari mata, hidung, mulut
dan telinga. (Api) menyala berkobar-kobar membakar prajurit itu. Matilah
dua orang prajurit itu. Yang lain menjauh, cepat-cepat lari. Tidak
diceritakan perjalanan di jalan. Mereka segera sampai di istana. Sisa
prajurit yang mati itu berkata, “Tuanku yang mulia, tidak berhasil
prajurit Paduka Tuanku. Dua orang meninggal akibat sihir janda di Girah.
Memancarlah api dari badan berkobar-kobar, membakar prajurit Paduka
Tuanku.” Sang Raja berdiam tertegun mendengar laporan prajuritnya. Lalu
Sang Raja berkata, “Hai, Mahapatih, bingunglah hatiku mendengar laporan
“tentara rahasia” itu. Bagaimanakah engkau menjaga mantriku semua?”
Tiba-tiba Sang Raja segera pergi dari tempat pertemuan, bertambah
sedihlah Raja karena “tentara rahasia” mati dua orang. Tidak diceritakan
Sang Raja, akan diceritakanlah jandi di Girah. Makin bertambahlah</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">9a. marahnya karena kedatangan
para prajurit, apalagi tentara Sang Raja. Calon Arang berkata
memberitahukan kepada muridnya, mengajak pergi ke kuburan. Dia mengambil
lagi buku suci itu. Setelah mengambil buku suci itu, dia segera pergi
diikuti oleh muridnya semua. Dia datang di pinggiran kuburan, tempat di
bawah naungan pohon kepuh, dikelilingi keindahan. Daunnya lebat menjulur
menutup sampai ke bumi. Di bawahnya jalan yang datar (bersih), seperti
disapu pada siang dan malam. Di sanalah janda Girah duduk, dikerumuni
oleh semua muridnya. Si Lendya bertanya kepada Sang Randa, “Mengapa
Tuanku berbuat seperti sekarang, terhadap kemarahan Sang Raja? Lebih
baik mencari keselamatan, menyembah di hadapan Sang Pendeta yang hendak
menunjukkan surga kematian.” Lalu Si Larung berkata, “Apakah yang
dikhawatirkan terhadap kemarahan Sang Raja? Sebaliknya, diperkuatlah</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">9b. penyerangan sampai ke wilayah
tengah.” Mereka (semua) mendukung ucapan Si Larung (mengikuti) Ni Calon
Arang menurut. Kemudian dia berkata, “Ya, diperkuatlah tujuanku Larung.
Bunyikanlah <i>kamanak kangsimu</i> itu. Marilah kita menari, satu per
satu, akan kulihat gerakanmu masing-masing. Nanti jika tiba saatnya, kau
bersama menari.’ Si Guyang segera menari, gerak tarinya
merentang-rentangkan tangan menepuk-nepuk. Dia bergerak terengah-engah
sukar terbalik bersama kainnya. Matanya melirik-lirik, menoleh ke kanan
dan kiri. Si Larung pun menari, geraknya bagaikan harimau hendak
menerkam mangsa, matanya berwarna merah. Ia telanjang. Rambutnya terurai
ke depan. Si Gandi menari. Dia menari melompat-lompat, rambutnya
terurai di samping. Matanya kelihatan mirip ganitri. Si Lendi menari,
tariannya dengan melangkah cepat (berhenti sejenak lari lagi) dengan
kainnya. Matanya</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">10a. menyala, bagaikan api hampir
membakar, mendekat ke rambutnya yang terurai. Si Weksirsa menari, gerak
tarinya membungkuk-bungkuk, lirikan matanya memandang tanpa berkedip,
rambutnya terurai ke samping. Ia telanjang. Si Mahisawadana menari
dengan satu kaki. Setelah (menari) dengan satu kaki, dia berjungkir
balik dengan lidahnya menjulur ke luar, tangannya bagaikan hendak
menerkam. Senanglah hati Calon Arang. Setelah mereka menari bersama, dia
membagi tugas masing-masing, menjadi <st1:city st="on">lima</st1:city> arah.
Si Lendi di Selatan, Si Larung di Utara, Si Guyang di Timur, Si Gandi
di Barat, Calon Arang, Si Weksirsa, dan Mahisawadana di tengah. Setelah
mereka membagi menjadi <st1:city st="on">lima</st1:city> penjuru itu,
pergilah Sang Calon Arang ke tengah kuburan. Ia menemukan mayat orang
mati mendadak, pada hari Sabtu Kaliwon. Mayat itu didirikan,</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">10b. diikatkan pada pohon kepuh.
Mayat itu dihidupkan, diberi nafas. Si Weksirsa dan Mahisawadana
membukakan matanya. Hidup kembalilah mayat itu. Mayat itu dapat
berbicara. Ucapnya, “Siapakah Tuan yang menghidupkan hamba, sangat besar
hutang hamba. Hamba tidak tahu membalasnya itu. Hamba hendak mengabdi
kepadanya. Lepaskanlah ikatan hamba dari pohon kepuh. Hamba hendak
berbakti dan bersujud, hendak menjilat debu pada kaki Tuan Hamba.” Lalu
Si Weksirsa berkata, “Engkau kira engkau akan hidup lama? Sekarang
engkau akan kupenggal lehermu dengan golok.” Segera lehernya dipenggal
dengan golok. Melesatlah kepala mayat yang dihidupkan itu, darahnya
menyembur menggenang. Darah itu dipakai mencuci rambut oleh Sang Calon
Arang. Kusutlah rambutnya oleh darah, ususnya menjadi kalung dan</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">11a. dikalungkannya, dengan
secepatnya diolah dipanggang semua, digunakan untuk korban para “makhluk
buta”, (dan) segala yang tinggal di kuburan itu, terutama Paduka Batari
Bagawati. Korban utama itu dihaturkan. Segera muncullah Paduka Batari
dari kahyangannya. Lalu berkatalah ia kepada Calon Arang, “Aduh, Anakku
Calon Arang, apakah maksudmu mempersembahkan makanan kepadaku, bakti
menyembah? Saya terima persembahanmu itu.” Janda Girah menjawab,
“Tuanku, penguasa dunia (raja) marah kepada putra paduka Tuanku Batari.
Maksud Patik Batari, mohon perkenan Batari, untuk membinasakan orang di
seluruh kerajaan sampai di tengah sekali.” Batari berkata, “Ya, aku
senang Calon Arang, tetapi engkau jangan tidak waspada dalam bertindak,
jangan lengah.”Lalu janda di Girah minta pamit, menghormat</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">11b. kepada Batari. Segera
lepaslah perjalanannya. Mereka bersama-sama menari di perempatan jalan.
Seluruh kerajaan terserang penyakit, sakit semalam dua malam, tidak lain
panas dingin sakitnya. Orang-orang itu meninggal, bergantian
menguburkan (orang mati). Esok pagi menguburkan temannya, sore hari ia
dikuburkan. Mayat bertumpuk-tumpuk tindih-menindih di kuburan. Tidak ada
selanya di kuburan dengan batas lubang pembuangan air, karena banyaknya
mayat itu. Yang lain di ladang atau pun di jalan, ada pula membusuk di
rumahnya. Anjing melolong makan mayat. Burung gagak terbang berkeliaran,
ikut bersama-sama mematuk-matuk bangkai. Lalat berdengung bergemuruh di
dalam rumah. Banyak rumah dan tempat tinggal yang kosong. <st1:city st="on">Ada</st1:city> juga
orangnya yang pergi jauh, mencari tempat tinggal yang bebas penyakit.
Tujuannya mengungsi agar tetap hidup. Yang sedang sakit dipikulnya. <st1:city st="on">Ada</st1:city>yang mengemban anak dan yang dituntunnya, (ada) yang dibawa seseorang. Buta itu menyaksikan berteriak, teriaknya keras. Katanya,</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">12a. “Janganlah engkau pergi, desamu telah aman, penyakit telah hilang, kembalilah engkau ke <st1:city st="on">sana</st1:city>,
engkau pasti hidup.” Setelah Buta berkata begitu, banyak orang mati di
jalan. Orang-orang itu pergi cepat membawa yang lain. Buta yang ada di
rumah kosong, (mereka) bersenang-senang, ada yang berjungkir balik,
riang gembira. Yang lain di <i>lebuh</i> dan di jalan besar. Si
Mahisawadana masuk ke dalam rumah. Dia berjalan di antara batas.
Sakitlah orang-orang serumah. Si Weksirsa masuk di tempat tidur orang,
berjalan di samping tembok, membuka-buka potongan (leher), minta korban
darah mentah dan daging mentah. “Itulah yang saya inginkan, janganlah
lama-lama,” ucapnya. Tidak diceritakan orang-orang yang mati dan sakit
dan tingkah laku Buta membunuh. Diceritakan Sang Raja di kerajaan.
Beliau dihadap di balai penghadapan, kelihatannya kurang bahagia di
balai penghadapan itu, akibat kesedihan Sang Raja, tingkahnya
membingungkan.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">12b. karena orang-orang di
kerajaan banyak yang mati. Selain itu banyak orang yang sakit. Bagaikan
tanpa cahaya kerajaan itu. Sang Raja segera bersabda kepada Apatih dan
para Mentri Utama, mengutus agar mengundang Sang Pendeta, Sang Resi,
Sang Bujangga, dan para Guru. Diperintahkan mencari upaya masing-masing,
serta memuja Dewa, karena orang-orang di seluruh kerajaan merana. <st1:place st="on">Para</st1:place> Guru
mengadakan pemujaan dan Sang Pendeta memohon kepada Sang Hyang Agni.
Kira-kira tengah malam muncullah Sang Hyang Caturbuja dari Sang Hyang
Agni. Kemudian beliau berkata, “Om-om, adalah beliau bernama Sri
Munindra Baradah, tinggal di pertapaan (berada) di Semasana di Lemah
Tulis. Pendeta yang sempurna. Dialah yang dapat meruwat kerajaanmu, yang
akan menghilangkan noda di dunia, membuat sejahtera dunia.” Setelah
beliau bersabda demikian, moksa lenyap terbang (di angkasa). Para
Maharsi yang mengadakan pemujaan itu senang mendengarkan semua</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">13a. sabda Sang Caturbuja.
Kemudian pada esok hari, mereka bersama-sama melaporkan hal itu kepada
Sang Raja, tentang semua ucapan Sang Caturbuja, ketika Sang Raja sedang
dihadap di luar balai penghadapan. Sang Pendeta berkata, “Tuanku Sang
Raja, adalah Sang Caturbuja, muncul dari Sang Hyang Agni (Api Pemujaan),
lalu bersabda, bahwa Sang Sri Munindra Baradahlah yang akan meruwat
kerajaan Tuanku. Beliau yang pertapaannya di Semasana Lemah Tulis yang
akan menghilangkan noda di dunia. Begitulah sabda Sang Caturbuja.”
Yakinlah Sang Raja, terhadap ucapan Sri Guruloka. Sang Raja
memerintahkan supaya mengirimkan utusan menghadap Sang Muniswara, yang
ada di Semasana, “Hai, Kanuruhan! Pergilah engkau ke pertapaan, di
Semasana Wihcitra. Undanglah Sang Pendeta Sri Yogiswara Mpu Baradah.
Kumohon agar meruwat kerajaan kami yang terserang wabah penyakit.</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">13b. Janganlah engkau tidak
cepat.” Sang Kanuruhan segera minta pamit, menghormat di hadapan Sri
Raja. Berangkatlah ia naik kereta ditarik kuda. Cepatlah perjalanan
Kanuruhan itu. Ia kemalaman di jalan, tetapi berjalan juga diterangi
sinar bulan, berkabut emas terhalang di jalan. Keesokan harinya Sang
Kanuruhan berjalan. (Ia) segera datang di asrama. Ken Kanuruhan turun
dari kereta. Ia masuk pintu asrama bertemu Sang Pendeta di pertapaannya.
(Sang Pendeta) menyapa kepada tamu, beliau sungguh budiman, “He,
bahagialah engkau laki-laki, saya tidak mengetahui engkau datang.
Tentang tujuanmu ke asrama. Mengapa engkau langsung mencari saya pada
pagi hari? Namun saya telah tahu tentang keinginanmu itu.” Berkatalah
Kanuruhan memberitahukan kepada Sang Pendeta, “Hamba</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">14a. berasal dari Kerajaan
Kadiri. Hamba Kanuruhan, diperintahkan untuk mendatangi Tuanku Yang
Mulia, Sang Pendeta, untuk mengundang Sang Pendeta. (Hamba) diutus oleh
Sang Penguasa dunia. Adapun maksud raja agar Sang Pendeta datang ke
kerajaan. Sang Penguasa dunia meminta belas kasihan Sang Pendeta, mohon
agar orang-orang di seluruh kerajaan dihidupkan oleh Sang Pendeta. Sang
Pendetalah yang hendak menyucikan kerajaan dari malapetaka, karena wabah
penyakit, banyak (orang) yang mati. Adapun kerajaan dilanda wabah
penyakit. Ada janda dari Girah, bernama Calon Arang. Dialah penyebab
sakit itu. (Ia) mempunyai seorang anak putri bernama Manggali. Adapun
penyebab sedih orang yang bernama Calon Arang, karena tidak ada orang
yang mau melamar anaknya bernama Manggali. Sang Calon Arang sangat
sedih.” Lalu Sang Jatiwara berkata, “Benar seperti yang dikatakan itu.
Saya tidak menolak datang bersama ke sana. Ada murid saya seorang. Dia
akan mengikutimu Kanuruhan</span></div>
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">14b. ke kerajaan. Namanya Mpu
Kebo Bahula. Dia akan kusuruh melamar Sang Manggali. Engkau Kanuruhan
memberitahukanlah kepada Sang Penguasa dunia, apabila Mpu Bahula akan
melamar Manggali. Berapa saja mahar yang diminta hendaklah dipenuhi oleh
raja. Demikian pesan saya kepadamu. Saya juga nanti menasihati Mpu
Bahula, apabila dia telah sehati dan kawin memadu kasih dengan Ratna
Manggali.” Sang Kanuruhan mengiyakan. Sang Pendeta berkata lagi kepada
pembantunya, menyuruh memasakkan makanan dan buah-buahan, karena di
tempat(nya) Sang Kanuruhan tidak ada. Tidak lama datanglah jamuan dengan
segala perlengkapan upacara sangat indah kelihatannya, tuak, nasi,
ikan, <i>tampo</i>, berem , kilang juga <i>sěrěbad budur</i>. Kanuruhan
segera makan bersama-sama. Mereka (bersama) minum cakilang, pikirannya
sama-sama senang. Ada yang bernyanyi, bercerita,</span></div>
<br />
<div class="ListParagraphCxSpMiddle" style="font-family: Calibri; font-size: 11pt; line-height: 22.52252197265625px; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<span style="background-color: white;">15a. sambil menari. Apakah yang
menyebabkan demikian? Karena sedang diperintah oleh raja, lalu
mendapatkan makanan dan buah-buahan. Tidak semata-mata sejahtera seluruh
kerajaan itu, pikirnya. Mereka bermalam di pertapaan semalam. Esok pagi
Sang Kanuruhan minta pamit kepada Sang Pendeta. Mereka pun menghormat
dan Mpu Bahula diserahkan. Tidak diceritakan dalam perjalanan Ken
Kanuruhan, demikian pula Mpu Bahula, mereka segera sampai di istana.
Dijumpailah Sang Raja yang sedang dihadap di Manguntur, dihadap para
Adipati dan patih. Ken Kanuruhan dan Mpu Bahula kemudian datang ke
tempat pertemuan. Ken Kanuruhan menghormat di depan Sang Raja, lalu ia
berkata kepada Sang Raja, “Tuanku, tidak dapat didatangkan Sri Munindra
oleh hamba. Itu siswanya saja bernama Mpu Bahula datang menghadap Paduka
Sang Raja. Dia diperintahkan untuk melamar Ratna Manggali.</span></div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-91002110111377731282016-05-07T16:08:00.003-07:002016-05-07T16:08:56.782-07:00LONTAR CALONARANG TERJEMAHAN BAGIAN I<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-BVjoGJq3IAM/Vy51dfpsSwI/AAAAAAAAEkA/kOphA-i0keUhCAC-uJiw8djK43cskBULACLcB/s1600/20-Calonarang-Wayan-Lanus.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="262" src="https://4.bp.blogspot.com/-BVjoGJq3IAM/Vy51dfpsSwI/AAAAAAAAEkA/kOphA-i0keUhCAC-uJiw8djK43cskBULACLcB/s400/20-Calonarang-Wayan-Lanus.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px;">
Calon Arang (terjemahan Indonesia)</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
= Semoga tidak ada halangan</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Ada perkataan orang-orang tua yang mengisahkan hakikat Sri Mpu Baradah ketika beliau tinggal di pertapaannya di Lemah Tulis. Tidak ada tandingan mengenai kesaktiannya, terutama dalam menghayati Dharma. Beliau sempurna dalam hal penghayatan, mengetahui ilmu kesempurnaan dunia. Demikianlah pelaksanaan kesempurnaan tapanya. Beliau mempunyai seorang putrid, bernama Sang Wedawati, gadis belum bersanggul, sangat cantik(nya), bagaikan bidadari turun ke bumi. Setelah itu sakitlah istri Sri Mpu Baradah, ibu Sang Wedawati itu. Akhirnya beliau meninggal. Wedawati sedih dan menangis. Dia memeluk mayat ibunya, keluh kesahnya mengharukan, “Aduhai, ibuku, siapakah yang akan mengasihi hamba lagi?”</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
=Maka disuruhlah membawa mayat itu ke kuburan, agar dibakar di kuburan. Setelah sempurna, beliau pun mencapai kelepasan. Tidak diceritakan beliau itu. Lalu Mpu Baradah mencari istri lagi. Kemudian, beliau berputra seorang laki-laki. Semakin dewasa umur(nya) anak itu, sudah cukup usia untuk berlari-larian, sampai sudah dapat memakai kain. Mpu Baradah pergi ke pertapaannya, di tempat tinggal beliau, tempat dia melakukan yoga, bernama Wisyamuka. Di sanalah beliau melakukan korban, dihadap oleh para muridnya. Di tempat itulah beliau mengajarkan ajaran kebenaran dan kebaikan. Hentikanlah sejenak, diceritakanlah Sang Wedawati. Gadis ditu dicaci maki oleh ibu tirinya, maka Sang Wedawati sangat sedih. Menangislah dia, tidak sempat memakai perhiasan dan makan. Kemudian, dia pergi ke tempat pembakaran ibunya, di kuburan itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
=Lepaslah perjalanannya, telah datang di bawah lindungan pohon beringin besar. Ia bertemu dengan mayat, mayat orang yang mati yang diduga karena těluh. Empat mayat banyaknya. Adapun anaknya hendak menyusu pada mayat ibunya, (yang) dikerumuni oleh semut gatal. Sang Wedawati sangat terharu melihatnya. Dia berjalan perlahan-lahan meninggalkan tempat itu, lalu menuju ke tempat pembakaran ibunya. Duduklah dia di bawah naungan pohon kepuh. Dia menangis berlindung di akar pohon kepuh itu, mengelukan kepada ibunya, “Ibu, jemput aku segera.” Begitulah seruan Sang Wedawati memilukan hati. Tidak akan disebutkan Dyah Wedawati. Diceritakan Sri Mpu Baradah pulang dari bersembahyang di Wisyamuka. Beliau duduk di tempat pertemuan. Datanglah istrinya, memberitahukan ucapan penolakan Wedawati memetik bunga dengan adiknya.</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
=Bunga itu direbutnya, keduanya pun menangis, lalu dia pergi. Dicari oleh sanak keluarga tidak dijumpai. Sang Pendeta berkata, “Sayalah yang akan mencarinya sekarang.” Sang Pendeta segera lenyap, ikut akan mencari anaknya, sampailah beliau di ladang-ladang. Ada anak gembala ditemuinya. Sang pendeta bertanya dengan ucapnya halus, “Hai Anak Gembala, tahukan kau wanita bernama Wedawati. Adakah dia engkau temui di sana dan bagaimanakah?” Anak gembala menjawab, memberitahukan kepada Sang Pendeta, “Ada putri sangat cantik rupanya. Dia menangis, mengeluhkan ibunya. Dia berkerudung pergi ke selatan ke barat”. Sang Pendeta mempercepat jalannya, menanti putrinya. Beliau segera datang ke tampat pembakaran istrinya ditemui jeajaknya. Dia bersedih sambil menangis, memandang kea rah utara, selatan, barat dan timur. Kelihatan Sang Putri menangis duduk di atas batu, berlindung di akar pohon kepuh. Berkatalah Sang Pendeta, “Aduhai Anakku, engkau sangat berani datang ke kuburan ini, ke pembakaran mayat ibumu. Sudahlah Anakku, janganlah begitu, sebab perilaku dalam kehidupan, kematianlah akhirnya. Marilah Anakku pulang, jangan keras (hati) sayangku.” Sang putri menjawab, “Saya akan turut mati saja bersama ibu. Hati saya sangat sedih dan pasti akan mengikuti kepergian ibu.” Sang Pendeta berkata, “Anakku tersayang ikuti saya sekarang.” Kemudian, beliau minta Sang Putri agar pulang. Terbenamlah matahari, tiba di Lemah Tulis. Dinasihatilah semalam Sang Wedawati oleh Sang Pendeta, (mengenai) jalan menuju kebaikan. Sang Wedawati mengikuti nasihat Sang Pendeta. Setelah demikian</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
=Sang Pendeta pergi melakukan persembahan rutin bersama di Wisyamuka. Di sana Sang Pendeta dihadap oleh muridnya semua, diberi persembahanlah beliau di sana. Sang Pendeta mengajarkan ajaran kebaikan kepada muridnya semua diberitahukanlah mereka di sana. Sang Pendeta menyampaikan (mengajarkan) tentang tuntunan kebenaran, kepada semua muridnya mengenai dharma dan kesempurnaan menuntut ilmu. Tidak diceritakan Sang Pendeta. Diceritakanlah Sang Wedawati dimarahi oleh ibu tirinya lagi. Sang Putri menangis, bingung dalam bertingkah laku. Dia sangat sedih. Dia pergi lagi ke tempat pembakaran mayat ibunya. Tidak diceritakan perjalanannya di jalan. Ia segera tiba di tempat pembakaran. (Ia) bersedih dan menangis, keluh kesahnya, “Ibuku, lihatlah olehmu kesengsaraanku, (tetapi) permintaanku kepadamu, renggutlah aku cepat-cepat. Aku akan selalu bersamamu ibu.” Demikian(lah) keluh kesahnya, keluar air mata. Sang Wedawati sedih. Jangan bersamanya. DIceritakanlah Sang Pendeta. Beliau dating dari melakukan persembahan utama.</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
=Beliau duduk di balai penghadapan. Dipanggillah anaknya, “Omputri engkau Anakku, datanglah kemari (kau) Wedawati sayangku, berdua bersama adikmu di penghadapan? (Mengapa) tidak ada yang menjawab?” Kemudian, ibu tirinya mendekat (lalu) berkata. Ucapnya, “Tuanku Sang Pendeta, anak Sang Pendeta menolak lagi, datang berebutan dengan adiknya itu.Hamba tidak dapat menahan, cepat-cepat pergi, dicari keluarganya, tidak ditemuinya.” Sang Maharsi berkata, “Aduh, dia datang lagi ke pembakaran ibunya di sana.” Sang Pendeta (lalu) turun dari tempat duduk hendak mencari anaknya. Dia akan datang ke tempat yang kotor. Sang Pendeta berjalan cepat, setibanya Sang Pendeta di kuburan it, dijumpai putrinya. Sang Pendeta berkata, “Aduhai Anakku, Wedawati sayangku, pulanglah anakku ke asrama. Saya akan mengiringkanmu. (Kamu) tidak lain menjadi</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
=jiwa pikiran dalam lubuk hati. Engkau bunga jangga. “Sang Wedawati tidak menjawab. Ucapan Sang Pendeta minta belas kasih. Bingunglah hati Sang Pendeta, melihat perilaku anaknya itu. Sang Pendeta duduk di bawah naungan pohon kepuh. Beliau kemudian mengajarkan tuntunan kebaikan kepada putrinya. Lama (beliau) Sang Pendeta memberi ajaran kepada anaknya. Akhirnya Sang Wedawati berkata, “Sembah sujud di telapak kaki Paduka. Anak Sang Pendeta enggan pulang ke Lemah Tulis, ingin mati saja di sini, mengikuti pesan ibu hamba. Saya ingin berlindung di bawah naungan pohon kepuh, hingga pada saatnya menemui ajal. Hamba mati saja di sini. “Mpu Baradah memerintahkan kepada murid-muridnya. Segera menyuruh mengusung balai dan rumah untuk tempat peristirahatannya di kuburan itu. Demikianlah keinginan Sang Pendeta.</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
=Di kuburan tempat pembakaran itu akan dibuat asrama. Mereka meratakan dan menyucikan tanah kuburan, mendirikan balai, ruang tamu, ruang tidur, utamanya rumah kecil, pintu bertingkat di pinggir. Pagar tanaman suru-suru dijajar padma, dan pete-petean. Ada angsoka (Tonesia asoka Roxb), andul (Eleo carpus specious), surabi (Michelia campaka), tanjung, kamuning (Murrava), campaka gondok, warsiki, angsana (Terminalia tomentosa), jering (Pithecolibium). Ada lagi nagasari berdaun muda. Tidak akan disebutkan segala jenis bunga, cabol atuwa, gambir, bunga melati (Jasminum grandiflorum), caparnuja, kuranta (Barbaria), pohon teri naka (Bauhinia tumentosa), cina (Artocarpus integrifolia), teleng (Clitorea ternatea), bunga wari dadu (Pink), putih, jingga, merah, bunga tali, teratai merah, dan lungid sabrang. Termasuk bayem raja (Amarantus oleraccus), bayem suluh, tumbuhan berakar (Ikut Lutung) (Acalupha deusiflora), tumbuhan berserabut, disertai bunga rara emas (Rara Melayu). Bunga seruni putih, seruni kuning, mayana loreng, mayana nila (Coleus cutellanoides). Ada yang kuning, lungid sabrang, andong (Calodracon jaquinia) ditata, juga pohon kancana (kayu mas), puring, tunjung, pohon ara di pojok. Lengkap segala macam bunga dan berjenis-jenis kembang. Pandan janma telah berdiri kokoh, menuruti cara kehidupan di asrama,</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
=sangat indahnya, mengesankan bagaikan alam Dewa Wisnu turun ke dunia. Senang hati Sang Wedawati, setelah asrama itu selasai dibuat, kuburan tempat ibunya dibakar. Kokoh tempat tinggal Sang Pendeta, ada di pertapaannya dihadap oleh murid tua dan muda pada waktu siang dan malam. Tidak dikatakan Sang Pendeta. Diceritakanlah Sang Raja di Daha. Beliau memerintah dengan damainya, menguasai dunia, aman dan sejahtera kerajaan dalam kekuasaannya. Maharaja Erlangga gelar beliau, berbudi sangat mulia, cenderung meniru Pendeta. Berbagai pulau di Nusantara tunduk kepada beliau. Disebutkan ada seorang janda, tinggal di Girah, Calon Arang namanya. Dia berputra seorang wanita, bernama Ratna Manggali, parasnya sangat cantik, bagaikan permata istana. Lama tidak ada orang yang hendak melamarnya, baik orang dari Girah maupun orang dari Kerajaan Daha,</div>
<div style="background-color: white; color: #141823; display: inline; font-family: helvetica, arial, sans-serif; font-size: 14px; line-height: 19.32px; margin-top: 6px;">
=atau pun daerah pinggiran, sama tidak ada yang hendak melamarnya, berani datang ke tampat anak janda itu, yang bernama Manggali di Girah, karena terdengar oleh dunia bahwa beliau (Randa) di Girah berbuat jahat. Menjauhlan orang yang ingin melamar Sang Manggali.. Sang Randa pun berkata, “Aduh apakah ini yang membuat anakku tidak ada yang melamarnya, (padahal) cantiklah rupanya, kendatipun demikian tidak ada yang menanyakannya. Sakit juga hatiku oleh keadaan itu. Berdasarkan hal itulah aku akan mengambil pustakaku. Apabila aku telah memegang pustaka itu, aku akan datang menghadap Paduka Sri Bagawati. Aku akan minta anugerah, semoga binasalah orang-orang di seluruh kerajaan. “Setelah beliau mengambil pustaka, pergilah ia ke kuburan. Ia mohon anugerah Tuhan ke hadapan Paduka Batari Bagawati, diikuti oleh muridnya semua. Adapun nama masing-masing</div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-38496588126078184992016-05-03T18:57:00.000-07:002016-06-29T00:31:54.050-07:00TERJEMAHAN SULUK JEBENG SUNAN BONANG<br />
<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-GdeyUU9QTE4/VylW1adwSxI/AAAAAAAAEi8/8sqm91Fok_M4E337izTaz1h0a8TqsxHDACLcB/s1600/Sunan-Bonang.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="298" src="https://1.bp.blogspot.com/-GdeyUU9QTE4/VylW1adwSxI/AAAAAAAAEi8/8sqm91Fok_M4E337izTaz1h0a8TqsxHDACLcB/s400/Sunan-Bonang.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
JEBENG 1<br />
<br />
Betapapun besar rindu kepada Allah<br />
sesungguhnya mustahil, anakku<br />
menyusunnya dalam sebuah puisi<br />
sekedar ingin menjadi orang mulia<br />
dengan baris baris ini,anakku<br />
ingin kukenali<br />
Allah Maha Besar<br />
Aku melithatNya ,anakku<br />
lihatlah Aku<br />
pasti Akupun melihatmu<br />
<br />
JEBENG 2<br />
<br />
Apabilaingin mengenal Allah<br />
anakku,pandanglah dirimu baik baik<br />
sebagai penggantiNya<br />
namun jangan salah paham<br />
jasmanimu itu mahluk<br />
kalau dipandang mirip sama<br />
namun dalam tauhid harus waspada<br />
hal itu ibarat debu dengantanah,anakku<br />
atau seperti dengung dengan suaranya<br />
<br />
JEBENG 3<br />
<br />
Bagai sebutir telur<br />
yang bergelindingan, anakku<br />
tak ada tepinya<br />
sungguh membingungkan<br />
akhirnya menjadi ayam<br />
lengkap dengan bulunya<br />
kalau diterangkan,anakku<br />
hendaklah engkau berhatihati<br />
sebab hal itu rumit<br />
hendaklah diteliti<br />
sebab hal itu sulit<br />
<br />
JEBENG 4<br />
<br />
Yang membingungkan dari dunia ini menurutku,anakku<br />
ialah dalam memahaminya<br />
rupa Tuhan<br />
bagaimana sebenarnya rupa Tuhan?<br />
dibanding manusia,<br />
ibarat cempedak dengan nangka kelihatannya<br />
seperti kembang kelak dan kembang kenanga<br />
tapi haruslah waspada anakku<br />
jangan menduga duga kalau belum mengerti<br />
<br />
JEBENG 5<br />
<br />
Antara nabi denganmu tiada beda<br />
anakku,tapi kau harus waspada<br />
diantara perbedaan dan persamaannya<br />
ibarat senyum dengan tertawa<br />
harus ditatap secara cermat<br />
sukma dalam dirimu<br />
amat halus terlihat<br />
bukan ruh dengan jasad<br />
anakku,bunga itu rupamu<br />
Tuhan bau harumnya<br />
tapi janganlah menduga duga kalau masih bingung<br />
<br />
JEBENG 6<br />
<br />
Sungguh nyata diri kita,anakku<br />
berasal dari tiada<br />
untuk kembali tak ada<br />
banyak orang berguru<br />
memuliakan ajaran ini<br />
dengan pemahaman yang setengah setengah<br />
demikian juga dalam menerimanya<br />
bingung ada yang keluar dari tak ada<br />
kembali tak ada<br />
kebingungan itu di puja puja<br />
<br />
JEBENG 7<br />
<br />
Nak,jangan hanyut kiranya<br />
ikut ikut mengatakan takada<br />
padahal tak tau yang sebenarnya<br />
hal demikian sudah biasa<br />
bukan begitu kata ilmu sempurna<br />
tak demikian yang dinyatakannya<br />
ilmu itu susah diterangkan<br />
dimatamu tumpang tindihkelihatannya<br />
maka pahami secara seksama,nak<br />
perbaiki sikapmu itu<br />
<br />
JEBENG 8<br />
<br />
Laksanakan shalat sehakikinya<br />
hai anakku,shalat itu 3 tingkatannya<br />
dengan keutamaannya serta<br />
jadi yang dinamakan sembah puji<br />
laksana air mengalir dari gunung<br />
masuk ke dalam samudra<br />
sembah seseorang<br />
jangan berhenti di kolam sawah<br />
itu mandek namanya<br />
tak tercapai tujuannya<br />
<br />
JEBENG 9<br />
<br />
Dalam shalat hendaklah khusyuk tuntas<br />
seperti mengaduk air dalam belanga<br />
anakku,demikianlah<br />
seperti ujung daun adanya<br />
yang muncul dengan sendirinya<br />
dari tiada menjadi ada<br />
laksana tanah dengan air<br />
laksana akar meneteskanair<br />
dirimupun adalah manusia<br />
yang menyongsong ajalnya<br />
<br />
JEBEBG 10<br />
<br />
Puncak ilmu yang sempurna<br />
ibarat api yang berkobar<br />
kenalilah bara dan nyalanya<br />
ketahuilah cahayanya<br />
pun asapnya<br />
sebelum menyala<br />
adapun setelah padam ia<br />
diliputinya segala rahasia<br />
jadi hendak bicara apa?<br />
<br />
JEBENG 11<br />
<br />
Kau jangan mempertuhankan diri<br />
berlindunglah padaNya<br />
didalam ruh jasad sesungguhnya<br />
jangan ada yang dipersoalkan<br />
jangan mengaku Tuhan<br />
jangan mengira tak ada<br />
lebih baik diam saja<br />
ingat,anakku,jangan guncang<br />
dalam kebingungan<br />
<br />
JEBENG 12<br />
<br />
Yangsempurna ibarat orang tidur<br />
dengan wanita sampai bersenggama<br />
keduanya terlena<br />
tenggelam dalam cinta<br />
anakku,terimalah dengan baik<br />
dalam pemahamanmu<br />
ilmu itu memang sukar<br />
kebatinan dengan islam<br />
sekalipun begitu ada lagi<br />
paham itu kadang diikuti<br />
adapun orang yang mengaku memilih<br />
taukah yang di dalam hati?<br />
anakku,ingatlah mati<br />
melanggar larangan nitu salah<br />
jiwa tertenggam di tengah Tuhan<br />
dan selamanya bersama Tuhan<br />
itu ibaratnya<br />
dalang yang memainkan wayang<br />
senantiasa memulai memainkan wayang<br />
lantaran sebenarnya ia belum jadi dalang<br />
<br />
JEBENG 14<br />
<br />
Ada ajaran lebih utama<br />
ada besi di tanam dalam tanah<br />
pikirkan bagaimana tumbuhnya?<br />
anakku,kalau minta dijelaskan<br />
gaib itu ibarat air hanyut<br />
tak diketahui asal usulnya<br />
seperti menanam batu<br />
seperti orang tidur<br />
engkau ditanam oleh Tuhan<br />
kalau tak tumbuh alangkah sayang<br />
<br />
JEBENG 15<br />
<br />
Kalau tumbuh,tumbuhlah kukuh<br />
engkau orang pinggiran<br />
tinggal didusun<br />
namun aku melihatmu<br />
tapi nsiapapun engkau<br />
hendaklah tau yang dituju<br />
karib disisi Tuhan<br />
ibarat hujan ke tanah jua jatuhnya<br />
ibarat ular menetaskan telurnya<br />
<br />
JEBENG 16<br />
<br />
Sukma,manusia,nabi,wali<br />
ingat nak,pengetahuan itu<br />
jangan oleh benda terkesima<br />
kembalilah menyibukkan diri<br />
menghadap Allah Ynag Belas Kasih<br />
sampai akhirnya menemukan hikmah<br />
<br />
JEBENG 17<br />
<br />
Kalau kemari kupeluk erat engkau anakku<br />
sebab Allah besertamu<br />
kemamnapun engkau pergi<br />
Allah mengerti,<br />
hambanya yang sanggup menguasai diri<br />
memegang badan<br />
akhirnya menyatu denganTuhan<br />
tapi bukan satu anakku<br />
<br />
JEBENG 18<br />
<br />
Nak,tataplah dirimu<br />
maka tampak Aku di penglihatan itu<br />
demikian yang benar<br />
jangan pegang akupegang dirimu sendiri<br />
maka lagi kutandaskan<br />
jangan cari Aku<br />
itu melanggar<br />
kalau diri sendiri tak kau genggam<br />
engkau dalam kesesatan<br />
<br />
JEBENG 19<br />
<br />
Diibaratkan lgi yang dalam kesesatan<br />
anakku,yakni seperti orang yang memuja wayang<br />
mana kebenaran?<br />
hadirnya dalang<br />
sebab diundang memainkan wayang<br />
demikian keadaanya<br />
tak ada yang terlihat<br />
Allah lebih mulia<br />
meski diri sendiri yang di pandang<br />
seperti berkaca di paesan<br />
<br />
JEBENG 20<br />
<br />
Bayang bayang di amati secara seksama<br />
anakku,hal itu tiada berbeda<br />
disitu juga aku berada<br />
badan akan jadi mulia<br />
segala gerak jadi puja<br />
tertawa jadi sembah<br />
kalau bicara ditaburi anugerah<br />
semua tingkah laku jadi puji<br />
puji memuji sendiri<br />
<br />
JEBENG 21<br />
<br />
Anakku,taati nasehat ini<br />
Allah yang dibicarakan<br />
yang kufur,yang kafir,semuanya<br />
dilihat olehNya<br />
anakku,seperti merampas uang<br />
itulah perampokan<br />
banyak orang keliru<br />
menandai banyaknya perampokan<br />
yang kaya akhirnya ditipu<br />
oleh yang merampas<br />
<br />
JEBENG 22<br />
<br />
Banyak orang kekal di neraka<br />
anakku,hati hatilah<br />
perhatikan adanya badan ini<br />
badan tempat persemayaman raja<br />
dan tempat menyimpan kekayaan<br />
periksalah olehmu bahwa Aku berada disitu<br />
apa kekurangan raja itu<br />
orang pilihanlah yang tau pengawalnya<br />
ditempat penyimpanan<br />
<br />
JEBENG 23<br />
<br />
Tak kentara ia sampai pada inti<br />
tak meraba raba ilmunya<br />
anakku,meskipun begitu ada perumpamaan<br />
laksana semut yang berjalan<br />
bekas kakinya tak ada yang tahu<br />
ada atau tidaknya<br />
karena teramat halusnya<br />
ibarat orang menumbuk air<br />
sudah halus ditumbuh dikunyah lagi<br />
sampai giginya patah<br />
Jebengpun yang kelihatan,anakku,coba perhatikan<br />
karya yang sekedar tuk didendangkan<br />
ikut ikut menyusun puisi<br />
tanpa menginsafi kecanggungannya<br />
memaksa diri tuk bercerita<br />
jadi bingung akhirnya<br />
dalam mengerjakannya<br />
jadi mohon maaf segala yang disajikan<br />
mohon maaf sebesar besar permaafanMaspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-62069423099582813882016-05-03T16:57:00.001-07:002016-05-03T17:31:20.636-07:00AJARAN BUDI PEKERTI DALAM SULUK SUJINAH<br />
<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-F5s0uvybvyA/Vyk67joKyPI/AAAAAAAAEis/SXtHfNRWEHYysk2IB0Y3hX_3iis6f9MPwCLcB/s1600/th.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="334" src="https://1.bp.blogspot.com/-F5s0uvybvyA/Vyk67joKyPI/AAAAAAAAEis/SXtHfNRWEHYysk2IB0Y3hX_3iis6f9MPwCLcB/s400/th.jpg" width="400" /></a></div>
<h1 class="post-title">
</h1>
<div class="post-meta">
<br /></div>
<br />
<h3 style="text-align: justify;">
Salah
satu kitab suluk yang mengajarkan pendidikan budi pekerti adalah Suluk
Sujinah. Seperti layimnya jenis kitab-kitab suluk, Suluk sujinah
dituangkan dalam bentuk dialog, antara Syekh Purwaduksina dengan
istrinya Dyah Ayu Sujinah mengenai asal asal mula, kewajiban, tujuan,
dan hakikat hidup menurut agama Islam, khususnya ajaran tasawuf.
Diterangkan juga tahap-tahap yang harus dilalui manusia dalam upayanya
agar bisa luluh kembali kepada Tuhan.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Tidak mudah untuk menemukan pendidikan
budi pekerti dalam Suluk Sujinah yang sebagaian besar isinya
membentangkan masalah jati diri manusia, apa saja yang akan dialami anak
manusia menjelang dan sesudah mati, Dzat Yang Kekal dan lain-lain, hal
yang tidak mudah dipahami, karena dituangkan dalam bahasa yang sarat
lambang. Di bawah ini ungkapan beberapa bait yang berisi pendidikan budi
pekerti dalam Suluk Sujinah sebagai berikut :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><span style="color: navy;"><strong><span style="text-decoration: underline;"><br /></span></strong></span></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><span style="color: navy;"><strong><span style="text-decoration: underline;">Sifat Perbuatan Lahiriyah</span></strong></span></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Agampang janma sembayang,
nora angel wong angaji, pakewuhe wong agesang, angadu sukma lan jisim,
salang surup urip, akeh wong bisa celathu, sajatine tan wikan, lir wong
dagang madu gendhis, iya iku wong kandheng ahli sarengat.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Adalah mudah manusia sembahyang,
tidaklah sesulit orang memuji, rintangan hidup adalah mengadu sukma dan
tubuh, salah paham kehidupan, banyak orang bisa bicara, nyatanya tidak
mengetahui, sperti orang berdagang madu gula, orang yang terhenti
sebagai ahli syariat.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Sang Dyah kasmaran ing ngelmi, tan nyipta pinundhut garwa, amaguru ing batine, kalangkung bekti ing priya.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Si cantih gemar belajar ilmu, tidak mengira akan diperistri, dalam hati ia berguru dan sangat berbakti kepada suami.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Mung tuwan panutan ulun, pangeran dunya ngakerat.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Hanya tuan yang kuanut, pujaan di dunia dan akhirat.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Ping tiga ran bayuara, ya
tapaning estri ingkang utami, lire bangkit nyaring tutur, rembuge pawong
sanak, tan ………, kang tinekadken ing driya, pituturing guru laki.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Ketiga disebut banyuara, yakni tapa
istri utama, artinya mampu menyaring kata, tutur kata sanak saudara,
tidak mudah mematuhi dan meiru, dalam hati hanya bertekad mematuhi
nasehat suami.<strong><em> </em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Dyah Ayu Sujinah lon
aturnya, adhuh tuwan nyuwun sihnya sang yogi, tan darbe guru lyanipun,
kajawi mung paduka, dunya ngakir tuwan guru laki ulun.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Dyah Ayu Sujinah berkata perlahan,
“aduhai, aku mohan belas kasihan, aku tidak mempunyai guru lain, kecuali
hanya paduka, di dunia dan akhirat, tuanlah guruku”.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Dyah Ayu Sujinah umatur
ngabekti, langkung nuwun pangandika tuwan, kapundhi ing jro kalbune,
dados panancang emut, karumatan sajroning budi.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Dyah Ayu Sujinah berkata dengan hormat, “sangat berterimakasih atas penjelasanmu, kuingat dalam hati baik-baik, dan kulakukan”.<strong><em> </em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Seseorang yang hanya terhenti pada tahap
syariat diibaratkan sebagai berdagang madu gula. Dalam mengarungi
samudera kehidupan, manusia pasti akan mengalami berbagai rintangan yang
tidak cukup diatasi dengan banyak bicara saja tanpa disertai laku amal.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Dalam hubungan suami istri, dilukiskan
bahwa keutamaan seorang istri ialah wajib setia bakti patuh kepada
suami. Suami diibaratkan sebagai guru yang harus dianut tanpa kecuali,
dan sebagai pujaan di dunia dan akhirat.istri yang dipandang utama ialah
istri yang mampu menyaring tutur kata orang lain, tidak mudah
terpengaruh siapapun, hanya patuh dan tunduk kepada nasihat suami.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><span style="color: navy;"><strong><span style="text-decoration: underline;"><br /></span></strong></span></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><span style="color: navy;"><strong><span style="text-decoration: underline;">Mati Dalam hidup</span></strong></span></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Laku ahli tarikat, ibarat mati di dalam
hidup, semata-mata hanya mematuhi kehendak Tuhan. Kemudia dijelaskan
tentang empat macam tapa, yaitu <strong><em>tapa ngeli</em></strong> : “berserah diri dan mematuhi sembarang kehendak Tuhan, <strong><em>tapa geniara</em></strong> : “tidak sakit hati apabila dipercakapkan orang”, <strong><em>tapa banyuara</em></strong> : “mampu menyaring kata dan tutur kata sanak saudara, tidak terpengaruh orang lain, hanya mematuhi nasehat suami”, dan <strong>tapa Ngluwat</strong>
: “tidak membanggakan kebaikan, jasa maupun amalanya”. Terhadap sesama
selalu bersikap rendah hati dan tidak gemar cekcok, lagi pula ia
menyadari bahwa setiap harinya manusia selalu harus pandai-pandai
memerangi gejolak hawa nafsu yang akan menjerumuskan dalam kesesatan.
Mempunyai pengertian yang mendalam bahwa pada hakikatnya manusia sebagai
makhluk Tuhan, adalah sama, setiap orang mempunyai kelebihan dan
kekurangan.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Lakune ahli tarikat, atapa
pucuking wukir, mungguh Hyang Suksma parenga, amati sajroning urip,
angenytaken ragi, suwung tan ana kadulu, mulane amartapa, mrih punjul
samining janmi, wus mangkana kang kandheg aneng tarekat.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Laku ahli tirakat adalah bertapa di
puncak gunung, sekiranya Tuhan meridhoi mati di dalam hidup,
menghanyutkan diri, kosong tidak ada yang terlihat, oleh karena itu
bertapa agar melebihi sesamayan, demikianlah barang siapa yang terhenti
pada tarikat.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Dhihing ingkang aran tapa,
iya ngeli lire pasrah ing Widi, apa karsane Hyang Agung, iya manut
kewala, kadya sarah kang aneng tengahing laut, apa karsaning Pangeran,
manungsa darma nglakoni.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Pertama, yang disebut tapa ngeli yakni,
mengahayutkang diri, artinya berserah diri kepada Tuhan, sebarang
kehendak-Nya patuhi sajalah, ibarat sampah di tengah laut, sebarang
kehendak Tuhan manusia hanya pelaksana semata.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Ping kalih kang aran tapa ,
geniara adadi laku ugi, ana dene artinipun, malebu dahana, lire lamun
kabrangas ing ujar …. den ucap ing tangga, apan ta nora sak serik.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Kedua, yang disebut tapa geniara menjadi
laku juga, adapun artinya ialah masuk kedlam api, maksudnya jika
terbakar oleh kata-kata dan dipercakapkan tetangga tidak sakit hati.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Ping tiga ran bayuara, ya
tapaning estri ingkang utami, lire bangkit nyaring tutur, rembuge pawong
sanak, tan gumampang anggugu, kang tinekadken ing driya, pituturing
guru laki.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Ketiga, disebut banyuara, yakni tapanya
istri utama, artinya mampu menyaring kata-kata atau tutur kata sanak
saudara, tidak mudah mengikuti dan meniru orang lain, dalam hati
bertekad mematuhi nasehat suami.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Tapa kang kaping sekawan,
tapa ngluwat mendhem sajroning bumi, mengkene ing tegesipun, aja
ngatonken uga, marang kabecikane dhewe puniku, miwah marang ngamalira,
pendhemen dipun arumit.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Tapa yang keempat adalah tapa ngluwat,
memendam diri di dalam tanah, beginilah maksudnya ; jangan
memperlihatkan juga kebaikan diri sendiri, demikian pula amalmu
pemdamlah dalam-dalam.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Lawan malih yayi sira, dipun
andhap asor marang sasami, nyingkirana para padu, utamane kang lampah,
tarlen amung wong bekti marang Hyang Agung, iku lakuning manungsa, kang
menang perang lan iblis.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Lagi pula dinda, bersikaplah rendah hati
terhadap sesama, jauhilah sifat gemar cekcok, seyogyanya laku itu tiada
lain hanya hanya berbakti kepada Tuhan Yang Maha Agung, itulah laku
manusia yang menang berperang dengan iblis.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Iku benjang pinaringan,
ganjaran gung kang menang lawan iblis, langkung dening adiluhung,
suwargane ing benjang, wus mangkono karsane Hyang Mahaluhur, perang lan
iblis punika, sajatining perang sabil.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Kelak akan mendapat annugerah besar,
barang siap menang melawan iblis, sangat indah mulia surga firdausnya
kelak, memang demikianlah kehendak Tuhan yang Mahaluhur, perang melawan
iblis itu nyata-nyata perang sabil.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Yayi perang sabil punika,
nora lawan si kopar lawan si kapir, sajroning dhadha punika, ana prang
bratayudha, langkung rame aganti pupuh-pinupuh, iya lawan dhewekira, iku
latining prang sabil.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Dinda, perang sabil itu bakan melawan
kafir saja, di dalam dada itu ada perang baratayuda, ramai sekali saling
pukul-memukul yaitu perang melawan dirinya nafsu, itulah sesungguhnya
perang sabil.<strong><em> </em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Kutipan diatas bermakna bahwa sebagai
hamba Tuhan sikapnya hendaklah selalu sadar percaya, dan taat
kepada-Nya. Dalam mengarungi samudra kehidupan, agar tidak sesat.
Kecuali itu, karena menurut kodratnya manusia bukan makhluk soliter,
yang dapat hidup sendiri, memenuhi segala kebutuhan sendiri, melainkan
adalah makhluk sosial. Dalam tata pergaulan hidup bermasyarakat
hendaklah mematuhi nilai-nilai hidup dan mempunyai watak terpuji, ialah
sabar penuh pengertian, berbudi luhur, rendah hati, tidak cenderung
mencela dan mencampuri urusan orang lain, jujur, tulus ikhlas, tidak
angkuh maupun congkak, tidak iri maupun dengki dan bersyukur atas barang
apa yang telah dicapai berkat ridla Tuhan. Di samping itu hendaklah
sadar bahwa manusia itu bersifat lemah, ibarat wayang yang hanya dapat
bergerak atas kuasa dalang.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><span style="color: navy;"><strong><span style="text-decoration: underline;"><br /></span></strong></span></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><span style="color: navy;"><strong><span style="text-decoration: underline;">Sifat Ahli Hakikat</span></strong></span></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Lakune ahli hakekat, sabar
lila ing donyeki, laku sirik tan kanggonan, wus elok melok kaeksi,
rarasan dadi jati, ingkang jati dadi suwung, swuh sirna dadi iya, janma
mulya kang sejati, pun pinasthi donya ngakir manggih beja.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Laku ahli ahli hakikat adalah, sabar
ikhlas di dunia, tidak musrik, nyata-nyata telah tampak
jelas,pembicaraan menjadi kesejatian, yang sejati menjadi kosong, hilang
lenyap menjadi ada, manusia mulia yang sejati, telah dipastikan ia
didunia akhirat mendapat kebahagian.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Sang wiku dhawuh ing garwa,
ingkang aran bumi pitung prakawis, kang aneng manungsa iku, pan wajib
kaniwruhan, iku yayi minangka pepaking kawruh, yen sira nora weruha,
cacad jenenge wong urip.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Sang pertapa berkata kepada istrinya,
yang dinamai tujuh lapis bumi, yang ada pada diri manusiaitu, wajib
diketahui, dinda itu sebagai kelengkapan ilmu, jika kau tidak
mengetahuinya, cacad namanya bagi orang hidup.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Bumi iku kawruhana, ingkang
aneng badan manungsa iki, sapisan bumi ranipun, ingaranan bumi retna,
kapindho ingkang aran bumi kalbu, bumi jantung kaping tiga, kaping catur
bumi budi.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Katahuilah bumi, yang ada pada tubuh
manusia itu, pertama namanya bumi retna, yang kedua bernama bumi kalbu,
ketiga bumi jantung, keempat bumi budi.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Ingkang kaping lima ika,
bumi jinem arane iku yayi, kaping nenem puniku, ingaranan bumi suksma,
ping pitune bumi rahmat aranipun, dhuh yayi pupujan ingwang, tegese
ingsun jarwani.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Yang kelima, bumi jinem namanya, yang
keenam dinda, dinamai bumi sukma, ketujuh bumi rahmat namanya, aduhai
dinda pujaanku, artinya ku jelaskan begini.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Ingkang aran bumi retna,
sajatine dhadhanira maskwari, bumine manungsa tuhu, iku gedhong kang
mulya, iya iku astanane islamipun, dene kaping kalihira, bumi kalbu iku
yayi.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Yang dinamai bumi retna, sesungguhnya
dadamu dinda, benar-benar bumu manusia, itu gedung mulia, menurut islam
itu istana, adapun yang kedua, itu bumi kalbu dinda.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Iku yayi tegesira, astanane
iman iknag sejati kaping tiga bumi jantung, yaiku ingaranan, astanane
anenggih sakehing kawruh, lan malih kaping patira, kang ingaranan bumi
budi.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Adapun artinya, istana iman sejati
ketiga bumi jantung, yaitu dinamai istana semua ilmu, dan lagi yang
keempat, yang dinamai bumi budi.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Iku yayi, tegesira, astanane
puji kalawan dzikir, dene kaping gangsalipun, bumi jenem puniku, iya
iku astane saih satuhu, nulya kang kaping nemira, bumi suksma sun
wastani.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Dinda, itu artinya istana puji dan
dzikir, adapun yang kelima , bumi jinem itu, istana kasih sejati,
kemudian yang keenam, kunamai bumi sukma.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Ana pun tegesira, astananing
sabar sukur ing Widi, anenggih kang kaping pitu, ingaranan bumi rahmat,
kawruhana emas mirah tegesipun, astananing rasa mulya, gantya pipitu
kang langit.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Adapun artinya, istana kesabaran dan
rasa syukur kepada Tuhan, adapun yang ketujuh, dinamai bumu rahmat,
dinda sayang, ketahuilah artinya, istana rasa mulia, kemudian berganti
tujuh langit.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Kang aneng jroning manungsa,
kang kaping pisan ingaranan roh jasmani, dene kaping kalihipun, roh
rabani ping tiga, roh rahmani nenggih ingkang kaping catur roh rohani
aranira, kaping gangsal ingkang langit.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Yang ada dalam diri manusia, yang
pertama disebur roh jasmani, adapun yang kedua roh rohani, ketiga roh
rahmani, yang keempat roh rohani namanya, langit yang kelima.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Roh nurani aranira, ingkang
kaping nenem arane yayi, iya roh nabati iku, langit kang kaping sapta,
eroh kapi iku yayi aranipun, tegese sira weruha, langit roh
satunggil-tunggil.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Roh nurani namanya, yang keenam dinda,
ialah roh nabati, langit yang ketujuh, roh kapi itu dinda namanya,
ketahuilah artinya langit roh masing-masing.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Tegese langit kapisan, roh
jasmani mepeki ing ngaurip, aneng jasad manggonipun, langit roh
rabaninya, amepeki uripe badan sakojur, roh rahmani manggonira, mepeki
karsanireki.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Arti langit pertama, roh jasmani
memenuhi kehidupan, di tubuh tempatnya, langitroh rabani, memenuhi hidup
sekujur tubuh, roh rahmani tempatnya, memenuhi pada kehendakmu.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Langit roh rohani ika,
amepeki ing ngelminira yayi, langit roh nurani iku, mepeki cahya badan,
roh nabati amepeki idhepipun, iya ing badan sedaya, langit roh kapi
winilis.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Langit roh rohani itu, memenuhi dalam
dirimu, langit roh nurani itu, memenuhi cahaya tubuh, roh nabati
memenuhi pikiranmu, dan seluruh tubuh, langit roh kapi disebut-sebut.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Mepeki wijiling sabda, pan
wus jangkep cacahing pitung langit, eling-elingen ing kalbu, apa kang
wus kawedhar, amuwuhi kandeling iman, ……….</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Memenuhi terbabarnya sabda, telah
lengkaplah jumlah tujuh langit, ingat-ingatlah dalam hati, apa yang
telah terungkap, menambah tebalnya iman.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Laku ahli hakikat adalah sabar, tawakal,
tulus iklas. Pada tahap ini manusia telah mengenal jati dirinya, yang
dilambangkan terdiri dari atas tujuh lapis bumi dan tujuh lapis langit
sebagai kelengkapan ilmu. Kesemuanya berasal dari Tuhan, dan semua itu
menambah tebalnya iman. Wujudnya sebagai wadah ilmu, dan ilmunya ada
pada Tuhan. Manusia yang telah memahami ilmu Tuhan, tidak berpikiran
sempit, kerdil atau fanatik, dan tidak pula takabur. Ia justru bersikap
toleran, tenggang rasa, hormat-menghormati keyakinan orang lain, karena
tahu bahwa ilmu sejati, yang nyata-nyata bersember satu itu, hakikatnya
sama. Ibarat sungai-sungai dari gunung manapun mata airnya, pasti akan
bermuara ke laut juga. Sebaliknya jikalau ia memperdebatkan kulit
luarnya, berarti beranggapan benar sendiri, dan belum sampai pada inti
ajaran yang dicari. Orang yang telah sampai tahap hakikat, tidak munafik
dan tidak mempersekutukan Tuhan.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Inkang ana jroning badan kabeh, pan punika saking Hyang Widi, wujud ingkang pasthi, wawadhahing ngelmu.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Semua yang ada di dalam tubuh, itu dari Tuhan, wujud yang pasti, sebagai tempat ilmu.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Iya ngelmu ingkang
denwadhahi, ana ing Hyang Manon, poma iku weling ingsun angger, den
agemi lawan den nastiti, tegese wong gemi, ywa kongsi kawetu.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Ilmu yang diwadahi, ada pada Tuhan, teristimewa sekali pesanku nak, hemat dan telitilah, arti orang hemat, jangan sampai keluar.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Dene ta tegese wong nastiti,
saprentah Hyang Manon, den waspada sabarang ngelmune, terusana lahir
tekeng batin, ywa padudon ngelmu, lan wong liya iku.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Adapun arti orang teliti, akan semua
perentah Tuhan, hendaknya waspada terhadap sabarang ilmu, seyogyanya
teruskanlah lahir sampai batin, jangan bercekcok tentang ilmu, dengan
orang lain.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Yen tan weruh ngelmune Hyang
Widi, tuna jenenging wong, upamane kaya kali akeh, ana kali gedhe kali
cilik, karsanira sami, anjog samudra gung.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Jika tidak mengetahui ilmu Tuhan,
berarti rugi sebagai manusia, ibarat seperti sungai banyak, ada sungai
besar ada sungai kecil, kehendaknya sama, bermuara di samudra raya.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Sasenengan nggennya budhal
margi, ngetan ana ngulon, ngalor ngidul saparan-parane, suprandene
samyanjog jaladri, ywa maido ngelmi, tan ana kang luput.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Sesuka hati orang mencari jalan, ada
yang ketimur, kebarat ke utara ke selatan dan kemana saja perginya,
tetapi semua bermuara di laut, jangan mempercayai ilmu, tak ada yang
keliru.<strong><em> </em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Lir kowangan kang cupet ing
budi, sok pradondi kawruh, sisih sapa ingkang nisihake, bener sapa kang
mbeneraken yayi, densarwea pasthi, amung ngajak gelut.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Ibarat kumbang air yang berbudi picik,
kadang bertengkar ilmu, bila salah siapakah yang menyalahkan, bila benar
siapa yang membenarkan dinda, jika singgung pasti, hanya mengajak
bergelut.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Papindhane wong sumuci suci,
iku kaya endhog, wujud putih amung jaba bae, njero kuning pangrasane
suci, iku saking warih, warna cilam-cilum.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<br /></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Ibarat orang yang mengaku suci, seperti
telur, berwujud putih hanya luarnya saja, dalamnya kuning menurut
perasaannya suci, itu dari air, berubah-ubah.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Wong mangkana tan patut
tiniru, yayah kayu growong, isinira tan liyan mung telek, nadyan bisa
tokak-tokek muni, tan pisan mangerti, ucape puniku.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Orang seperti itu tidak patut dicontoh,
seperti kayu berlubang, isinya tidak lain hanya tokek, sekalipun bisa
berbunyi tekek-tekek, sama sekali tidak mengerti, apa ucapanya itu.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Poma yayi den angati-ati,
ujar kang mangkono, den karasa punika rasane, rinasakna sucine wong
ngelmi, kang kasebut ngarsi, lir sucining kontul.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Teristemewa sekali dinda
berhati-hatilah, kata seperti itu, rasakanlah hahekatnya, rasakanlah
kesucian orang berilmu, yang tersebut didepan, seperti kesucian burung
bagau.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Kicah-kicih anggung saba
wirih, angupaya kodhok, lamun oleh pinangan ing enggen, wus mangkono
watak kontul peksi, sandhange putih, panganane rusuh.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Berulangkali selalu pergi di tempat
berair, mencari katak, jika telah dapat dimakan ditempat, memang
demikian perangai burung bagau, pakaiannya putih, makanannya kotor.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Ywa mangkono yayi wong
ngaurip, poma wekas ingong, den prayitna rumeksa badane, aywa kadi watak
kontul peksi, mundhak niniwasi, dadi tanpa dunung.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Dinda, janganlah demikian orang hidup,
teristemewa sekali pesan ku, berhati-hatilah menjaga tubuh, jangan
seperti perangai burung bangau, karena memyebabkan celaka, sehingga
tanpa tujuan.</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em><br /></em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
<strong><em>Mituhua pitutur kang becik, yayi den kalakon, nyingkir ana jubriya kibire, lan sumungah aja anglakoni.</em></strong></h3>
<h3 style="text-align: justify;">
</h3>
<h3 style="text-align: justify;">
Terjemahan :</h3>
<br />
<h3 style="text-align: justify;">
Patuhilah nasihat utama dinda, semoga terlaksana, singkirkan watak congkak dan takabur, dan jangan pula angkuh.</h3>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-55627938813184431412016-05-02T23:14:00.001-07:002016-05-02T23:14:06.502-07:00SERAT WULANG REH PAKU BUANA X BAGIAN IV<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-t1yIqy_Sr64/VyhBk-xR6HI/AAAAAAAAEiM/Dp8F9P3o2Act7HGDpNF-tcHWCP1xUCqHgCLcB/s1600/garoet007a3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="253" src="https://2.bp.blogspot.com/-t1yIqy_Sr64/VyhBk-xR6HI/AAAAAAAAEiM/Dp8F9P3o2Act7HGDpNF-tcHWCP1xUCqHgCLcB/s400/garoet007a3.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<h3 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">Pupuh<br />
KINANTHI</span></h3>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<br />
<ol style="text-align: justify;">
<li>
<h4>
Dene ta pitutur ingsun / marang putraningsun estri / den eling ing
aranira / sira pan ingaran putri / puniku putri kang nyata / tri tetelu
tegesneki //.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Bekti nastiti ing kakung / kaping telune awedi / lahir batin aja
esah / anglakoni satuhuning / laki ciptanen bendara / mapan wong wadon
puniki //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Wajib manut marang kakung / aja uga amapaki / marang karepe wong
lanang / sanadyan atmajeng aji / alakiya panakawan / sayekti wajib
ngabekti //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Kalamun wong wadon iku / angrasa mengku mring laki / ing batine
amarentah / rumangsa menang mring laki / nora rumangsa wanodya / puniku
wataking laki //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Iku wong wadon kepahung / bingung bintang kena wening / tan wurung
dadi ranjapan / ing dunya tuwin ing akhir / dadi intiping naraka /
kalabang lan kalajengking //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ingkang dadi kasuripan / sajroning naraka benjing <strong>/ iku </strong>wong wadon candhala / iku tan bisa merangi / ing nepsu kala hawa / amarah kang den tutwuri //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Iku poma putraningsun / anggonen pitutur iki / den wedi ing kakung nira / aja dumeh suteng aji / yen sira <strong>nora </strong>bektiya / ing laki tan wande ugi //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Anggagawa rama ibu / kurang pamuruking siwi / iku <strong> </strong>terkaning ngakathah / apan esaningsun iki / marang Allohu Tangala / miwah ing Rosullullah<strong>i </strong>//</h4>
</li>
<li>
<h4>
Sakabehe anak ingsun / pawestri kang kanggo laki / kinasihan ing <strong>kang </strong>priya / pan padha bektiya laki / padha lakinya sapisan / dipun kongsi nini-nini //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Maksih angladeni kakung / sartaa dipun welasi / angoyoda arondhowa /
warege amomong siwi / lan nini pitutur ingwang / estokna ing lahir
batin //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Lawan ana kojah ingsun / saking eyangira swargi / pawestri iku
elinga / lamun ginawan dariji / lilima punika ana / arane sawiji-wiji //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Jajempol ingkang rumuhun / panuduh ingkang ping kalih / panunggul
kang kaping tiga / kaping pat dariji manis / kaping gangsale punika /
ing wekasan pan jajenthik //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Kawruha sakarsanipun / mungguh pasmoning Hyang Widhi / den kaya pol
manahira / yen ana karsane laki / tegese pol kang den gampang / sabarang
karsaning laki //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Mila ginawan panuduh / aja sira kumawani / anikel tuduhing priya /
ing satuduh anglakoni / dene panunggul suweda / iku sasmitaning ugi //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Priyanta karyanen tangsul / miwah lamun apaparing / sira uga
unggulena / sanadyan amung sathithik / wajib sira ngungkulena / mring
guna kayaning laki //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Marmane sira punika <strong><em>/</em></strong><em> </em>ginawan dariji manis / dipun manis ulatira / yen ana karsaning laki / apa dene yen angucap / ing wacana kudu manis //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Aja dosa ambasengut /nora maregaken ati / ing netra sumringah /
sanadyan rengu ing batin / yen ana karsaningpriya / buwangen aja na kari
//</h4>
</li>
<li>
<h4>
Marmane ginawan iku / iya dariji jajenthik / dipun angthag akethikan
/ yen ana karsaning laki / karepe kathah thik-thikan / den tarampil
barang kardi //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Lamun angladasi kakung / den keba nanging den ririh / aja kebat
gerobyagan / dreg-dregan sarya cicincing / apan iku kebat nistha / pan
rada ngose ing batin //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Poma-poma wekasingsun / marang putraningsun estri / muga padha den
anggowa / wuruke si bapa iki / yen den lakoni sadaya / iba saiba ta nini
//</h4>
</li>
<li>
<h4>
Si bapa ingkang ananggung / yen den anggowa kang weling / wus pasthi
amanggih mulya / ing donya tuwin ing akhir / lan aja manah anyimpang /
dipun tumemen ing laki //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Den maruwa patang puluh / tyasira aja gumingsir / lahir batin aja
owah / angladeni marang laki / malah sira upayakna / wong wadon kang
becik-becik //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Parawan kang ayu-ayu / sira caosna ing laki / mangkono patrape uga /
ngawruhi karsaning laki / pasthi dadi ing katresnan / yen wong lanang
den tututi //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yen wong wadon nora angsung / bojone duweya selir / mimah lumuh den wayuh / <strong>iku </strong>wong wadon penyakit / nora weruh tata karma / daliling Qur’an mastani //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Papadhane asu bunting / celeng kobong pamaneki / nora pantes pinecakan / nora <strong>wurung </strong>mamarahi / den doh sapitung pandahat / aja anedya pinikir //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Kaya kang mangkono iku / balik kang dipun nastiti / marang wuruke si
bapa / darapon manggih basuki / kayata yen maca layang / tingkahing
wanodya adi //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Pagene ta nedya tiru / kalawan ewa pawestri / kang kinasihan ing
priya / apa pawestri parunji / miwah ta estri candhala / apa nora
kedhah-kedhih //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ingkang kinasihan kakung / kabeh pawestri kang bekti / kang nastiti
marang priya / dene estri kang parunji / candhala pan nora nana / den
kasihi marang laki //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Malah ta kerep ginebug / dadine wong wadon iki / tanpa gawe maca
layang / tan gelem niru kang becik / mulane ta putraningwang / poma-poma
dipun eling //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Marang ing pitutur ingsun / muga ta Hyang Maha Suci / netepana
elingira / marang panggawe kang becik / didohna panggawe ala / siyasiya
kang tan becik //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Titi tamat layang wuruk / marang putraningsun estri / Kemis Pon ping
pitu sura / Kuningan Be kang gumanti / esa guna swareng nata / Sancaya
hastha pan maksih /</h4>
</li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<h3 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">PUPUH<br />
KINANTHI</span></h3>
<h4>
</h4>
<ol>
<li>
<h4>
Bahwa ajaranku (nasihatku), kepada anak perempuanku, agar ingat akan
namamu, engkau disebut putri, itu putri yang sejati, tiga, ketiganya
ini maksudnya.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Bebakti dan cermat kepada suami, yang ketiga takut, lahir batin
jangan mengeluh, melaksanakan yang satu, jadikanlah suamimu orang
terhormat, bukankah perempuan itu.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Wajib menurut kepada suami, jangan menghalang-halangi, akan
kehendaksuami, walaupun putra raja, mengabdilah kepada suami, harus
benar-benar berbakti.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Apabila wanita itu, merasa menguasai laki-laki, dalam batinnya
memerintah, merasa menang dengan suami, tidak merasa sebagai wanita, itu
wataknya laki-laki.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Wanita jahat, bingung hatinya, tidak urung menjadi orang tercela, di
dunia hingga akhirat, menjadi dasar neraka, kelabang dan kalajengking.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yang menjadi alasnya, di neraka kelak, itu wanita tercela, yang tidak dapat mengendalikan, hawa nafsu, amarah yang diikuti.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Inilah anakku, pakailah ajaran ini, takutlah kepada suami, jangan
merasa takabur (sombong) sebagai putri raja, jika engkau tidak berbakti,
kepada suami tidak urung juga</h4>
</li>
<li>
<h4>
Membawa bapak ibu, kurang memberikan petuah pada anak, itu prasangka
orang banyak, permintaanku ini, kepada Allah Taala, dan kepada
Rasulullah.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Semua putraku, yang putri terpakailah oleh suami, semoga dikasihi
oleh suami, dan berbaktilah kepada suami, bersuamilah sekali saja,
mudah-mudahan sampai neneknenek.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tataplah melayani suami, serta dikasihi, dapatlah memberikan
keteduhan, semoga puas mengasuh anak, dan nasihatku kepadamu, hendaknya
ditaati lahir dan batin.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Dan ada pesan, dari mendiang kakekmu, ingatlah bahwa perempuan itu,
dibekali jari, kelimanya itu ada, apabila dirinci mempunyai arti.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ibu jari yang pertama, telunjuk yang kedua, jari tengah yang ketiga,
keempat jari manis, yang kelima itu, yang terakhir adalah kelingking.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ketahuilah maksudnya, isyarat Hyang Widhi, ibaratnya sepenuh hati,
jika ada kehendak suami, arti yang mudah sepenuh hati, segala kehendak
suami.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Maka engkau dibekali telunjuk, janganlah engkau berani, apabila
suamimenunjukkan, cepatlah melaksanakan, dengan jari tengahmu, itu juga
isyarat.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Suamimu jadikanlah pengikat, dan apabila memberikan sesuatu,
kepadamu junjunglah, walaupun hanya sedikit, engkau wajib menjunjung,
akan penghasilan suami.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Maksudnya engkau, dibekali jari manis, buatlah “manis” roman mukamu,
jika berada di depan suami, apabila jika bicara, pergunakanlah
kata-kata yang manis.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Janganlah pemarah dan bermuka masam, itu tidak menarik hati, roman
muka dibuat gembira, walaupun sedang kesal hatinya, jika berada di depan
suami, buanglah jangan sampai ketinggalan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Oleh karena itu dibekali, juga jari kelingking, ditimbang-timbang,
jika ada kemauan suami, maksud ditimbang-timbang adalah, agar terampil
dalam bekerja.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Jika melayani suami, yang cepat namun halus, jangan cepat namun
kasar, tergesagesa dan tidak tenang, bukankah itu cepat namun tercela,
sebab dalam hati agar marah.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Demikianlah pesanku, kepada putra perempuanku, semoga dilaksanakan,
ajaran bapak ini, jika engkau laksanakan semua, begitulah anakku.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Bapak yang menanggung, jika engkau laksanakan pesanku, sudah tentu
menemukan kebahagiaan, di dunia dan di akhirat, dan hati jangan
menyimpang, bersungguhsungguh terhadap suami.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Walaupun dimadu berjumlah empat puluh, hatimu jangan berubah, lahir
dan batin jangan berubah, melayani suami, usahakanlah, wanita yang
baik-baik.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Gadis yang cantik-cantik, serahkanlah kepada suami, demikian itu
sifat, mengerti kehendak laki-laki, pasti memupuk cinta kasih, jika
suami dibuat puas hatinya.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Jika wanita tidak merelakan, suaminya mempunyai selir, dan tidak
suka dimadu, itu wanita tercela, tidak tahu tata krama, menurut dalil
Qur’an.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Sama dengan anjing buntung, diumpamakan celeng terbakar, tidak
pantas didatangi, tidak urung membuat, supaya dijauhkan tujuh ukuran,
janganlah terus dipikir.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Hal seperti itu, agar diteliti kembali, ajaran san bapak,
dimaksudkan untuk mendapatkan selamat, ibaratnya membaca surat, tingkah
laku wanita luhur.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Mengapa tidak ditiru, oleh para istri, yang dikasihi oleh suami, apakah wanita jahat, dan wanita tercela, apa tidak segan-segan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yang dikasihi oleh suami, suami wanita yang berbakti, yang teliti
terhadap suami, namun wanita yang jahat, tercela, tidak ada yang
dikasihi suami.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Bahkan sering dipukul, wanita yang begini, tidak ada gunanya membaca
surat, tidak mau meniru yang baik, oleh sebab itu anakku,
ingat-ingatlah.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ajaranku (nasihatku) ini, semoga Hyang Maha Suci, tetap memberikan
kesadaran, terhadap perbuatan yang baik, dijauhkan dari perbuatan jahat,
aniaya yang tidak baik.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tamatlah surat ajaran (nasihat), kepada putra putrinya, Kamis Pon
tanggal 7 Sura, Kuningan tahun Be, dengan Candrasangkala “esa guna
swareng nata”, Windu sancaya yang ke delapan.</h4>
</li>
</ol>
</div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-37762116305659579462016-05-02T23:06:00.002-07:002016-05-02T23:06:21.338-07:00SERAT WULANG REH PAKU BUANA X BAGIAN III<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-RoytlMQ-Wys/Vyg_yHhDDEI/AAAAAAAAEiA/ISeozwebPqM7XwwyHcv0KV3pWAGBPb-TwCLcB/s1600/garoet007a3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="253" src="https://1.bp.blogspot.com/-RoytlMQ-Wys/Vyg_yHhDDEI/AAAAAAAAEiA/ISeozwebPqM7XwwyHcv0KV3pWAGBPb-TwCLcB/s400/garoet007a3.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<h3 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;"> Pupuh<br />
<strong>DHANDHANGGULA</strong></span></h3>
<ol style="text-align: justify;">
<li>
<h4>
Lenggah madyeng pandhapa Sang Aji / lan kang garwa munggwing ng<strong>ing </strong>dhadhampar
/ panganten estri kalihe / munggwing ngarsa Sang Prabu / duk wineling
kang putra kalih / winuruk ing masalah / angladosi kakung / Prabu
Tarnite ngandika / anak ingsun babo den angati-ati / abagus lakinira //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Suteng nata prajurit sinekti / tur kinondhang Sang Prabu Jenggala /
amumpuni sarjanane / ing pramudita kasub / wicaksana alus ing budi /
prawira mandraguna / prakoseng dibya nung / ratu abala kakadang /
amepeki musthikane wong sabumi / taruna nateng Jawa //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Marma babo dibegjanireki / sinaruwe mring prabu Jenggala / pira-pira
ing maripe / ing Jawa nggoning semu / wit sasmita wingiting janmi /
babo dipangupaya/wiweka weh sadu / mungguhing paniti krama / wong alaki
tadhah sakarsaning laki / padhanen lan jawata //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Nistha madya utama den eling/utamane babo wong akrama / jawata
nekseni kabeh / pan ana kang tiniru / Putri Adi Manggada nguni / wido
dari kungkulan / ing sawarnanipun / lan sinung cahya murwendah /
Citrawati sinembah ing wido dari / Putri Adimanggada //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Garwanira rajeng Mahespati / Sri Mahaprabu Harjuna Sasra /
tinarimeng Batharane / dennya ngugung mring kakung / mila prabu ing
Mahespati / katekan garwa dhomas / saking garwanipun / putri Manggada
kang ngajap / sugih maru akeh putri ayu luwih / yen ana kinasihan //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Mring kang raka Prabu Mahespati / Putri Manggada sigra anyandhak /
kinadang-kadang yektine / jinalukaken wuwuh / ing sihira kang raka aji /
pan kinarya sor-soran / kang raka anurut / dadya sor-soran sakawan /
Citrawati saking panjunjungireki / tinurut dening raka //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Lega ing tyas anrus ing wiyati / murtining priya putri Manggada /
limpat grahitane sareh / iku yogya tiniru / Citrawati guruning estri /
nini iku utama / suwita ing kakung / tan ngarantes pasrah jiwa / raga
nadyan anetep den irih-irih / ing raka tan lenggana //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Nora beda nini jaman mangkin / ingkang dadituladan utama / putri
Manggada anggepe / suraweyan Sang Prabu / manthuk- manthuk atudhang-
tudhing/ putra kalih gung nembah /ing rama Sang Prabu /poma nini dipun
awas / pan wano dyaden cadhang karsaning laki / den bisa nuju karsa //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Aja rengu ing netra den aris / angandika Prabu Geniyara / tan
kapirsan andikane / mung solah kang kadulu /heh ta nini madyaning krami /
sumangga ing sakarsa / tan darbe pakewuh / manut sakarsaning raka /
Citrawati waskitha solahing laki / mila legawa tama //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Nisthaning krama sawaleng batin / ing lahire nadyan lastari ya /
ing wuri sumpeg manahe / ing pangarepan nyatur / nora wani mangke ing
wuri / tyase agarundhelan / mongkok-mongkok mungkuk/ ing batin ajape ala
/ iya aja ana wadon kang den sihi / ngamungna ingsun dhawak //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tan kawetu mung ciptaneng batin / nisthanira tan wus saking driya /
durjana iku ambege / pasthi den bubuk mumuk / bumi langit padha nekseni /
nalutuh ing sajagad / dosane gendhukur / wido dari akeh ewa / ing
delahan ing nraka den engis-engis / ing widodari kathah //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Lamun nini nira den pasrahi / raja brana ing priya den angkah /
branane wus den wehake /sayekti duwekingsu/ iku anggep wong trahiyoli /
luwih nisthaning nistha / pakematan agung /dudu anggepe wong krama /
baberan duba ru<strong>wun </strong>setan kaeksi / dudu si pating jalma //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Setan kere pan angga<strong>wa la</strong>ding / thethel–<strong>thethel </strong>balung
wus binuwang / jejenising jagad kabeh / bebete wong anglindur/ tanpa
niyat duwe pakarti / buru karep kewala / mring darbeking kakung /
sanadyan pepegatana / duwek iku jer wus dadi duwek mami / jer ingsun wus
digarap //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yeku budi satus trahiyoli / papalanyahan <strong>murka </strong>anungsang
/ nyilakani ing tanggane / lakon pitung panguwuh / ing tanggane kang
denulari / aja na sasandhingan / wong mangkono iku / yekti kasrengat
cilaka / bonggas gawe asandhing wong kena pidhir / reregede sajagad //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Gawe kurang ambiyanireki /lah usungen dunya ing Mekasar / mung aja
amurang bae / aja toleh maring / anggegawa regeding ati / lamun sira
anyipta / yen atmajeng ratu / dadi gungan ing tyasira / wong akrama
katon wong tuwanireki / anggandelaken ala //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ing akrama estri dadi adi / wus tinitah ing Suksma Kawekas /wus
mangkana titikane/karsaning bathara gung / pangulahing hyang Hudipati /
yen ana kang anerak / wong mopo ing tuduh / Bathara Suksma Kawekas /
babendhu manungsa kang den upatani / dadi warit sakala //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Saya lamun di suka ing Widhi / dadi manggih apureng delahan /
kalamun den ingu bae / di sukana ing besuk / yeku ingkang ambab ayani /
tanpa dadi delahan / yen mangkono kontang / poma nini den suwita /
marang laki yen sira ginawa benjing / mulih mring lakinira //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Sampun telas pitutur <strong>sang </strong>Aji / ing Tarnite Prabu
Geniyara / sri atmaja kakalihe / pan prakara satuhu / yen tiruwa pasthi
abecik / aja dumeh wong Buda / kang duwe pitutur / kaya sang raja ing
Cina / aja dumeh-dumeh / kalamun wong kapir / tur majusi kapirnya //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Nanging pitutur apan prayogi / mapan pirit pinet ing sarapat / lan
kadis Rosulullohe / eklasna putraningsun / didimena raharjeng krami /
nyuwargakken wong tuwa sira yen mituhu / marang wuruke si bapa / apan
ana tatandhane ingkang becik / anganthia kang raharja //</h4>
</li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<h3 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">PUPUH<br />
DHANDHANGGULA</span></h3>
<h4>
</h4>
<ol>
<li>
<h4>
Sang raja duduk di tengah pendopo, dan sang istri berada di
singgasana, kedua mempelai putri, berada di depan sang raja, kedua
putrinya diberi pesan, diajarkan suatu hal, tentang melayani suami, Raja
Ternate berkata, “anakku, berhatihatilah!, baik-baiklah pada suami”.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Putra raja prajurit sakti, dan dikenal oleh Sang Prabu Jenggala,
memiliki banyak kepandaian, akan kesenangan dan kemashuran, bijaksana
dan berbudi halus, perwira yang agung (perkasa), kuat badannya, raja
bertentara sanak saudara, mendekati keindahan orang sedunia, raja muda
di Jawa.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Bahwa keberuntungan itu, diperhatikan oleh Raja Jenggala, berapa
banyak saudara ipar, di Jawa tempat tersamar, dan isyarat juga sampai di
luar, berusaha memimpin, berhati-hati pada orang suci, bahwa di dalam
ajaran tata krama, orang berumah tangga hendaknya menurut laki-laki,
samakanlah dengan dewa.</h4>
</li>
<li>
<h4>
(orang) rendah, sedang, dan utama, ingatlah, terutama orang berumah
tangga, semua dewa menyaksikan, bukankah ada yang ditiru, putri cantik
dari Adimanggada, melebihi bidadari, dari segala warna, dan diberi sinar
keutamaan yang indah, Citrawati disembah oleh bidadari, putri cantik
Adimanggada.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Istri raja Mahespati, Sri Mahaprabu Harjunasasra, diterima oleh
dewa, karena menyanjung suaminya, karena itu raja Maespati, mendapat
putri delapan ratus, dari istrinya, putri Magada menginginkan, memiliki
madu yang banyak dan cantik-cantik, apabila ada yang dikasihi.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Oleh suaminya raja Mahespati, putri Manggada segera mengambilnya,
sebagai saudara kandungnya, dimintakan tambah, kasih sayang suaminya,
dikerjakannya terus menerus, maka suami akan menurut, menjadi teman
selamanya, usaha Dewi Citrawati, diturut oleh suaminya.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Lega dan terangnya hati tak terhingga, pikiran yang dimiliki oleh
putri Manggada, pandai dan berperasaan kepada orang lain, itu baik untuk
ditiru, Citrawati sebagai guru wanita, anakku itu utama, mengabdi
kepada suami, tidak merana menyerahkan jiwa, apabila raja dilindungi,
dikasihi, yang tak terduga oleh suami.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tidak berbeda dengan zaman yang akan datang, yang menjadi teladan,
hanya putri Manggada yang dipercaya, sang raja asyik, mengangguk-angguk
dan menunjuk, kedua putrinya menghaturkan sembah, kepada ayahnya.
“Anakku, waspadalah, bukankah wanita itu menerima segala kehendak
suami”, dapatlah mengerti kemauannya.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Jangan ragu-ragu dalam memandang, sang raja Geniyara berkata, tidak
terdengar kata-katanya, hanya gerak-gerik yang terlihat, bahwa di dalam
berumah tangga, pasrah pada kehendak (suami), tidak memiliki rasa
sungkan, menurut kehendak suami, Citrawati memahami gerak hatinya, maka
berada dalam keutamaan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Hal yang nistha di dalam batin, walaupun akan lestari, pada akhirnya
hatinya bingung, di depan berkata, di belakang tidak berani, di dalam
hati mengeluh, di dalam hati berniat tidak baik, jangan sampai wanita
yang dikasihi, hanya memikirkan diri sendiri saja.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Hanya dipikirkan di dalam hati, kejelekan orang itu tidak selamanya
melekat di hati, orang jahat itu menganggap pasti itu penyakit bodoh,
bumi dan langit menyaksikan, kotoran di dunia, dosanya bertumpuk, semua
bidadari tidak senang, kelak masuk neraka dan diperolok-olok, oleh
bidadari-bidadari.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Namun, anakku jika engkau diberi, harta benda oleh suamimu
berhati-hatilah, hartanya sudah diserahkan, hakikatnya kepunyaanmu, itu
dianggap orang jahanam, lebih daripada hina, tukang sihir besar, bukan
dianggap orang berumah tangga, menabur dupa dan setan menari-nari, bukan
sifat makhluk (manusia).</h4>
</li>
<li>
<h4>
Setan berkeliaran membawa pisau, mengambil tulang yang sudah
dibuang, mengotori seluruh dunia, perbuatan orang mengigau, tidak
berniat memiliki perbuatan, mengejar kenyang saja, akan harta milik
suami, walaupun terjadi perceraian, milikmu sudah menjadi milikku, sebab
(saya) sudah diperistri.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yaitu budinya seratus jahanam, orang yang acak-acakan, membuat
celaka tetangga, kotoran berlipat tujuh, tetangga ditulari, jangan
didekati, orang seperti itu, pasti akan terkena kejelekannya, tidak ada
gunanya berdekatan dengan orang sesat, kotoran sedunia.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ambillah harta dari Makasar, hanya jangan melanggar kehormatan,
jangan mengingat ayahmu, akan membawa kotor hati, apabila berpendapat,
bahwa engkau putra raja, menjadi kebanggaan hatimu, orang berumah tangga
terlihat oleh orang tua itu, mempertebal/memperbesar kejelekan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Dalam rumah tangga wanita menjadi terhormat, yang diciptakan oleh
Suksma Kawekas, itu sudah pertanda, kehendak Bathara Yang Maha Tinggi,
kehendak Hyang Hutipati, jika ada yang menerjang, orang yang tidak
mengindahkan petunjuk, Bathara Suksma Kawekas, semoga dihukum disumpah,
menjadi “cacing” seketika.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Semakin lama disukai Yang Maha Kuasa, kelak jadilah pemaaf, jika
disimpan saja, kena marah nantinya, itu yang berbahaya, tidak akan
berhasil nantinya, apabila demikian peruntungannya, maka dari itu anakku
dapatlah mengabdi, kepada suami jika kamu dibawa nanti, kembali kepada
suamimu.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Sudah selesai nasihat sang raja, Raja Geniyara dari Ternate, kepada
kedua putrinya, perkara yang sangat baik, jika ditiru baik manfaatnya,
jangan merasa orang “buda”, yang memiliki ajaran, seperti Raja Cina,
jangan merasa bahwa kafir itu segalanya, apabila kafirnya orang Mejusi.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tetapi ini ajaran (nasihat) yang baik, makna yang dikandungnya baik
untuk diambil, dan hadis Rasulullah, ikhlaskan anakku, agar bahagia
dalam berumah tangga, menjunjung nama orang tua, jika kamu turuti,
ajaran (nasihat) ayahmu, berada dalam tanda/alamat yang baik, ajakan
menuju kebahagiaan.</h4>
</li>
</ol>
</div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-14686407710665326672016-05-02T22:58:00.002-07:002016-05-02T22:58:15.815-07:00SERAT WULAN REH PAKU BUANA X BAGIAN II<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-m81oD3IAuNw/Vyg94a6iFWI/AAAAAAAAEhw/z9BCtBkgBvkJVsE5IjxgkT6KPMOMFdJmwCLcB/s1600/garoet007a3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="253" src="https://4.bp.blogspot.com/-m81oD3IAuNw/Vyg94a6iFWI/AAAAAAAAEhw/z9BCtBkgBvkJVsE5IjxgkT6KPMOMFdJmwCLcB/s400/garoet007a3.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<h3 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">Pupuh<br />
ASMARANDANA</span></h3>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<br />
<ol style="text-align: justify;">
<li>
<h4>
Pratikele wong akrami / dudu brana dudu rupa / amung ati paitane /
luput pisan kena pisan / yen gampang luwih gampang / yen angel-angel
kelangkung / tan kena tinambak arta // .</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tan kena tinambak warni / uger-ugere wong krama / kudu eling paitane
/ eling kawiseseng priya / ora kena sembrana / kurang titi kurang emut /
iku luput ngambra-ambra //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Wong lali rehing akrami / wong kurang titi agesang / Wus wenang ingaran pedhot / titi iku katemenan<strong> /</strong> tumancep aneng manah / yen wis ilang temenipun / ilang namaning akrama //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Iku wajib kang rinukti / apan jenenging wanita / kudu eling paitane /
eling kareh ing wong lanang / dadi eling parentah / nastiti wus
duwekipun / yen ilang titine liwar //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Pedhot liwaring pawestri / tan ngamungken wong azina /ya kang ilang nastitine / wong pedhot dherodhot bedhot <strong> </strong>/ datan mangan ing ngarah / pratandhane nora emut / yen laki paitan manah //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Dosa lahir dosa batin / ati ugering manungsa / yen tan pi nantheng
ciptane / iku atine binubrah / tan wurung karusakan / owah ing ati tan
emut / yen ati ratuning badan //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Badan iki mapan darmi / nglakoni osiking manah / yen ati ilang
elinge / ilang jenenging manungsa / yen manungsane ilang / amung rusak
kang tinemu / tangeh manggiha raharja //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Iku wong durjana batin/ uripe nora rumangsa / lamun ana nitahake /
pagene nora kareksa / ugere wong ngagesang / teka kudu sasar susur /
wong lali kaisen setan //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ora eling wong aurip / uger-uger aneng manah / wong mikir marang
uripe / ora ngendhaleni manah / anjarag kudu rusak / kasusu kagedhen
angkuh / kena ginodha ing setan //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Pan wus panggawening<strong> </strong>eblis/yen ana wong lali bungah
/ setane njoged angleter / yen ana wong lengus lanas / iku den aku
kadang / tan wruh dadalan rahayu / tinuntun panggawe setan //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Wong nora wruh maring sisip/ iku sajinis lan setan / kasusu manah
gumedhe / tan wruh yen padha tinitah / iku wong tanpa tekad / pan wus
wateke wong lengus / ambuwang ugering tekad //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Iku nini dipunelin /lamun sira tinampanan / marang Sang
Jayengpalugon / ya garwane loro ika / putri teka Karsinah / iya siji
putri Kanjun / aja sira duwe cipta //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Maru nira loro nini /nadyan padha anak raja / uger gedhe namaning
ngong / lan asugih ratu cina / parangakik Karsinah / rangkepa
karatonipun / maksih sugih ratu Cina //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Budi kang mangkono nini / buwangen aja kanggonan / mung nganggo<strong>w</strong>a andhap asor / karya rahayuning badan / den kapara memelas / budi ingkang dhingin iku / wong ladak anemu rusak //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yen bisa sira susupi / tan kena ginawe ala / yen kalakon andhap asor
/ yen marumu duwe cipta /ala yekti tan teka / andhap asorira iku / kang
rumeksa badanira //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Lamun sira lengus nini / miwah yen anganggo lanas/ dadi nini sira
dhewe / angrusak mring badanira /marumu loro ika / sun watara
Jayengsastru / dadi tyase loro pisan //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Telas pituturireki / mring putra Sang Prabu Cina / prayoga tiniru
mangke /marang sakehing wanodya / iki pituturira / ing Tarnite Sang
Aprabu / Geniyara gula drawa //</h4>
</li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<h3 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">PUPUH<br />
ASMARANDANA</span></h3>
<h4>
</h4>
<ol>
<li>
<h4>
Bekal orang menikah, bukan harta bukan pula kecantikan, hanya
berbekal hati (cinta), sekali gagal, gagallah, jika mudah terasakan amat
mudah, jika sulit terasakan amat sulit, uang tidak menjadi andalannya.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tidak bisa dibayar dengan rupa, syarat-syarat orang berumah tangga,
harus diingat modalnya, ingat kekuasaan laki-laki, tidak boleh
seenaknya, kurang berhati-hati dan kurang waspada, kesalahan yang
berlebihan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Orang yang lupa aturan berumahtangga, orang yang kurang berhati-hati
dalam hidupnya, dapat dikatakan sudah rusak, teliti itu artinya
bersungguh-sungguh, meresap dalam hati, jika sudah hilang ketelitiannya,
hilang nama baik berumah tangga.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Itu kewajiban yang harus dipelihara, karena hanya wanita, harus
bermodalkan eling, ingat akan wewenang laki-laki, jadi ingat perintah,
berhati-hati sudah menjadi miliknya, apabila tidak berhati-hati maka
rusaklah.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Perempuan yang rusak, tidak hanya pada orang berzina, termasuk orang
yang tidak berhati-hati (tidak teliti), dinamakan “bejat” moralnya,
tidak mengenal arah, pertanda tidak ingat, bahwa berumah tangga
bermodalkan hati.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Dosa lahir dan batin, hati menjadi pedoman, jika tidak khusuk
ciptanya, pertanda hatinya kacau, bisa menyebabkan kerusakan, berubahnya
hati karena tidak ingat, kalau hati itu rajanya badan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Badan adalah hanya sekadar pelaksana geraknya hati, melaksanakan
kemauan hati, jika hati hilang kesadarannya, hilang sifat
kemanusiaannya, apabila sifat kemanusiaannya hilang, hanya kerusakan
yang didapatkan, tidak mungkin mendapatkan kebahagiaan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Itu orang yang jahat, tidak menyadari hidupnya, bahwa hidupnya ada
yang mencipta, mengapa tidak dirawat, syaratnya orang hidup, jangan
sampai salah langkah, orang yang lupa menjadi prbuatan setan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tidak ingat tentang kehidupan, berpedoman pada hati, orang yang
mengelak terhadap kehidupan, tidak mengendalikan hati, sengaja ingin
merusak, terburuburu tingi hati (sombong), terkena godaan setan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Memang sudah menjadi perbuatan iblis, jika ada orang lupa menjadi
senang, setan menari-nari dengan gembira, jika ada orang pemarah, itu
dianggap saudara, tidak melihat jalan kebenaran, mengarah kepada
pekerjaan setan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Orang yang tidak melihat akan kesalahan, itu sejenis dengan setan,
tergesa-gesa menjadi tinggi hati, tidak tahu sama-sama dititahkan
(diciptakan), itu orang yang tidak berpendirian, sudah menjadi watak
orang pemarah, membuang pedoman yang menjadi dasar pedoman tersebut.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Itulah anakku ingatlah, apabila engkau diterima, oleh Sang
Jayengpalugon, yang istrinya dua itu, putrinya Karsinah, yang satunya
putri Kanjun, janganlah engkau punya pikiran.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Madumu dua orang itu, walaupun sama-sama anak raja, asal besar
namaku, dan raja Cina lebih kaya, Parangakik Karsinah, walaupun rangkap
kerajaannya, masih lebih kaya ratu Cina.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Budi yang demikian itu anakku, buanglah jangan sampai kau miliki,
gunakanlah rasa rendah hati, untuk keselamatan diri, berbuatlah agar
dikasihi, budi yang pertama tadi, orang pemarah (sombong) akan berakibat
celaka.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Jika bisa engkau mengerti, tidak dapat dibuat jelek, jika berbuat
rendah hati, jika madumu mempunyai niat jelek, pasti tidak akan
terlaksana, sebab sikapmu yang rendah hati, yang telah bersemayam dalam
badanmu.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Namun, jika engkau sombong anakku, lebih-lebih jika “galak”,
menjadikan dirimu, merusak badanmu sendiri, kedua madumu itu, ibaratnya
“jayeng satru”, keduanya jadi perhatian.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Nasihatnya telah selesai, kepada putra Sang Prabu Cina, sebaiknya
kelak menjadi teladan, untuk semua wanita, ini nasihatnya, Sang Prabu di
Ternate, Geniyara beralih pada pupuh dhandhanggula.<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
</h4>
</li>
</ol>
</div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-82062371077741654672016-05-02T22:40:00.002-07:002016-06-19T00:48:56.123-07:00SERAT WULANG REH PAKU BUANA X BAGIAN I<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-tr1uOx7IQ-0/V2ZOVcHSNqI/AAAAAAAAEws/i2mq5_-5oNobaHt72tCAgbBu_9hdJ231gCLcB/s1600/download.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="299" src="https://4.bp.blogspot.com/-tr1uOx7IQ-0/V2ZOVcHSNqI/AAAAAAAAEws/i2mq5_-5oNobaHt72tCAgbBu_9hdJ231gCLcB/s400/download.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<br />
<br />
<h3 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">Pupuh<br />
M I J I L</span></h3>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<br />
<ol style="text-align: justify;">
<li>
<h4>
Ingsun nulis ing layang puniki / atembang pamiyos / awawarah wuruk
ing wijile / marang sagung putraningsun estri / tingkahing akrami /
suwita ing kakung //.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Nora gampang babo wong alaki / luwih saking abot / kudu weruh ing
tata titine / miwah cara-carane wong laki / lan wateke ugi / den awas
den emut //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yen pawestri tan kena mbawani / tumindak sapakon / nadyan sireku
putri arane / nora kena ngandelken sireki / yen putreng narpati / temah
dadi lu p ut //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Pitutur<strong>e </strong>raja Cina dhingin / iya luwih abot /
pamuruke marang atmajane / Dewi Adaninggar duk ngunggahi / mring Sang
Jayengmurti / angkate winuruk //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Pan wekase banget wanti-wanti / mring putrane wadon / nanging
Adaninggar tan angangge / mulane patine nora becik / pituture yogi /
Prabu Cina luhung //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Babo nini sira sun tuturi / prakara kang abot / rong prakara gedhene
panggawe / ingkang dhingin parentah narpati / kapindhone laki / padha
abotipun //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yen tiwasa wenang mbilaheni <strong> </strong>/ panggawe kang roro / padha lawan angguguru lire / kang meruhken salameting pati / ratu lawan laki / padha tindakipun //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Wadya bala pan kak ing narpati / wadon khak ing bojo / pan kawasa
barang pratikele / asiyasat miwah anatrapi / Sapra- tingkahneki / luput
wenang ngukum //.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Sapolahe yen wong amrih becik / den amrih karaos / pon-ponane kapoka
ing tembe / nora kena anak lawan rabi / luput ngapureki / tan wande
anempuh //.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Amung bala wenang ngapureki / polahe kang awon / beda lawan rabi ing
lekase / pan mangkono nini wong ngakrami / apaitan eling / amrih
asmareng kung //</h4>
</li>
</ol>
<div style="text-align: justify;">
<h4>
</h4>
<h4 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">TERJEMAHAN</span></h4>
<h4 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">PUPUH<br />
M I J I L</span></h4>
<h4>
</h4>
<ol>
<li>
<h4>
Saya menulis karya ini, dalam bentuk tembang, memberikan petuah
dalam bentuk (tembang) mijil, kepada seluruh anak perempuan saya,
(tentang) tata krama dalam perkawinan, mengabdi kepada suami.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tidak mudah orang bersuami, sangat berat, harus tahu aturan, juga
harus tahu cara-cara orang bersuami, dan juga watak (lelaki), waspadalah
dan ingatlah.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Wanita jangan mendahului kehendak suami, berbuat semaunya (asal
perintah) meskipun kamu itu putri, kamu jangan menonjolkan kalau putra
raja, akhirnya tidak baik.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Nasihat ratu Cina ini, sangatlah berharga, nasehat yang diajarkan
kepada anaknya, Dewi Adaninggar ketika melamar, Sang Jayengmurti, ketika
berangkat (dinasihati).</h4>
</li>
<li>
<h4>
Pesannya dengan bersungguh-sungguh, kepada putra perempuannya, namun
Adaninggar tidak mengindahkannya, maka kematiannya tidak baik, ajaran
kebaikan, Prabu Cina yang luhur.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Engkau anak perempuanku, saya menasihati, perkara yang berat, dua
perkara yang besar, yaitu: yang pertama perintah raja, yang kedua suami,
sama beratnya.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Kalau salah dapat berbahaya, dua perbuatan, artinya sama dengan
berguru, yang menunjukkan keselamatan, kematian, raja sama dengan
lelaki, (sama perbuatannya).</h4>
</li>
<li>
<h4>
Jika prajurit hak raja, perempuan hak suami, sangat kuat
pengaruhnya, siasat maupun tindakannya, dan segala tindakannya, salah
bisa dihukum.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Segala tingkah lakunya, jika orang itu menuju kebaikan, supaya
dirasakan tujuannya, kalau suami tidak memberi maaf, kelak istri dan
anak akan melakukan perbuatan yang tidak baik.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Hanya prajurit yang, bertingkah laku salah, berbeda dengan istri
yang tidak bisa dimaafkan, memberi maaf itu keliru,anak istri akan
melakukan perbuatan tidak baik, jadi harus eling, dan cinta kasih.</h4>
</li>
</ol>
</div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-72418104194254900312016-05-02T22:32:00.003-07:002016-05-02T22:32:53.213-07:00SERAT WULANG REH PAKU BUANA X<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-REJ74GOuH7w/Vyg305K4e4I/AAAAAAAAEhU/u0E_1JjY01ov2EHr3ntOPvWcz6oEETMTACLcB/s1600/garoet007a3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="253" src="https://1.bp.blogspot.com/-REJ74GOuH7w/Vyg305K4e4I/AAAAAAAAEhU/u0E_1JjY01ov2EHr3ntOPvWcz6oEETMTACLcB/s400/garoet007a3.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<h4 style="text-align: justify;">
<span style="color: #003300;"><em>Serat Wulang Reh Putri </em>adalah teks Jawa yang berbahasa dan beraksara Jawa serta berbentuk tembang macapat yang terdiri atas, <em>pupuh </em>Mijil (10 pada atau bait), Asmaradana (17 pada atau bait), Dhandhanggula (19 pada atau bait), dan Kinanthi (31 pada atau bait). <em>Serat Wulang Reh Putri </em>berisi
nasihat dari Paku Buana X kepada para putri-putrinya tentang bagaimana
sikap seorang wanita dalam mendampingi suami. Isi nasihat itu antara
lain bahwa seorang istri harus selalu taat pada suami. Disebutkan bahwa
suami itu bagaikan seorang raja, bila istri membuat kesalahan, suami
berhak memberi hukuman. Istri harus selalu setia, penuh pengertian,
menurut kehendak suami, dan selalu ceria dalam menghadapi suami meski
hatinya sedang sedih. Berikut ini adalah suntingan teks</span> <span style="color: maroon;">“<em>SERAT WULANG REH PUTRI” </em></span><span style="color: #003300;">beserta terjemahannya.</span></h4>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<h3 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">Pupuh<br />
M I J I L</span></h3>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<ol style="text-align: justify;">
<li>
<h4>
Ingsun nulis ing layang puniki / atembang pamiyos / awawarah wuruk
ing wijile / marang sagung putraningsun estri / tingkahing akrami /
suwita ing kakung //.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Nora gampang babo wong alaki / luwih saking abot / kudu weruh ing
tata titine / miwah cara-carane wong laki / lan wateke ugi / den awas
den emut //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yen pawestri tan kena mbawani / tumindak sapakon / nadyan sireku
putri arane / nora kena ngandelken sireki / yen putreng narpati / temah
dadi lu p ut //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Pitutur<strong>e </strong>raja Cina dhingin / iya luwih abot /
pamuruke marang atmajane / Dewi Adaninggar duk ngunggahi / mring Sang
Jayengmurti / angkate winuruk //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Pan wekase banget wanti-wanti / mring putrane wadon / nanging
Adaninggar tan angangge / mulane patine nora becik / pituture yogi /
Prabu Cina luhung //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Babo nini sira sun tuturi / prakara kang abot / rong prakara gedhene
panggawe / ingkang dhingin parentah narpati / kapindhone laki / padha
abotipun //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yen tiwasa wenang mbilaheni <strong> </strong>/ panggawe kang roro / padha lawan angguguru lire / kang meruhken salameting pati / ratu lawan laki / padha tindakipun //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Wadya bala pan kak ing narpati / wadon khak ing bojo / pan kawasa
barang pratikele / asiyasat miwah anatrapi / Sapra- tingkahneki / luput
wenang ngukum //.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Sapolahe yen wong amrih becik / den amrih karaos / pon-ponane kapoka
ing tembe / nora kena anak lawan rabi / luput ngapureki / tan wande
anempuh //.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Amung bala wenang ngapureki / polahe kang awon / beda lawan rabi ing
lekase / pan mangkono nini wong ngakrami / apaitan eling / amrih
asmareng kung //</h4>
</li>
</ol>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<h3 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">Pupuh<br />
ASMARANDANA</span></h3>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<ol style="text-align: justify;">
<li>
<h4>
Pratikele wong akrami / dudu brana dudu rupa / amung ati paitane /
luput pisan kena pisan / yen gampang luwih gampang / yen angel-angel
kelangkung / tan kena tinambak arta // .</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tan kena tinambak warni / uger-ugere wong krama / kudu eling paitane
/ eling kawiseseng priya / ora kena sembrana / kurang titi kurang emut /
iku luput ngambra-ambra //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Wong lali rehing akrami / wong kurang titi agesang / Wus wenang ingaran pedhot / titi iku katemenan<strong> /</strong> tumancep aneng manah / yen wis ilang temenipun / ilang namaning akrama //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Iku wajib kang rinukti / apan jenenging wanita / kudu eling paitane /
eling kareh ing wong lanang / dadi eling parentah / nastiti wus
duwekipun / yen ilang titine liwar //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Pedhot liwaring pawestri / tan ngamungken wong azina /ya kang ilang nastitine / wong pedhot dherodhot bedhot <strong> </strong>/ datan mangan ing ngarah / pratandhane nora emut / yen laki paitan manah //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Dosa lahir dosa batin / ati ugering manungsa / yen tan pi nantheng
ciptane / iku atine binubrah / tan wurung karusakan / owah ing ati tan
emut / yen ati ratuning badan //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Badan iki mapan darmi / nglakoni osiking manah / yen ati ilang
elinge / ilang jenenging manungsa / yen manungsane ilang / amung rusak
kang tinemu / tangeh manggiha raharja //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Iku wong durjana batin/ uripe nora rumangsa / lamun ana nitahake /
pagene nora kareksa / ugere wong ngagesang / teka kudu sasar susur /
wong lali kaisen setan //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ora eling wong aurip / uger-uger aneng manah / wong mikir marang
uripe / ora ngendhaleni manah / anjarag kudu rusak / kasusu kagedhen
angkuh / kena ginodha ing setan //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Pan wus panggawening<strong> </strong>eblis/yen ana wong lali bungah
/ setane njoged angleter / yen ana wong lengus lanas / iku den aku
kadang / tan wruh dadalan rahayu / tinuntun panggawe setan //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Wong nora wruh maring sisip/ iku sajinis lan setan / kasusu manah
gumedhe / tan wruh yen padha tinitah / iku wong tanpa tekad / pan wus
wateke wong lengus / ambuwang ugering tekad //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Iku nini dipunelin /lamun sira tinampanan / marang Sang
Jayengpalugon / ya garwane loro ika / putri teka Karsinah / iya siji
putri Kanjun / aja sira duwe cipta //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Maru nira loro nini /nadyan padha anak raja / uger gedhe namaning
ngong / lan asugih ratu cina / parangakik Karsinah / rangkepa
karatonipun / maksih sugih ratu Cina //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Budi kang mangkono nini / buwangen aja kanggonan / mung nganggo<strong>w</strong>a andhap asor / karya rahayuning badan / den kapara memelas / budi ingkang dhingin iku / wong ladak anemu rusak //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yen bisa sira susupi / tan kena ginawe ala / yen kalakon andhap asor
/ yen marumu duwe cipta /ala yekti tan teka / andhap asorira iku / kang
rumeksa badanira //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Lamun sira lengus nini / miwah yen anganggo lanas/ dadi nini sira
dhewe / angrusak mring badanira /marumu loro ika / sun watara
Jayengsastru / dadi tyase loro pisan //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Telas pituturireki / mring putra Sang Prabu Cina / prayoga tiniru
mangke /marang sakehing wanodya / iki pituturira / ing Tarnite Sang
Aprabu / Geniyara gula drawa //</h4>
</li>
</ol>
<h3 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;"> Pupuh<br />
<strong>DHANDHANGGULA</strong></span></h3>
<ol style="text-align: justify;">
<li>
<h4>
Lenggah madyeng pandhapa Sang Aji / lan kang garwa munggwing ng<strong>ing </strong>dhadhampar
/ panganten estri kalihe / munggwing ngarsa Sang Prabu / duk wineling
kang putra kalih / winuruk ing masalah / angladosi kakung / Prabu
Tarnite ngandika / anak ingsun babo den angati-ati / abagus lakinira //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Suteng nata prajurit sinekti / tur kinondhang Sang Prabu Jenggala /
amumpuni sarjanane / ing pramudita kasub / wicaksana alus ing budi /
prawira mandraguna / prakoseng dibya nung / ratu abala kakadang /
amepeki musthikane wong sabumi / taruna nateng Jawa //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Marma babo dibegjanireki / sinaruwe mring prabu Jenggala / pira-pira
ing maripe / ing Jawa nggoning semu / wit sasmita wingiting janmi /
babo dipangupaya/wiweka weh sadu / mungguhing paniti krama / wong alaki
tadhah sakarsaning laki / padhanen lan jawata //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Nistha madya utama den eling/utamane babo wong akrama / jawata
nekseni kabeh / pan ana kang tiniru / Putri Adi Manggada nguni / wido
dari kungkulan / ing sawarnanipun / lan sinung cahya murwendah /
Citrawati sinembah ing wido dari / Putri Adimanggada //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Garwanira rajeng Mahespati / Sri Mahaprabu Harjuna Sasra /
tinarimeng Batharane / dennya ngugung mring kakung / mila prabu ing
Mahespati / katekan garwa dhomas / saking garwanipun / putri Manggada
kang ngajap / sugih maru akeh putri ayu luwih / yen ana kinasihan //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Mring kang raka Prabu Mahespati / Putri Manggada sigra anyandhak /
kinadang-kadang yektine / jinalukaken wuwuh / ing sihira kang raka aji /
pan kinarya sor-soran / kang raka anurut / dadya sor-soran sakawan /
Citrawati saking panjunjungireki / tinurut dening raka //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Lega ing tyas anrus ing wiyati / murtining priya putri Manggada /
limpat grahitane sareh / iku yogya tiniru / Citrawati guruning estri /
nini iku utama / suwita ing kakung / tan ngarantes pasrah jiwa / raga
nadyan anetep den irih-irih / ing raka tan lenggana //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Nora beda nini jaman mangkin / ingkang dadituladan utama / putri
Manggada anggepe / suraweyan Sang Prabu / manthuk- manthuk atudhang-
tudhing/ putra kalih gung nembah /ing rama Sang Prabu /poma nini dipun
awas / pan wano dyaden cadhang karsaning laki / den bisa nuju karsa //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Aja rengu ing netra den aris / angandika Prabu Geniyara / tan
kapirsan andikane / mung solah kang kadulu /heh ta nini madyaning krami /
sumangga ing sakarsa / tan darbe pakewuh / manut sakarsaning raka /
Citrawati waskitha solahing laki / mila legawa tama //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Nisthaning krama sawaleng batin / ing lahire nadyan lastari ya /
ing wuri sumpeg manahe / ing pangarepan nyatur / nora wani mangke ing
wuri / tyase agarundhelan / mongkok-mongkok mungkuk/ ing batin ajape ala
/ iya aja ana wadon kang den sihi / ngamungna ingsun dhawak //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tan kawetu mung ciptaneng batin / nisthanira tan wus saking driya /
durjana iku ambege / pasthi den bubuk mumuk / bumi langit padha nekseni /
nalutuh ing sajagad / dosane gendhukur / wido dari akeh ewa / ing
delahan ing nraka den engis-engis / ing widodari kathah //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Lamun nini nira den pasrahi / raja brana ing priya den angkah /
branane wus den wehake /sayekti duwekingsu/ iku anggep wong trahiyoli /
luwih nisthaning nistha / pakematan agung /dudu anggepe wong krama /
baberan duba ru<strong>wun </strong>setan kaeksi / dudu si pating jalma //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Setan kere pan angga<strong>wa la</strong>ding / thethel–<strong>thethel </strong>balung
wus binuwang / jejenising jagad kabeh / bebete wong anglindur/ tanpa
niyat duwe pakarti / buru karep kewala / mring darbeking kakung /
sanadyan pepegatana / duwek iku jer wus dadi duwek mami / jer ingsun wus
digarap //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yeku budi satus trahiyoli / papalanyahan <strong>murka </strong>anungsang
/ nyilakani ing tanggane / lakon pitung panguwuh / ing tanggane kang
denulari / aja na sasandhingan / wong mangkono iku / yekti kasrengat
cilaka / bonggas gawe asandhing wong kena pidhir / reregede sajagad //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Gawe kurang ambiyanireki /lah usungen dunya ing Mekasar / mung aja
amurang bae / aja toleh maring / anggegawa regeding ati / lamun sira
anyipta / yen atmajeng ratu / dadi gungan ing tyasira / wong akrama
katon wong tuwanireki / anggandelaken ala //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ing akrama estri dadi adi / wus tinitah ing Suksma Kawekas /wus
mangkana titikane/karsaning bathara gung / pangulahing hyang Hudipati /
yen ana kang anerak / wong mopo ing tuduh / Bathara Suksma Kawekas /
babendhu manungsa kang den upatani / dadi warit sakala //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Saya lamun di suka ing Widhi / dadi manggih apureng delahan /
kalamun den ingu bae / di sukana ing besuk / yeku ingkang ambab ayani /
tanpa dadi delahan / yen mangkono kontang / poma nini den suwita /
marang laki yen sira ginawa benjing / mulih mring lakinira //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Sampun telas pitutur <strong>sang </strong>Aji / ing Tarnite Prabu
Geniyara / sri atmaja kakalihe / pan prakara satuhu / yen tiruwa pasthi
abecik / aja dumeh wong Buda / kang duwe pitutur / kaya sang raja ing
Cina / aja dumeh-dumeh / kalamun wong kapir / tur majusi kapirnya //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Nanging pitutur apan prayogi / mapan pirit pinet ing sarapat / lan
kadis Rosulullohe / eklasna putraningsun / didimena raharjeng krami /
nyuwargakken wong tuwa sira yen mituhu / marang wuruke si bapa / apan
ana tatandhane ingkang becik / anganthia kang raharja //</h4>
</li>
</ol>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<h3 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">Pupuh<br />
KINANTHI</span></h3>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<ol style="text-align: justify;">
<li>
<h4>
Dene ta pitutur ingsun / marang putraningsun estri / den eling ing
aranira / sira pan ingaran putri / puniku putri kang nyata / tri tetelu
tegesneki //.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Bekti nastiti ing kakung / kaping telune awedi / lahir batin aja
esah / anglakoni satuhuning / laki ciptanen bendara / mapan wong wadon
puniki //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Wajib manut marang kakung / aja uga amapaki / marang karepe wong
lanang / sanadyan atmajeng aji / alakiya panakawan / sayekti wajib
ngabekti //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Kalamun wong wadon iku / angrasa mengku mring laki / ing batine
amarentah / rumangsa menang mring laki / nora rumangsa wanodya / puniku
wataking laki //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Iku wong wadon kepahung / bingung bintang kena wening / tan wurung
dadi ranjapan / ing dunya tuwin ing akhir / dadi intiping naraka /
kalabang lan kalajengking //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ingkang dadi kasuripan / sajroning naraka benjing <strong>/ iku </strong>wong wadon candhala / iku tan bisa merangi / ing nepsu kala hawa / amarah kang den tutwuri //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Iku poma putraningsun / anggonen pitutur iki / den wedi ing kakung nira / aja dumeh suteng aji / yen sira <strong>nora </strong>bektiya / ing laki tan wande ugi //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Anggagawa rama ibu / kurang pamuruking siwi / iku <strong> </strong>terkaning ngakathah / apan esaningsun iki / marang Allohu Tangala / miwah ing Rosullullah<strong>i </strong>//</h4>
</li>
<li>
<h4>
Sakabehe anak ingsun / pawestri kang kanggo laki / kinasihan ing <strong>kang </strong>priya / pan padha bektiya laki / padha lakinya sapisan / dipun kongsi nini-nini //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Maksih angladeni kakung / sartaa dipun welasi / angoyoda arondhowa /
warege amomong siwi / lan nini pitutur ingwang / estokna ing lahir
batin //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Lawan ana kojah ingsun / saking eyangira swargi / pawestri iku
elinga / lamun ginawan dariji / lilima punika ana / arane sawiji-wiji //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Jajempol ingkang rumuhun / panuduh ingkang ping kalih / panunggul
kang kaping tiga / kaping pat dariji manis / kaping gangsale punika /
ing wekasan pan jajenthik //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Kawruha sakarsanipun / mungguh pasmoning Hyang Widhi / den kaya pol
manahira / yen ana karsane laki / tegese pol kang den gampang / sabarang
karsaning laki //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Mila ginawan panuduh / aja sira kumawani / anikel tuduhing priya /
ing satuduh anglakoni / dene panunggul suweda / iku sasmitaning ugi //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Priyanta karyanen tangsul / miwah lamun apaparing / sira uga
unggulena / sanadyan amung sathithik / wajib sira ngungkulena / mring
guna kayaning laki //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Marmane sira punika <strong><em>/</em></strong><em> </em>ginawan dariji manis / dipun manis ulatira / yen ana karsaning laki / apa dene yen angucap / ing wacana kudu manis //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Aja dosa ambasengut /nora maregaken ati / ing netra sumringah /
sanadyan rengu ing batin / yen ana karsaningpriya / buwangen aja na kari
//</h4>
</li>
<li>
<h4>
Marmane ginawan iku / iya dariji jajenthik / dipun angthag akethikan
/ yen ana karsaning laki / karepe kathah thik-thikan / den tarampil
barang kardi //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Lamun angladasi kakung / den keba nanging den ririh / aja kebat
gerobyagan / dreg-dregan sarya cicincing / apan iku kebat nistha / pan
rada ngose ing batin //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Poma-poma wekasingsun / marang putraningsun estri / muga padha den
anggowa / wuruke si bapa iki / yen den lakoni sadaya / iba saiba ta nini
//</h4>
</li>
<li>
<h4>
Si bapa ingkang ananggung / yen den anggowa kang weling / wus pasthi
amanggih mulya / ing donya tuwin ing akhir / lan aja manah anyimpang /
dipun tumemen ing laki //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Den maruwa patang puluh / tyasira aja gumingsir / lahir batin aja
owah / angladeni marang laki / malah sira upayakna / wong wadon kang
becik-becik //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Parawan kang ayu-ayu / sira caosna ing laki / mangkono patrape uga /
ngawruhi karsaning laki / pasthi dadi ing katresnan / yen wong lanang
den tututi //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yen wong wadon nora angsung / bojone duweya selir / mimah lumuh den wayuh / <strong>iku </strong>wong wadon penyakit / nora weruh tata karma / daliling Qur’an mastani //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Papadhane asu bunting / celeng kobong pamaneki / nora pantes pinecakan / nora <strong>wurung </strong>mamarahi / den doh sapitung pandahat / aja anedya pinikir //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Kaya kang mangkono iku / balik kang dipun nastiti / marang wuruke si
bapa / darapon manggih basuki / kayata yen maca layang / tingkahing
wanodya adi //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Pagene ta nedya tiru / kalawan ewa pawestri / kang kinasihan ing
priya / apa pawestri parunji / miwah ta estri candhala / apa nora
kedhah-kedhih //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ingkang kinasihan kakung / kabeh pawestri kang bekti / kang nastiti
marang priya / dene estri kang parunji / candhala pan nora nana / den
kasihi marang laki //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Malah ta kerep ginebug / dadine wong wadon iki / tanpa gawe maca
layang / tan gelem niru kang becik / mulane ta putraningwang / poma-poma
dipun eling //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Marang ing pitutur ingsun / muga ta Hyang Maha Suci / netepana
elingira / marang panggawe kang becik / didohna panggawe ala / siyasiya
kang tan becik //</h4>
</li>
<li>
<h4>
Titi tamat layang wuruk / marang putraningsun estri / Kemis Pon ping
pitu sura / Kuningan Be kang gumanti / esa guna swareng nata / Sancaya
hastha pan maksih /</h4>
</li>
</ol>
<h2 style="text-align: justify;">
<span style="text-decoration: underline;"><span style="color: #003300;"><strong><em>Terjemahan Teks</em></strong></span></span></h2>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<h4 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">PUPUH<br />
M I J I L</span></h4>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<ol style="text-align: justify;">
<li>
<h4>
Saya menulis karya ini, dalam bentuk tembang, memberikan petuah
dalam bentuk (tembang) mijil, kepada seluruh anak perempuan saya,
(tentang) tata krama dalam perkawinan, mengabdi kepada suami.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tidak mudah orang bersuami, sangat berat, harus tahu aturan, juga
harus tahu cara-cara orang bersuami, dan juga watak (lelaki), waspadalah
dan ingatlah.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Wanita jangan mendahului kehendak suami, berbuat semaunya (asal
perintah) meskipun kamu itu putri, kamu jangan menonjolkan kalau putra
raja, akhirnya tidak baik.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Nasihat ratu Cina ini, sangatlah berharga, nasehat yang diajarkan
kepada anaknya, Dewi Adaninggar ketika melamar, Sang Jayengmurti, ketika
berangkat (dinasihati).</h4>
</li>
<li>
<h4>
Pesannya dengan bersungguh-sungguh, kepada putra perempuannya, namun
Adaninggar tidak mengindahkannya, maka kematiannya tidak baik, ajaran
kebaikan, Prabu Cina yang luhur.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Engkau anak perempuanku, saya menasihati, perkara yang berat, dua
perkara yang besar, yaitu: yang pertama perintah raja, yang kedua suami,
sama beratnya.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Kalau salah dapat berbahaya, dua perbuatan, artinya sama dengan
berguru, yang menunjukkan keselamatan, kematian, raja sama dengan
lelaki, (sama perbuatannya).</h4>
</li>
<li>
<h4>
Jika prajurit hak raja, perempuan hak suami, sangat kuat
pengaruhnya, siasat maupun tindakannya, dan segala tindakannya, salah
bisa dihukum.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Segala tingkah lakunya, jika orang itu menuju kebaikan, supaya
dirasakan tujuannya, kalau suami tidak memberi maaf, kelak istri dan
anak akan melakukan perbuatan yang tidak baik.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Hanya prajurit yang, bertingkah laku salah, berbeda dengan istri
yang tidak bisa dimaafkan, memberi maaf itu keliru,anak istri akan
melakukan perbuatan tidak baik, jadi harus eling, dan cinta kasih.</h4>
</li>
</ol>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<h3 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">PUPUH<br />
ASMARANDANA</span></h3>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<ol style="text-align: justify;">
<li>
<h4>
Bekal orang menikah, bukan harta bukan pula kecantikan, hanya
berbekal hati (cinta), sekali gagal, gagallah, jika mudah terasakan amat
mudah, jika sulit terasakan amat sulit, uang tidak menjadi andalannya.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tidak bisa dibayar dengan rupa, syarat-syarat orang berumah tangga,
harus diingat modalnya, ingat kekuasaan laki-laki, tidak boleh
seenaknya, kurang berhati-hati dan kurang waspada, kesalahan yang
berlebihan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Orang yang lupa aturan berumahtangga, orang yang kurang berhati-hati
dalam hidupnya, dapat dikatakan sudah rusak, teliti itu artinya
bersungguh-sungguh, meresap dalam hati, jika sudah hilang ketelitiannya,
hilang nama baik berumah tangga.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Itu kewajiban yang harus dipelihara, karena hanya wanita, harus
bermodalkan eling, ingat akan wewenang laki-laki, jadi ingat perintah,
berhati-hati sudah menjadi miliknya, apabila tidak berhati-hati maka
rusaklah.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Perempuan yang rusak, tidak hanya pada orang berzina, termasuk orang
yang tidak berhati-hati (tidak teliti), dinamakan “bejat” moralnya,
tidak mengenal arah, pertanda tidak ingat, bahwa berumah tangga
bermodalkan hati.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Dosa lahir dan batin, hati menjadi pedoman, jika tidak khusuk
ciptanya, pertanda hatinya kacau, bisa menyebabkan kerusakan, berubahnya
hati karena tidak ingat, kalau hati itu rajanya badan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Badan adalah hanya sekadar pelaksana geraknya hati, melaksanakan
kemauan hati, jika hati hilang kesadarannya, hilang sifat
kemanusiaannya, apabila sifat kemanusiaannya hilang, hanya kerusakan
yang didapatkan, tidak mungkin mendapatkan kebahagiaan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Itu orang yang jahat, tidak menyadari hidupnya, bahwa hidupnya ada
yang mencipta, mengapa tidak dirawat, syaratnya orang hidup, jangan
sampai salah langkah, orang yang lupa menjadi prbuatan setan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tidak ingat tentang kehidupan, berpedoman pada hati, orang yang
mengelak terhadap kehidupan, tidak mengendalikan hati, sengaja ingin
merusak, terburuburu tingi hati (sombong), terkena godaan setan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Memang sudah menjadi perbuatan iblis, jika ada orang lupa menjadi
senang, setan menari-nari dengan gembira, jika ada orang pemarah, itu
dianggap saudara, tidak melihat jalan kebenaran, mengarah kepada
pekerjaan setan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Orang yang tidak melihat akan kesalahan, itu sejenis dengan setan,
tergesa-gesa menjadi tinggi hati, tidak tahu sama-sama dititahkan
(diciptakan), itu orang yang tidak berpendirian, sudah menjadi watak
orang pemarah, membuang pedoman yang menjadi dasar pedoman tersebut.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Itulah anakku ingatlah, apabila engkau diterima, oleh Sang
Jayengpalugon, yang istrinya dua itu, putrinya Karsinah, yang satunya
putri Kanjun, janganlah engkau punya pikiran.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Madumu dua orang itu, walaupun sama-sama anak raja, asal besar
namaku, dan raja Cina lebih kaya, Parangakik Karsinah, walaupun rangkap
kerajaannya, masih lebih kaya ratu Cina.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Budi yang demikian itu anakku, buanglah jangan sampai kau miliki,
gunakanlah rasa rendah hati, untuk keselamatan diri, berbuatlah agar
dikasihi, budi yang pertama tadi, orang pemarah (sombong) akan berakibat
celaka.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Jika bisa engkau mengerti, tidak dapat dibuat jelek, jika berbuat
rendah hati, jika madumu mempunyai niat jelek, pasti tidak akan
terlaksana, sebab sikapmu yang rendah hati, yang telah bersemayam dalam
badanmu.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Namun, jika engkau sombong anakku, lebih-lebih jika “galak”,
menjadikan dirimu, merusak badanmu sendiri, kedua madumu itu, ibaratnya
“jayeng satru”, keduanya jadi perhatian.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Nasihatnya telah selesai, kepada putra Sang Prabu Cina, sebaiknya
kelak menjadi teladan, untuk semua wanita, ini nasihatnya, Sang Prabu di
Ternate, Geniyara beralih pada pupuh dhandhanggula.</h4>
</li>
</ol>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<h3 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">PUPUH<br />
DHANDHANGGULA</span></h3>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<ol style="text-align: justify;">
<li>
<h4>
Sang raja duduk di tengah pendopo, dan sang istri berada di
singgasana, kedua mempelai putri, berada di depan sang raja, kedua
putrinya diberi pesan, diajarkan suatu hal, tentang melayani suami, Raja
Ternate berkata, “anakku, berhatihatilah!, baik-baiklah pada suami”.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Putra raja prajurit sakti, dan dikenal oleh Sang Prabu Jenggala,
memiliki banyak kepandaian, akan kesenangan dan kemashuran, bijaksana
dan berbudi halus, perwira yang agung (perkasa), kuat badannya, raja
bertentara sanak saudara, mendekati keindahan orang sedunia, raja muda
di Jawa.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Bahwa keberuntungan itu, diperhatikan oleh Raja Jenggala, berapa
banyak saudara ipar, di Jawa tempat tersamar, dan isyarat juga sampai di
luar, berusaha memimpin, berhati-hati pada orang suci, bahwa di dalam
ajaran tata krama, orang berumah tangga hendaknya menurut laki-laki,
samakanlah dengan dewa.</h4>
</li>
<li>
<h4>
(orang) rendah, sedang, dan utama, ingatlah, terutama orang berumah
tangga, semua dewa menyaksikan, bukankah ada yang ditiru, putri cantik
dari Adimanggada, melebihi bidadari, dari segala warna, dan diberi sinar
keutamaan yang indah, Citrawati disembah oleh bidadari, putri cantik
Adimanggada.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Istri raja Mahespati, Sri Mahaprabu Harjunasasra, diterima oleh
dewa, karena menyanjung suaminya, karena itu raja Maespati, mendapat
putri delapan ratus, dari istrinya, putri Magada menginginkan, memiliki
madu yang banyak dan cantik-cantik, apabila ada yang dikasihi.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Oleh suaminya raja Mahespati, putri Manggada segera mengambilnya,
sebagai saudara kandungnya, dimintakan tambah, kasih sayang suaminya,
dikerjakannya terus menerus, maka suami akan menurut, menjadi teman
selamanya, usaha Dewi Citrawati, diturut oleh suaminya.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Lega dan terangnya hati tak terhingga, pikiran yang dimiliki oleh
putri Manggada, pandai dan berperasaan kepada orang lain, itu baik untuk
ditiru, Citrawati sebagai guru wanita, anakku itu utama, mengabdi
kepada suami, tidak merana menyerahkan jiwa, apabila raja dilindungi,
dikasihi, yang tak terduga oleh suami.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tidak berbeda dengan zaman yang akan datang, yang menjadi teladan,
hanya putri Manggada yang dipercaya, sang raja asyik, mengangguk-angguk
dan menunjuk, kedua putrinya menghaturkan sembah, kepada ayahnya.
“Anakku, waspadalah, bukankah wanita itu menerima segala kehendak
suami”, dapatlah mengerti kemauannya.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Jangan ragu-ragu dalam memandang, sang raja Geniyara berkata, tidak
terdengar kata-katanya, hanya gerak-gerik yang terlihat, bahwa di dalam
berumah tangga, pasrah pada kehendak (suami), tidak memiliki rasa
sungkan, menurut kehendak suami, Citrawati memahami gerak hatinya, maka
berada dalam keutamaan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Hal yang nistha di dalam batin, walaupun akan lestari, pada akhirnya
hatinya bingung, di depan berkata, di belakang tidak berani, di dalam
hati mengeluh, di dalam hati berniat tidak baik, jangan sampai wanita
yang dikasihi, hanya memikirkan diri sendiri saja.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Hanya dipikirkan di dalam hati, kejelekan orang itu tidak selamanya
melekat di hati, orang jahat itu menganggap pasti itu penyakit bodoh,
bumi dan langit menyaksikan, kotoran di dunia, dosanya bertumpuk, semua
bidadari tidak senang, kelak masuk neraka dan diperolok-olok, oleh
bidadari-bidadari.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Namun, anakku jika engkau diberi, harta benda oleh suamimu
berhati-hatilah, hartanya sudah diserahkan, hakikatnya kepunyaanmu, itu
dianggap orang jahanam, lebih daripada hina, tukang sihir besar, bukan
dianggap orang berumah tangga, menabur dupa dan setan menari-nari, bukan
sifat makhluk (manusia).</h4>
</li>
<li>
<h4>
Setan berkeliaran membawa pisau, mengambil tulang yang sudah
dibuang, mengotori seluruh dunia, perbuatan orang mengigau, tidak
berniat memiliki perbuatan, mengejar kenyang saja, akan harta milik
suami, walaupun terjadi perceraian, milikmu sudah menjadi milikku, sebab
(saya) sudah diperistri.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yaitu budinya seratus jahanam, orang yang acak-acakan, membuat
celaka tetangga, kotoran berlipat tujuh, tetangga ditulari, jangan
didekati, orang seperti itu, pasti akan terkena kejelekannya, tidak ada
gunanya berdekatan dengan orang sesat, kotoran sedunia.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ambillah harta dari Makasar, hanya jangan melanggar kehormatan,
jangan mengingat ayahmu, akan membawa kotor hati, apabila berpendapat,
bahwa engkau putra raja, menjadi kebanggaan hatimu, orang berumah tangga
terlihat oleh orang tua itu, mempertebal/memperbesar kejelekan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Dalam rumah tangga wanita menjadi terhormat, yang diciptakan oleh
Suksma Kawekas, itu sudah pertanda, kehendak Bathara Yang Maha Tinggi,
kehendak Hyang Hutipati, jika ada yang menerjang, orang yang tidak
mengindahkan petunjuk, Bathara Suksma Kawekas, semoga dihukum disumpah,
menjadi “cacing” seketika.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Semakin lama disukai Yang Maha Kuasa, kelak jadilah pemaaf, jika
disimpan saja, kena marah nantinya, itu yang berbahaya, tidak akan
berhasil nantinya, apabila demikian peruntungannya, maka dari itu anakku
dapatlah mengabdi, kepada suami jika kamu dibawa nanti, kembali kepada
suamimu.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Sudah selesai nasihat sang raja, Raja Geniyara dari Ternate, kepada
kedua putrinya, perkara yang sangat baik, jika ditiru baik manfaatnya,
jangan merasa orang “buda”, yang memiliki ajaran, seperti Raja Cina,
jangan merasa bahwa kafir itu segalanya, apabila kafirnya orang Mejusi.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tetapi ini ajaran (nasihat) yang baik, makna yang dikandungnya baik
untuk diambil, dan hadis Rasulullah, ikhlaskan anakku, agar bahagia
dalam berumah tangga, menjunjung nama orang tua, jika kamu turuti,
ajaran (nasihat) ayahmu, berada dalam tanda/alamat yang baik, ajakan
menuju kebahagiaan.</h4>
</li>
</ol>
<h3 style="text-align: center;">
<span style="color: maroon;">PUPUH<br />
KINANTHI</span></h3>
<h4 style="text-align: justify;">
</h4>
<br />
<ol style="text-align: justify;">
<li>
<h4>
Bahwa ajaranku (nasihatku), kepada anak perempuanku, agar ingat akan
namamu, engkau disebut putri, itu putri yang sejati, tiga, ketiganya
ini maksudnya.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Bebakti dan cermat kepada suami, yang ketiga takut, lahir batin
jangan mengeluh, melaksanakan yang satu, jadikanlah suamimu orang
terhormat, bukankah perempuan itu.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Wajib menurut kepada suami, jangan menghalang-halangi, akan
kehendaksuami, walaupun putra raja, mengabdilah kepada suami, harus
benar-benar berbakti.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Apabila wanita itu, merasa menguasai laki-laki, dalam batinnya
memerintah, merasa menang dengan suami, tidak merasa sebagai wanita, itu
wataknya laki-laki.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Wanita jahat, bingung hatinya, tidak urung menjadi orang tercela, di
dunia hingga akhirat, menjadi dasar neraka, kelabang dan kalajengking.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yang menjadi alasnya, di neraka kelak, itu wanita tercela, yang tidak dapat mengendalikan, hawa nafsu, amarah yang diikuti.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Inilah anakku, pakailah ajaran ini, takutlah kepada suami, jangan
merasa takabur (sombong) sebagai putri raja, jika engkau tidak berbakti,
kepada suami tidak urung juga</h4>
</li>
<li>
<h4>
Membawa bapak ibu, kurang memberikan petuah pada anak, itu prasangka
orang banyak, permintaanku ini, kepada Allah Taala, dan kepada
Rasulullah.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Semua putraku, yang putri terpakailah oleh suami, semoga dikasihi
oleh suami, dan berbaktilah kepada suami, bersuamilah sekali saja,
mudah-mudahan sampai neneknenek.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tataplah melayani suami, serta dikasihi, dapatlah memberikan
keteduhan, semoga puas mengasuh anak, dan nasihatku kepadamu, hendaknya
ditaati lahir dan batin.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Dan ada pesan, dari mendiang kakekmu, ingatlah bahwa perempuan itu,
dibekali jari, kelimanya itu ada, apabila dirinci mempunyai arti.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ibu jari yang pertama, telunjuk yang kedua, jari tengah yang ketiga,
keempat jari manis, yang kelima itu, yang terakhir adalah kelingking.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ketahuilah maksudnya, isyarat Hyang Widhi, ibaratnya sepenuh hati,
jika ada kehendak suami, arti yang mudah sepenuh hati, segala kehendak
suami.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Maka engkau dibekali telunjuk, janganlah engkau berani, apabila
suamimenunjukkan, cepatlah melaksanakan, dengan jari tengahmu, itu juga
isyarat.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Suamimu jadikanlah pengikat, dan apabila memberikan sesuatu,
kepadamu junjunglah, walaupun hanya sedikit, engkau wajib menjunjung,
akan penghasilan suami.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Maksudnya engkau, dibekali jari manis, buatlah “manis” roman mukamu,
jika berada di depan suami, apabila jika bicara, pergunakanlah
kata-kata yang manis.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Janganlah pemarah dan bermuka masam, itu tidak menarik hati, roman
muka dibuat gembira, walaupun sedang kesal hatinya, jika berada di depan
suami, buanglah jangan sampai ketinggalan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Oleh karena itu dibekali, juga jari kelingking, ditimbang-timbang,
jika ada kemauan suami, maksud ditimbang-timbang adalah, agar terampil
dalam bekerja.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Jika melayani suami, yang cepat namun halus, jangan cepat namun
kasar, tergesagesa dan tidak tenang, bukankah itu cepat namun tercela,
sebab dalam hati agar marah.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Demikianlah pesanku, kepada putra perempuanku, semoga dilaksanakan,
ajaran bapak ini, jika engkau laksanakan semua, begitulah anakku.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Bapak yang menanggung, jika engkau laksanakan pesanku, sudah tentu
menemukan kebahagiaan, di dunia dan di akhirat, dan hati jangan
menyimpang, bersungguhsungguh terhadap suami.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Walaupun dimadu berjumlah empat puluh, hatimu jangan berubah, lahir
dan batin jangan berubah, melayani suami, usahakanlah, wanita yang
baik-baik.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Gadis yang cantik-cantik, serahkanlah kepada suami, demikian itu
sifat, mengerti kehendak laki-laki, pasti memupuk cinta kasih, jika
suami dibuat puas hatinya.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Jika wanita tidak merelakan, suaminya mempunyai selir, dan tidak
suka dimadu, itu wanita tercela, tidak tahu tata krama, menurut dalil
Qur’an.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Sama dengan anjing buntung, diumpamakan celeng terbakar, tidak
pantas didatangi, tidak urung membuat, supaya dijauhkan tujuh ukuran,
janganlah terus dipikir.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Hal seperti itu, agar diteliti kembali, ajaran san bapak,
dimaksudkan untuk mendapatkan selamat, ibaratnya membaca surat, tingkah
laku wanita luhur.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Mengapa tidak ditiru, oleh para istri, yang dikasihi oleh suami, apakah wanita jahat, dan wanita tercela, apa tidak segan-segan.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Yang dikasihi oleh suami, suami wanita yang berbakti, yang teliti
terhadap suami, namun wanita yang jahat, tercela, tidak ada yang
dikasihi suami.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Bahkan sering dipukul, wanita yang begini, tidak ada gunanya membaca
surat, tidak mau meniru yang baik, oleh sebab itu anakku,
ingat-ingatlah.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Ajaranku (nasihatku) ini, semoga Hyang Maha Suci, tetap memberikan
kesadaran, terhadap perbuatan yang baik, dijauhkan dari perbuatan jahat,
aniaya yang tidak baik.</h4>
</li>
<li>
<h4>
Tamatlah surat ajaran (nasihat), kepada putra putrinya, Kamis Pon tanggal 7 Sura, Kuningan tahun Be, </h4>
</li>
</ol>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-8930154366594871992016-05-02T20:00:00.002-07:002016-05-02T20:00:44.769-07:00JAMUS KALIMO SODO<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-fZyGEu5snoQ/VygUMYSGSdI/AAAAAAAAEgs/S7quX8RQdU8-g780U1cUapR_dAU7GkmkwCLcB/s1600/praconadewagugatii-copy.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="227" src="https://3.bp.blogspot.com/-fZyGEu5snoQ/VygUMYSGSdI/AAAAAAAAEgs/S7quX8RQdU8-g780U1cUapR_dAU7GkmkwCLcB/s400/praconadewagugatii-copy.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
JAMUS KALIMO SODO<br /><br />
<br />
Papat kalima pancer merupakan sebuah wacana
yang perlu terus kita gali dan kita renungkan plus bertukar fikiran
dengan orang-orang tua kita yang sudah mumpuni baik dari ilmu tauhid dan
ilmu rasanya. Menurut petunjuknya papat kalima pancer itu pusatnya ada
di PANCER (yaitu lubuk hati yang paling dalam) dan PAPAT-nya adalah
unsur-unsur ilahi yang kita sendiri hak untuk mendapatkannya. Karena
dengan menggunakan PAPAT itu kita bisa selalu ingat kepada Allah
Subhanahu wata’ala sebagai penguasa alam semesta ini.<br /><br />1-Papat yang
pertama adalah nur-Nya Allah (Nurullah=Cahaya dari Allah) bias dari
asma-asma Allah dan sifat-sifat Allah, tanda dari PANCER-nya yaitu dalam
segala sesuatu/ gerak gerik selalu BERSERAH DIRI kepada Allah dan
pengakuan kita sebagai mahluknya merasa tiada daya secara ruhani dan
tiada kekuatan secara jasmani kecuali hanya Allah yang memberikan
anugerah hidup dan kehidupan, dan berupaya untuk selalu meng-ibadahkan
segala sesuatu untuk BERIBADAH kepada Allah memohon Ridho Allah, Rahmat
Allah.<br /><br />2-Papat yang kedua adalah NUR MUHAMMAD (cahaya syafa’at yang
Allah cipta untuk Hambanya (Rasulullah) yang Allah mulyakan. setelah
kita berserah diri kepada Allah lewat PANCER (lubuk hati yang paling
dalam) ada sebuah kelembutan sebagai sebuah rahmat yang Allah berikan
kepada mahluknya agar kita tunduk dan lemah lembut kepada Allah, selalu
merasa sayang kepada apapun dan siapapun sebagaimana Rasulullah
mempunyai perangai yang lembut dan berahlak mulia bagi semua mahluk.<br /><br />3-PAPAT
yang ketiga yaitu MALAIKAT sebagai kendaraan untuk membawa NURULLAH dan
NUR MUHAMMAD tadi kedalam diri kita pada waktu kita berserah diri
kepada Allah dan mengibadahkan segala sesuatu hanya untuk Allah dan
fungsi malaikat ini untuk membantu memintakan permohonan ampun mendoakan
kepada kita sebagai mahluk yang lemah, banyak berbuat dosa (karena
manusia tempat salah dan lupa) dan nominal mereka tidak sedikit
mendukung kita dalam beribadah kepada Allah.<br /><br />4-PAPAT yang ke empat
adalah KAROMAH yaitu berisi doa-doa dari para orang sholeh terdahulu
(doa dari para Rasul-rasul, Nabi-nabi, dan para Auliya serta Sholihin
yang telah mendahului kita) yang oleh allah diberikan kesempatan untuk
membantu mendoakan segala hajat hidup kita dalam mengarungi kehidupan
didunia sebagai bekal ibadah nanti kita setelah meninggal (akhirat).<br />Semoga
Allah mengampuni kedua orang tua kita, keluarga kita, mengampuni kita,
dan orang-orang yang mempunyai hak dan kewajiban atas kita yang seiman
serta mengampuni sesepuh-sesepuh kita. Semoga Allah memberikan Taufiq
dan hidayah kepada kita dan mereka dan semoga kita dan mereka semua
dijadikan golongan dari hamba-hamba Allah yang sholeh.<br /><br />
ADABEBERAPA VERSI yang menginterpretasikan JAMUS KALIMOSODO.<br /><br />
1. ada yang menginterpretasikan 2 kalimah syahadat<br />2. ada yang menginterpretasikan lahirnya pancasila<br />3.
ada yang menginterpretasikan tokoh pewayangan pandawa lima, apakah
semua nya salah? tentu tidak…karena cara pandang setiap orang tidaklah
sama.<br /><br />
Hal yang terpenting adalah jangan sampai kita kehilangan
ISI/makna dari Jamus Kalimosodo sebagai orang yang berpengertian jawa
yang mendapatkan warisan dari leluhur Jawa, pengertian jamus kalimusodo
secara singkat adalah:<br /><br />Istilah jamus kalimosodo terdapat dalam
kisah pewayangan baratayudha, suatu jamus/surat yang ada tulisannnya
tentang pengertian/kawruh. “barang siapa mendapat kawruh ini ia akan
menjadi raja/mempunyai kekuasaan yang besar. kitab ini dimiliki oleh
prabu yudistira (samiaji) yang selalu menang dalam peperangan dan
akhirnya masuk surga tanpa kematian…memiliki dalam hal ini adalah bukan
saling berebut tetapi saling berebut memiliki makna.<br /><br />
Arti Kalimasada terdiri dari beberapa bagian:<br /><br />
Ka=
huruf/pengejaan Ka, Lima=angka 5, Sada= lidi/tulang rusuk daun kelapa
yang diartikan Selalu, Jadi kelima ini haruslah utuh(selalu 5), Kelima
unsur kalimasada teridiri dari:<br /><br />
1.KaDonyan (Keduniawian).<br />ojo
ngoyo dateng dunyo yang arti singkatnya adalah jangan mengutamakan
hal-hal yang bersifat duniawi, kebutuhan duniawi kita kejar tapi jangan
diutamakan.<br /><br />
2. Ka Hewanan ( sifat binatang).<br />ojo tumindak kaya dene hewan, contoh:asusila. amoral, tidak beretika dll.<br /><br />
3. KaRobanan.<br />Ojo ngumbar hawa nafsu yang arti singkatnya jangan memelihra hawa nafsu…nafsu itu harus dikendalikan.<br /><br />
4. Kasetanan.<br />Ojo
tumindak sing duduk sakmestine yang arti singkatnya jangan bertindak
yang tidak semestinya alias gengsi, sombong (ingin seperti Gusti),
menyesatkan, berbuat licik dll.<br /><br />
5. KaTuhanan.<br />Artinya kosong.<br />Gusti
Allah iku tan keno kinoyo ngopo nanging ono yang artinya Gusti Allah
tidak dapat diceritakan secara apapun tapi toh ada. Gantharwa adalah
salah satunya yang diberikan “pusaka” mewarisi warisan dari leluhur
Jawa. Pengertian Asli dari jamus kalimosodo diatas adalah isi murni dari
pengertian sebenarnya..setiap orang boleh membungkusnya dengan bungkus
apapun tetapi jangan sampai kehilangan makna aslinya, karena pengertian
diatas adalah pengertian sebenarnya dari jamus kalimusodo.Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-77606524996150196572016-05-01T17:21:00.001-07:002016-05-01T17:22:39.966-07:00AJARAN R.M.P SOSRO KARTONO<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-GklIsUjiqlU/VyadcEG2bTI/AAAAAAAAEgc/Uude_bBi5iId26yQ3RguVzyg-RSg3zn1wCLcB/s1600/th.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="265" src="https://3.bp.blogspot.com/-GklIsUjiqlU/VyadcEG2bTI/AAAAAAAAEgc/Uude_bBi5iId26yQ3RguVzyg-RSg3zn1wCLcB/s400/th.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Raden Mas Panji
Sosrokartono lahir di Mayong pada hari Rabu Pahing tanggal 10 April 1877
M. Beliau adalah putera R.M. Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara.
Semenjak kecil beliau sudah mempunyai keistimewaan, beliau cerdas dan
mempunyai kemampuan membaca masa depan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kakak dari ibu kita
Kartini ini, setelah tamat dari Eropesche Lagere School di Jepara,
melanjutkan pendidikannya ke H.B.S. di Semarang. Pada tahun 1898
meneruskan sekolahnya ke negeri Belanda. Mula-mula masuk di sekolah
Teknik Tinggi di Leiden, tetapi merasa tidak cocok, sehingga pindah ke
Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur. Beliau merupakan mahasiswa
Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke negeri Belanda, yang
pada urutannya disusul oleh putera-putera Indonesia lainnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dengan menggenggam
gelar Docterandus in de Oostersche Talen dari Perguruan Tinggi Leiden,
beliau mengembara ke seluruh Eropa, menjelajahi pelbagai pekerjaan.
Selama perang dunia ke I, beliau bekerja sebagai wartawan perang pada
Koran New York Herald dan New York Herald Tribune. Kemudian, setelah
perang usai, beliau menjadi penerjemah di Wina, tapi beliau pindah lagi,
bekerja sebagai ahli bahasa pada kedutaan Perancis di Den Haag, dan
akhirnya beliau hijrah ke Jenewa. Sebagai sarjana yang menguasai 26
bahasa, beliau bekerja sebagai penerjemah untuk kepentingan Perserikatan
Bangsa-Bangsa di Jenewa.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sampai suatu ketika
terdengar berita tentang sakitnya seorang anak berumur ± 12 tahun. Anak
itu adalah anak dari kenalannya yang menderita sakit keras, yang tak
kunjung sembuh meki sudah diobati oleh beberapa dokter. Dengan dorongan
hati yang penuh dengan cinta kasih dan hasrat yang besar untuk
meringankan penderitaan orang lain, saat itu juga beliau menjenguk anak
kenalannya yang sakit parah itu. Sesampainya di sana, beliau langsung
meletakkan tangannya di atas dahi anak itu dan terjadilah sebuah
keajaiban. Tiba-tiba si bocah yang sakit itu mulai membaik dengan
hitungan detik, dan hari itu juga ia pun sembuh.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kejadian itu
membuat orang-orang yang tengah hadir di sana terheran-heran, termasuk
juga dokter-dokter yang telah gagal menyembuhkan penyakit anak itu.
Setelah itu, ada seorang ahli Psychiatrie dan Hypnose yang menjelaskan
bahwa sebenarnya Drs. R.M.P. Sosrokartono mempunyai daya <em>pesoonalijke magneetisme</em> yang besar sekali yang tak disadari olehnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Mendengar penjelasan tersebut, akhirnya beliau merenungkan dirinya dan
memutuskan menghentikan pekerjaannya di Jenewa dan pergi ke Paris untuk
belajar Psychometrie dan Psychotecniek di sebuah perguruan tinggi di
kota itu. Akan tetapi, karena beliau adalah lulusan Bahasa dan Sastra,
maka di sana beliau hanya diterima sebagai toehoorder saja, sebab di
Perguruan Tinggi tersebut secara khusus hanya disediakan untuk
mahasiswa-mahasiswa lulusan medisch dokter.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Beliau kecewa,
karena di sana beliau hanya dapat mengikuti mata kuliah yang sangat
terbatas, tidak sesuai dengan harapan beliau. Di sela-sela hati yang
digendam kecewa, datanglah ilham untuk kembali saja ke tanah airnya. Di
tanah airnyalah beliau harus mencurahkan segenap tenaga dan pikiran
untuk mengabdikan diri kepada rakyat Indonesia. Sesampainya di
indonesia, beliau bertempat tinggal di Bandung, beliau menjadi sang
penolong sesama manusia yang menderita sakit jasmani maupun rohani.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Di Bandung, di
Dar-Oes-Salam-lah beliau mulai mengabdikan dirinya untuk kepentingan
umat. Beliau terkenal sebagai seorang paranormal yang cendekiawan di
mana saja, bahkan beliau pernah mendapat undangan Sultan Sumatera,
Langkat. Di daerah sanalah beliau mulai menampakkan kepribadiannya
secara pasti, karena di sebuah kerajaan beliau masih menunjukkan tradisi
Jawanya, kerendah-hatiannya, kesederhanaannya, tidak mau menikmati
kemewahan, bahkan dalam beberapa hari di tiap harinya beliau hanya makan
dua buah cabe atau sebuah pisang.</div>
Beliau tidak menikah, tidak punya murid dan wakil.<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pada hari Jum’at
Pahing, tanggal 8 februari 1952 di rumah Jl. Pungkur No. 19 Bandung,
yang terkenal dengan sebutan Dar-Oes-Salam, Drs. R.M.P. Sosrokartono
kembali ke Sang Pencipta dengan tenang, tentram.</div>
<br />
<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;">Guru Sejati</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span style="color: indigo;"><br /></span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span style="color: indigo;">“Murid, gurune pribadi</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">Guru, muride pribadi</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">Pamulangane, sengsarane sesami</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">Ganjarane, ayu lan arume sesami.”</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Artinya, “Murid
gurunya diri pribadi. Guru, muridnya diri pribadi. Tempat
belajarnya/pelajarannya, penderitaan sesama. Balasannya, kebaikan dan
keharuman sesama.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Untaian itu mengandung
pengertian bahwa sesungguhnya dalam diri seseorang terdapat seorang guru
dan diri seseorang itu sendiri menjadi murid, murid dari guru sejati.<br />
Sebab, pada intinya, segala bentuk ilmu dan pengetahuan itu hanya datang
dari Tuhan, karena guru selain Tuhan itu hanya sebagai perantara
belaka.</div>
<strong><span style="color: indigo;">“Sinau ngarosake lan nyumerepi tunggalipun manungsa, tunggalipun rasa, tunggalipun asal lan maksudipun agesang.”</span></strong><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Artinya, “Perlu belajar ikut merasakan dan mengetahui bahwa manusia itu satu, rasa itu satu, berasal dari <em>tempat</em> yang sama, dan belajar memahami arti dari tujuan hidup.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">“Tansah anglampahi dados muriding agesang.”</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Artinya, “Selalu menjalani jadi murid kehidupan/sesama hidup.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kehidupan itulah sang guru, karena kehidupan itu juga mengajarkan kepada kita.</div>
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;"><br /></span></strong>
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;">Sang Alif</span></strong><br />
<strong><span style="color: indigo;">“… Ping kalihipun perlu babat lan
ngatur papan kangge masang Alif. (Masang Alif punika inggih kedah mawi
sarana lampah. Boten kenging kok lajeng dipun canthelaken kemawon,
lajeng dipun tilar kados mepe rasukan).”</span></strong><br />
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Artinya, “Yang keduanya perlu membuka dan
mengatur tempat untuk memasang Alif. (Memasang Alif itu harus dengan
sarana penghayatan. Tidak boleh hanya dicantolkan begitu saja, lalu
ditinggal layaknya menjemur pakaian.)</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">“Ngawula dateng kawulaning Gusti lan memayu ayuning urip, …”</span></strong></div>
<div class="MsoNormal">
Maksudnya adalah mengabdi kepada abdinya Tuhan dan memperbaiki keindahan hidup.</div>
<div class="MsoNormal">
Diungkapkan bahwa Drs. R.M.P. Sosrokartono memiliki tiga buah Alif, yaitu :</div>
<ol type="1">
<li class="MsoNormal">Sang Alif warna hitam, dengan dasar putih.</li>
<li class="MsoNormal">Sang Alif warna putih, dengan dasar biru muda.</li>
<li class="MsoNormal">Sand Alif warna putih, dengan dasar merah.</li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ketika melayani dan
mengobati orang-orang yang sakit, Drs. R.M.P. Sosrokartono selalu
berdiri. Beilau kuat sekali berdiri berjam-jam atau berhari-hari.
Setelah mengobati orang-orang sampai pukul 12 malam, Dar-Oes-Salam
ditutup. Namun beliau tidak langsung tidur, beliau seringkali bermain
catur sampai jam 3, 4 pagi, itupun beliau lakukan sambil berdiri.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;"><br /></span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;">Kanthong Bolong<br />
</span><span lang="IN" style="color: indigo;"><br />
“Nulung pepadhane, ora nganggo mikir</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">wayah, wadhuk, kanthong.</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">Yen ana isi lumuntur marang sesami.”</span></strong></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Artinya, “Menolong sesama, tidak perlu memakai pikiran waktu, perut, saku. Jika (saku) berisi mengalir kepada sesama.”</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dengan demikian,
maksud dari “Ilmu Kanthong Bolong” adalah sebuah pengetahuan konkrit
tentang sebentuk tempat yang selalu kosong, yang secara pasti tempat itu
tak pernah membiarkan sesuatu yang dimilikinya tetap ada, karena tempat
itu berlobang, maka apapun yang ditaruh di sana selalu mengalir,
sehingga menjadi kosong dan sunyi dari apa saja.</div>
<strong><span style="color: indigo;">“Nulung tiyang kula tindakaken ing pundi-pundi, sak mangsa-mangsa, sak wanci-wanci.”</span></strong><br />
<div class="MsoNormal">
Maksudnya, menolong orang itu dilaksanakan di mana-mana, sewaktu-waktu, kapan saja.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;"><br /></span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;">Sugih Tanpa Bandha<br />
</span></strong><br />
<strong><span style="color: indigo;">“Sugih tanpa bandha.</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">Digdaya tanpa hadji.</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">Ngalurug tanpa bala.</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">Menang tanpa ngasoraken.”</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Artinya, “Kaya tanpa harta. Sakti tanpa azimat. Menyerang tanpa balatentara. Menang tanpa merendahkan.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Demikianlah kata-kata mutiara yang tertera pada salah satu batu nisan makam Drs. R.M.P. Sosrokartono di Sidhomukti Kudus.</div>
<br />
Ajaran Drs. R.M.P. Sosrokartono ini tidak mengajak orang-orang
Indonesia jadi orang yang melarat, miskin, tak punya harta, sehingga
mudah dipermainkan oleh mereka yang berharta. Tapi sesungguhnya, kembali
pada penjelasan bahwa orang kaya itu bukanlah karena banyak harta
bendanya, melainkan orang kaya itu adalah orang yang kaya hatinya, yang
kaya mentalnya.<br />
<strong><span style="color: indigo;">“Puji kula mboten sanes namung sugih-sugeng-seneng-ipun sesami.”</span></strong><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Maksudnya, si miskin akan akan tetap jadi miskin atau makin miskin karena bermental miskin.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bukankah orang kaya itu
orang yang sudah tak lagi membutuhkan sesuatu, karena semuanya telah
terpenuhi? Meskipun anda tak berharta, tapi anda sudah merasa cukup
dengan apa yang anda dapatkan di dunia ini, maka andalah orang kaya itu.
Sebaliknya, meskipun anda banyak berharta, tapi anda masih menginginkan
dan membutuhkan sesuatu yang begini dan begitu, maka anda bukanlah
orang kya, karena anda masih fakir (butuh) dan kebutuhan anda belum
tercukupi.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;"><br /></span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;">Digdaya Tanpa Aji<br />
</span></strong><br />
<strong><span style="color: indigo;">“Ajinipun inggih boten sanes namung aji tekad; ilmunipun ilmu pasrah; rapalipun adilipun Gusti.”</span></strong></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Artinya, “Ajiannya tidak lain hanyalah ajian tekad, ilmunya ilmu pasrah, manteranya keadlan Tuhan.”</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
Perbuatan taat dan meninggalkan maksiat itulah
sumber energi yang dapat membuat seseorang sakti mandraguna, disamping
kemampuan diri mengekang gejolak syahwat dan dari perintah nafsu yang
buruk.</div>
Rumusan beliau “Digdaya tanpa Aji” ada pada tiga tahapan, yaitu :<br />
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span style="text-decoration: underline;"><br /></span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span style="text-decoration: underline;">Tekad</span></strong><strong><br />
</strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Tekad adalah sifat yang merujuk pada semangat dan keberanian
diri dalam menghadapi segala masalah, seperti rekayasa hidup, fitnah dan
bujukan dunia. Tekad ada karena ada niat, sementara segala sesuatu itu
tergantung pada niatnya. Jika niatnya itu baik, maka baiklah jadinya.
Selain itu, dengan tekad manusia dapat menyelesaikan tugas-tugasnya.
Tekad bukan berarti spekulasi miring, tapi lebih mengarah pada sikap
tidak takut pada apapun dan siapapun, sehingga hasil yang dicapaipun
menjadi maksimal. Tekad dapat dijadikan senjata, yakni senjata psikis
dalam menghadapi setiap masalah. Oleh karena itu tekad dapat dijadikan
ajian, azimat pamungkas dalam segala urusan. Untuk mendapatkan “aji
tekad” tidak perlu melakukan laku (tirakat), tidak pula belajar ilmu
kanuragan dahulu, tetapi “aji tekad” dapat diperoleh dengan menanam
keberanian, kepasrahan, keadilan dan niat yang baik dalam diri.</div>
<strong><span style="text-decoration: underline;"><br /></span></strong>
<strong><span style="text-decoration: underline;">Pasrah</span><br />
</strong>\<br />
Ilmu pasrah dapat juga disebut ilmu tawakal. Memasrahkan diri
sepenuhnya kepada Yang Maha Kuasa. Ilmu tawakal ini bisa diperoleh
dengan menanamkan pemahaman dalam diri bahwa tak ada kuasa dan daya
selain kuasa dan daya Tuhan Yang Maha Agung. Hidup dan mati itu urusan
Tuhan, sukses dan gagal atas kehendak Tuhan. Intinya, menyerahkan
permasalahan hidup ini kepada Tuhan, karena Dialah sebaik-baiknya Wakil.
Pasrahkan jiwa dan raga kepada-Nya; Dibalik tawakkal ada keselamatan,
karena ketika manusia telah menyerahkan hidup-matinya, segala urusannya
kepada Yang Maha Esa, maka Dialah yang akan melindungi dan
menyelamatkannya dari bahaya dan bencana.<br />
<strong><span style="text-decoration: underline;"><br /></span></strong>
<strong><span style="text-decoration: underline;">Keadilan</span><br />
</strong><br />
Keadilan disini adalah lafal, kata/tanda yang disandarkan
kepada Tuhan. Keadilan ini sulit didapat dan sulit dipraktekkan, kaena
keadilan adalah puncak dari kebaikan. Ketika manusia tak dapat berbuat
adil, maka Tuhanlah yang akan memberikan keadilan. Keadilan Tuhan ini
sangat menakutkan, karena Yang Maha Adil itu takkan memandang siapa yang
akan diadili, sehingga keadilan benar-benar ditegakkan.<br />
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ketika keadilan-Nya
telah berbicara, maka kebenaranlah yang ada. Ketika keadilan Tuhan
telah menjadi ucapan seseorang dalam denyut kehidupannya, maka kebenaran
dan kebaikanlah yang diperolehnya.</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;"><br /></span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">“Tanpa aji, tanpa ilmu, kula boten gadhah ajrih, sebab payung kula Gusti kula, tameng kula inggih Gusti kula.”</span></strong></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Artinya, “Tanpa
ajian, tanpa ilmu (kanuragan), saya tidak takut, sebab payung atau
pelindung saya adalah Tuhan dan perisai saya juga hanya Tuhan.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;"><br /></span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;">Bertempur Tanpa Pasukan<br />
</span></strong><br />
“Ngalurug tanpa Bala” adalah merupakan sebagian kebenaran hidup yang
harus dihayati dan diamalkan, karena ungkapan ini merujuk pada istilah
berkarya dengan tangan sendiri. Tak perlu bantuan, tak perlu
teriak-teriak meminta pertolongan, karena diri pribadi sudah dapat
mengatasi apa yang dialami.</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sesungguhnya musuh
manusia adalah setan, baik setan manusia maupun setan jin, maka kepada
keduanyalah manusia harus melakukan perlawanan. Sekali lagi, setan-setan
itulah yang harus dilawan, diperangi, dan kalau bisa, dimusnahkan saja.
Dengan bekal teksd dan keberanian yang suci, maka tak ada yang tak
dapat dihancurkan, karena semua mahluk akan binasa kecuali Dzat-Nya.</div>
Kasih sayang dapat melunakkan musuh, dapat menolong, dapat dijadikan
pelindung, dan dengan tekad asih, kita tidak akan merasa takut terhadap
siapapun dan apapun.<br />
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;"><br /></span></strong></div>
<div class="MsoNormal">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">“Ingkang kula dalaken dede tekad pamrih, ananging tekad asih.”</span></strong></div>
<div class="MsoNormal">
Artinya, “Yang saya pergunakan bukan tekad pamrih, tapi tekad asih.”</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">“Anglurug tanpa bala, tanpa gaman; Ambedhah, tanpa perang tanpa pedhang.”</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Maksudnnya, mengejar (musuh) tanpa tentara, tanpa senjata; menundukkan (musuh) tanpa perang tanpa <span class="skimlinks-unlinked">pedang.Tak</span> perlu teman, tak perlu senjata. Hindarilah peperangan, pertarungan, atau kekerasan.</div>
Yakinlah bahwa orang yang berjalan dengan membawa cinta kasih kepada
sesama mahluk akan senantiasa mendapatkan pertolongan dan perlindungan
Tuhan.<br />
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Meskipun manusia
tidak mencari masalah atau musuh, permasalahan atau musuh itu datang
dengan sendirinya dan akan meniupkan gangguan-gangguan. Akan tetapi,
permasalahan dan musuh yang ada di dalam diri kita sendiri. Tekanan
batin, penderitaan mental, atau nafsu-nafsu kotor yang menghuni lembah
diri kita itulah permasalahan dan musuh kita yang berat lagi
membahayakan, karena tak tampak tetapi dapat kita rasakan.</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Nafsu-nafsu jahat
yang menghuni diri manusia bermacam-macam. Nafsu-nafsu itulah yang pada
umumnya membuat manusia menjadi sombong, kikir, dengki, jahat dan segala
bentuk sifat buruk sering bercokol dalam dirinya, sehingga kehinaan dan
kenestapaanlah yang diperoleh, bukan kemuliaan dan keselamatan. Maka,
sangat elegan jika Drs. R.M.P. Sosrokartono mencetuskan rumusan
“Ngalurug tanpa Bala” yang mempunyai muatan ajaran spiritual dalam
rangka menghalau segala bentuk keburukan yang ada didalam diri manusia,
supaya manusia tidak menjadi hina, karena barang siapa yang dikalahkan
dengan hawa nafsunya maka kehinaanlah yang akan bersanding mesra
dengannya.</div>
<div class="MsoNormal">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;"><br /></span></strong></div>
<div class="MsoNormal">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;">Trimah Mawi Pasrah</span></strong></div>
<strong><span style="color: indigo;"><br /></span></strong>
<strong><span style="color: indigo;">“Trimah mawi pasrah.<br />
Suwung pamrih, tebih ajrih.<br />
Langgeng tan ana susah, tan ana seneng.<br />
Antheng mantheng sugeng jeneng.” </span></strong><br />
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Artinya, “Menerima
dengan pasrah. Tiada pamrih, jauh dari takut. Abadi tiada duka, tiada
suka. Tenang memusat, bahagia bertakhta.”</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Konsep “trimah mawi Pasrah”, oleh Drs. R. M. P. Sosrokartono, diperjelas dengan apa yang pernah beliau katakan di bawah ini :</div>
<strong><span style="color: indigo;"><br /></span></strong>
<strong><span style="color: indigo;">“Ikhlas marang apa sing wes kelakon.</span></strong><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">Trimah apa kang dilakoni.</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">Pasrah marang apa bakal ana.”</span></strong></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Artinya, “Ikhlas terhadap apa yang telah terjadi. Menerima apa yang dijalani. Pasrah terhadap apa yang akan ada.”</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Jadi, selain bergandengan dengan ilmu sabar, ilmu pasrah dan ilmu <em>trimah</em>
juga bergandengan dengan ilmu ikhlas, tidak mencari pamrih, tidak
karena ingin dipuji, tidak pamer kepada orang lain. Apa yang telah
terjadi, biarlah terjadi, karena kepasrahan akan membawa keridhaan, dan
keridhaan akan membawa keikhlasan, dan itulah sabar, sebuah sifat yang
sangat disukai oleh Tuhan.</div>
“Trimah mawi Pasrah” juga dapat diartikan bahwa manusia hanya dapat
berusaha, sedangkan Tuhanlah yang menentukan segalanya. Oleh karena itu,
janganlah terlalu menyesali nasib, karena dibalik derita ada bahagia,
dibalik kesusahan ada kemudahan. Yang pasrah akan mendapat kemudahan,
yang ridha akan mendapatkan ganti, yang sabar akan mendapatkan kemuliaan
dan yang ikhlas akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan hati.<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;"><br /></span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;">Suwung Pamrih Tebih Ajrih<br />
</span></strong><br />
<strong><span style="color: indigo;">” … Suwung pamrih, suwung ajrih, namung madosi barang ingkang sae, sedaya kula sumanggaken dhateng Gusti … “</span></strong></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Artinya, ” … Tiada pamrih, tiada takut, hanya mencari sesuatu yang baik, semua saya serahkan kepada Tuhan … “</div>
<div class="MsoNormal">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;"><br /></span></strong></div>
<div class="MsoNormal">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">“Yen kula ajrih, kenging dipun wastani ngandut pamrih utawi ancas ingkang boten sae.”</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Artinya, “Jika saya takut, boleh dikatakan (bahwa saya) menyimpan pamrih atau niat yang tidak baik.”</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;"><br /></span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="color: indigo;">“Luh ingkang medal sangking manah punika, dede luh ipun tangis pamrih, nanging luh peresanipun manah suwung pamrih.”</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Artinya, “Air mata yang
keluar dari hati ini, bukanlah air matanya tangis pamrih, tetapi air
mata perasan hati yang kosong pamrih.”</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ketika anda
menangis, menangislah karena syukur dan ikhlas, bukan karena
menginginkan imbalan yang tak kunjung tiba. Apalah artinya menantikan
imbalan, jika semua yang ada tak mengizinkan. Apalah artinya tangisan
hanya gara-gara ingin dipuji, dibalas atau diberi, jika kemuliaan jauh
dari kita. Yang terpenting adalah kedamaian, ketentraman, aman,
kebahagiaan dan kemuliaan.</div>
Pamrih itu hanya membuat seseorang menjadi penakut, picik, menderita, menjenuhkan, bahkan dapat membuat orang menjadi hina.<br />
Apalah artinya berpegang kepada kesementaraan, jika di alam baka kita dicambuk derita ?!<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;"><br /></span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<strong><span lang="IN" style="font-size: 13.5pt;">Padhang Ing Petheng<br />
</span></strong><br />
<strong><span style="color: indigo;">” … Wosipun inggih punika ngupadosi padhang ing peteng; seneng ing sengsara, tunggaling sewu yuta … “</span></strong></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Artinya, “Yang jelas adalah mencari terang di dalam gelap; senang dalam kesengsaraan, ribuan juta contohnya.”</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Apa saja yang ada di dunia ini relatif. Di bumi ini selalu ada dualisme, seperti <em>padhang-peteng</em>; <em>seneng-sengsara</em>; sehat-sakit; hujan-panas dan lain sebagainya. Demikianlah yang namanya kehidupan. <em>Peteng</em> terus itu tidak ada. <em>Padhang</em> terus juga tidak ada. <em>Seneng</em>
terus itu juga tidak ada. Sengsara terus itupun tidak ada. Oleh karena
itu, yang bertentangan itu dibutuhkan dalam kehidupan ini. Dengan adanya
panjang, kita tahu pendek; dengan adanya sakit, kita bisa merasakan
sehat. Dengan mengetahui baik, maka kita tahu apa itu buruk.</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Hujan dan panas,
keduanya dibutuhkan dalam kehidupan ini. Kalau orang tidak mau peteng
dan selalu ingin yang padhang saja, apa jadinya dunia ini? Kapan kita
istirahat, kapan kita tidur? Kalau peteng terus, apa saja yang semula
tumbuh pasti mati. Sebab tidak terkena sinarnya matahari. Kalau panas
terus, bumi ini akan kering kerontang, kematian akan tersebar di muka
bumi. Kalau hujan terus, pasti terjadi banjir di mana-mana. Daratan akan
tenggelam, kelaparan melanda dunia disertai kematian umat manusia.
Dimana-mana yang ada cuma air! Apa jadinya bumi ini?</div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Senang dan sengsara
harus diterima seperti apa adanya, karena kedua-duanya membawa manfaat
dan didalamnya ada hikmah yang tersembunyi. Janganlah kita terikat atau
terbelenggu oleh senang dan susah. Jika kesengsaraan datang, terimalah.
Jika kesenangan datang, sambutlah. Mengapa? Supaya hidup ini dapat
dijalani dengan tenang.</div>
<br />
<br />
Di manapun anda temukan kegelapan, maka terangilah. Di manapun anda
temukan kesengsaraan, maka berilah kesenangan. Janganlah berhenti
melakukan tugas itu, karena berjuta-juta yang membutuhkan cahaya terang
dan sinar kebahagiaan.Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-46277335219278280722016-05-01T02:15:00.001-07:002016-05-01T16:55:13.065-07:00SERAT WEDHATAMA-WIRYA-ARTA-WINASIS<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-yGDvzHQa3PQ/VyXJDE1S01I/AAAAAAAAEgM/JVxJdX6VW4sIClwH2DAf1_UXejXMP1iFACLcB/s1600/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://3.bp.blogspot.com/-yGDvzHQa3PQ/VyXJDE1S01I/AAAAAAAAEgM/JVxJdX6VW4sIClwH2DAf1_UXejXMP1iFACLcB/s400/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" width="235" /></a></div>
<br />
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://iwanmuljono.blogspot.com/2012/01/serat-wedhatama-wirya-arta-winasis.html">SERAT WEDHATAMA: WIRYA, ARTA, WINASIS</a></h3>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><span style="font-family: "times new roman";"> </span>Serat Wedhatama adalah salah satu karya Sri Mangkunegara IV yang “kawentar”. Berisi ajaran
luhur untuk membangun budi pekerti dan olah spiritual bagi kalangan
raja-raja Mataram, tetapi diajarkan pula bagi siapapun yang berkehendak
menghayatinya.</span><br />
<div style="margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
</div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
“<span style="font-family: "arial" , serif;">Wirya, Arta dan Winasis” dapat kita baca pada Serat Wedhatama, Pupuh Sinom, bait ke 15 sebagai berikut:</span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Bonggan kan tan merlokna,</i></span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Mungguh ugering ngaurip,</i></span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Uripe lan tri prakara,</i></span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i><b>Wirya arta</b></i></span><span style="font-family: "arial" , serif;"><i> tri </i></span><span style="font-family: "arial" , serif;"><i><b>winasis</b></i></span><span style="font-family: "arial" , serif;"><i>,</i></span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Kalamun kongsi sepi,</i></span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Saka wilangan tetelu,</i></span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Telas tilasing janma,</i></span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Aji godhong jati aking,</i></span></div>
<div align="justify" style="margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Temah papa papariman ngulandara.</i></span></div>
<div align="justify" style="margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Pengertiannya (saya bagi dalam dua bab) kurang lebih sebagai berikut:</span></div>
<div align="justify" style="margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i><b>A. Bonggan kan tan merlokna,Mungguh ugering ngaurip,Uripe lan tri prakara, Wirya arta tri winasis: </b></i></span><span style="font-family: "arial" , serif;"><b>Salah
sendiri bagi yang tidak membutuhkan, mengenai paugeran (ketentuan)
orang hidup, hidup dan tiga perkara, wirya, arta dan yang ketiga
winasis.</b></span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><b>WIRYA:</b></span><span style="font-family: "arial" , serif;">
Wirya adalah “keluhuran, kekuasaan”. Mata kita langsung terbelalak
membaca tulisan “kekuasaan”. Orang yang luhur memang orang yang
dihormati orang banyak. Orang dihormati karena keutamaannya, bukan
kekuasaannya. Demikian pula orang “Kuasa”. Kuasa bukan berarti bisa
melakukan apa saja, kehendaknya dituruti semua orang, dimana saja dan
kapan saja ada yang melayani. Yang ini namanya sewenang-wenang. </span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Kekuasaan
atau “power” harus digunakan sebaik-baiknya, dan “power” bukan berarti
harus jadi “Kepala”. Kalau kita memegang “legitimate power” memang kita
memegang kekuasaan yang sah menurut peraturan perundang-undangan. Itu
amanah yang harus dijalankan sebaik-baiknya. Kalau yang kita punyai
adalah “expert power” maka kita punya kompetensi di bidang ilmu
pengetahuan, jangan diselewengkan ilmu kita seperti yang banyak kita
lihat di filem-filem. Masih banyak lagi sumber power lain. Yang jelas
korang kalau tidak punya power, mau jadi apa. Tukang tambal ban pun
punya kewiryaan di bidang tambal-menambal ban. </span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><b>ARTA:</b></span><span style="font-family: "arial" , serif;">
Dalam pengertian sekarang “arta”mempunyai arti sempit “uang”. Kalau
orang Jawa mengatakan “boten gadhah arta” berarti tidak punya duwit.
Demikian pula banyak Bank menggunakan kata “arta” mungkin maksudnya
supaya masyarakat awam mengerti kalau butuh “uang” disitulah tempatnya.
Arta adalah “harta” yang berasal dari bahasa Sansekerta berarti alat.
Apapun bentuknya harta kita, baik berupa benda bergerak maupun tidak
bergerak, yang bisa berbunyi maupun yang tidak bisa berbunyi. </span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Dalam
memahami Serat Wedhatama ini jangan sekali-kali mengartikan “harta”
sebagai tujuan. Disini “harta” adalah “alat” untuk mencapai tujuan.
Keluarga harus punya harta supaya roda kehidupan rumahtangga lancar,
anak-anak gizinya baik, sekolah sampai selesai dan menjadi orang berguna
di kemudian hari. Negara sudah pasti harus punya harta. Bagaimana
pembangunan bisa berjalan kalau tidak ada alat yang bernama “arta” atau
“harta”. </span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><b>WINASIS:</b></span><span style="font-family: "arial" , serif;">
Berasal dari kata “Wasis” yang berarti pandai. “Winasis” berarti orang
pandai. Kita harus menjadi orang pandai. Tidak mungkin kita “wirya”
kalau tidak “wasis”. Untuk menjadi “wasis” kita harus punya ilmu, dan
menuntut “ilmu” itu tidak gampang. </span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Dalam pupuh Pucung masih dalam Serat Wedhatama, disebutkan: </span><span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Ngelmu iku Kalakone kanthi laku; Lekase lawan kas; Tegese kas nyantosani; Setya budya pangekese dur angkara.</i></span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Pengertiannya
kurang lebih sebagai berikut: Ilmu itu dapat kita peroleh melalui
“laku” (Laku yang kita lakukan misalnya belajar, latihan, roleplay dan
lain-lain. Cara belajar dan latihan kita tentusaja berbeda-beda sesuai
ilmu apa yang kita pelajari); Dimulai dengan “kas” (Kas: akas,
melaksanakan dengan giat, sungguh-sungguh, tidak nguler kambang).
Maksudnya kas adalah “memberi kekuatan, kekokohan (nyantosani); Kita
harus teguh dalam melawan angkara murka.</span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
“<span style="font-family: "arial" , serif;">Wirya,
Arta dan Winasis” sebuah pesan luhur dari leluhur. Menjadi orang
“winasis” adalah bekal untuk memperoleh “kawiryan”. Jangan sampai kita
mau “wirya tanpa wasir” atau “mengejaw wirya dengan arta” yang mungkin
kita peroleh dari utang yang pada akhirnya harus mengembalikan. Kalau
“kawiryan” gagal diperoleh padahal sudah keluar “arta” akhirnya malah
gila. Dengan memiliki “kawiryan” kita bisa memperoleh “arta” karena
kompetensi kita diakui. “Arta” yang kita peroleh haruslah kita gunakan
untuk kepentingan umat manusia’</span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i><b>B. Kalamun kongsi sepi, Saka wilangan tetelu,Telas tilasing janma, Aji godhong jati aking,Temah papa papariman ngulandara: </b></i></span><span style="font-family: "arial" , serif;"><b>Kalau
sampai kosong, Dari ketiga hal tersebut, Habislah harga sebagai
manusia, Lebih berharga daun jati kering, Akhirnya menderita (papa),
menjadi pengemis (papriman), dan mengembara terlunta-lunta (ngulandara)</b></span></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Seperi
itulah nasib orang yang tidak memiliki “wirya, arta dan winasis”,
menjadi pengemis yang papa dan terlunta-lunta dalam pengembaraannya.
Masih lebih “Aji godhong jati aking”. Bila kita masuk ke hutan jati pada
masa musim kemarau, di bawah berserakan daun jati kering. Memang masih
ada yang mengambil untuk bungkus tempe. Setelah itu kembali “kleyang
kabur kanginan”</span></div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-19194484142565215642016-05-01T02:11:00.002-07:002016-05-01T16:55:29.558-07:00SERAT WEDHATAMA-BIAR TUA HARUS TETAP BELAJAR<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-jnrUDaeBhic/VyXIKvDge-I/AAAAAAAAEgE/DozY-kXEOrklC_0tKVMQPD5zzsrwS6LJwCLcB/s1600/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://4.bp.blogspot.com/-jnrUDaeBhic/VyXIKvDge-I/AAAAAAAAEgE/DozY-kXEOrklC_0tKVMQPD5zzsrwS6LJwCLcB/s400/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" width="235" /></a></div>
<br />
<br />
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://iwanmuljono.blogspot.com/2012/01/serat-wedhatama-biar-tua-harus-tetap.html">SERAT WEDHATAMA: BIAR TUA HARUS TETAP BELAJAR</a></h3>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Anak
muda kadang-kadang merasa sebal dengan orang “tua” yang banyak memberi
nasihat. Sementara orang “tua” sering merasa lebih pengalaman sehingga
sering mencela sekaligus menasihati orang yang lebih muda. Kemudian
orang muda merasa nasihat yang disampaikan sudah ketinggalan jaman.
Memang benar bahwa apa yang diceriterakan adalah pengalaman masa lalu di
tempat yang berbeda, pada waktu yang berbeda pula terhadap orang yang
juga berbeda.</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Menjadi
orang “tua” apalagi jaman sekarang memang harus lebih hati-hati. Anak
muda sekarang lebih kritis, pengetahuan bisa jadi memang lebih luas.
Satu-satunya yang kalah adalah “pengalaman”. Bila pada jaman dulu “Kebo
Nusu Gudel” (baca posting tentang ini) seolah-olah “aib” bagi orang tua,
pada jaman sekarang harus dipertimbangkan lagi tingkat keaibannya.</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Sri Mangkunagara IV, dalam Serat Wedhatama, Pupuh Pangkur, bait ke dua disebutkan:</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Jinejer neng Wedatama</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Mrih tan kemba kembenganing pambudi</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Mangka nadyan tuwa pikun</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Yen tan mikani rasa,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>yekti sepi asepa lir sepah, samun,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Samangsane pasamuan</i></span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;"><i>Gonyak-ganyuk nglilingsemi.</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Terjemahannya kurang lebih sebagai berikut:</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">(Tan:
tidak; Kemba: tidak mantap, tidak rajin; Tan kemba: berarti “rajin”;
Kembeng: genangan; Budi: Nalar, pikir, watak; Wikan: tahu; Rasa: bisa
diartikan “ilmu”; Sepa: hambar; Samun: sepi, kosong, kabur;
Gonyak-ganyuk: tindak-tanduk yang tidak pas). Terjemahan bebas saya
sebagai berikut:</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Disajikan dalam Wedhatama,</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Agar tidak kendor dalam muatan nalar kita</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">walaupun sudah tua dan pikun</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">jika tidak memahami ilmu </span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Pasti sepi, hambar seperti ampas kosong</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Bila menghadiri pertemuan</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Perilakunya memalukan.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Perilaku
“gonyak-ganyuk” karena “serat” ini menyebutkan dalam “pasamuan”
(pertemuan tentunya dikaitkan dengan “bicara”. Kemudian dalam baris ke
tiga disebutkan “nadyan tuwa pikun” maka “serat” ini mengingatkan
khususnya pada yang sudah tua supaya “mawas diri” dalam berbicara. Nalar
harus tetap dipakai. “Budi” (ilmu) harus tetap “ngembeng” (menggenang).
</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , serif;">Saya
sendiri sudah cukup tua, “Serat” ini juga mengingatkan pada diri saya.
Jangan sampai saya “gonyak-ganyuk nglilingsemi samangsa pasamuan”.
Ngomong banyak kelihatannya didengarkan tetapi di belakang jadi bahan
tertawaan.</span></div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-12981870130113818992016-05-01T02:08:00.002-07:002016-05-01T02:08:21.410-07:00SERAT WEDHATAMA-JANGAN MENURUTI KEMAUAN SENDIRI<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-jLPdOXwiIe8/VyXHdkzReOI/AAAAAAAAEf4/PMmXwDDTaBgJp5lK5inj_YnA5hLvSvwvgCLcB/s1600/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-jLPdOXwiIe8/VyXHdkzReOI/AAAAAAAAEf4/PMmXwDDTaBgJp5lK5inj_YnA5hLvSvwvgCLcB/s400/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" width="235" /></a></div>
<br />
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://iwanmuljono.blogspot.com/2012/01/serat-wedhatama-jangan-menuruti-kemauan.html">SERAT WEDHATAMA: JANGAN MENURUTI KEMAUAN SENDIRI</a></h3>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Serat
Wedhatama, Pupuh Pangkur, bait ke tiga di bawah ini adalah lanjutan
dari bait ke dua (baca posting Serat Wedhatama: Biar tua harus tetap
belajar). Pesan yang disampaikan sebenarnya lebih bersifat umum, tidak
hanya kepada orang “tua” melainkan kepada semua orang. Hanya saja karena
pada Pupuh sebelumnya disebutkan perilaku yang “gonyak-ganyuk
nglelingsemi” kemudian pada pupuh ke tiga ini diawali dengan “Nggugu
karsaning priyangga” (menuruti kemauan sendiri) saya berpendapat bahwa
pesan kepada orang “tua” lebih berat bobotnya daripada pesan kepada
orang “muda”. Lengkapnya sebagai berikut:</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Nggugu karsaning priyangga,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Nora nganggo peparah lamun angling,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Lumuh ing ngaran balilu,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Uger guru aleman,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Nanging janma ingkang wus waspadeng semu</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Sinamun ing samudana,</i></span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Sesadon ingadu manis</i></span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Terjemahannya
saya bagi dua. Yang pertama adalah baris pertama sampai dengan ke empat
tentang menuruti kemuan sendiri, atau bahasa Jawa populernya adalah
“Nggugu karepe dhewe”:</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">(Priyangga: diri; Lamun: sewaktu, pada saat; Parah: pakai dipikir; Angling: bicara). Terjemahan bebasnya sebagai berikut: </span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Menuruti kemauan sendiri</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Bila berbicara tanpa dipertimbangkan</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Tetapi tidak mau dianggap bodoh,</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Maunya dipuji-puji</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Jadi
pituturnya: Janganlah kita “gonyak-ganyuk” menuruti kemauan sendiri.
Kalau ngomong “mbok ya” jangan asal bunyi. Sudah asal ngomong, dibilang
bodoh tidak mau,maunya malah disanjung-sanjung. Pitutur ini rasanya
bukan untuk orang kecil. Mana ada orang kecil, berani “gonyak-ganyuk”.</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Tiga
baris terakhir Pupuh Pangkur bait ke tiga Serat Wedhatama memberi
penegasan kita harus bagaimana. Terjemahannya sebagai berikut:</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Tetapi manusia yang sudah waspada terhadap situasi</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Disamarkan dengan “samudana” (bicara baik dengan wajah manis)</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Prasangkanya selalu baik.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Menghadapi
orang yang “maunya sendiri” tidak mau ditentang, suka dipuji hendaknya
kita tetap berkepala dingin. Apalagi pada bait ke dua (posting sebelum
ini) disebutkan “samangsane pesamuan (dalam pertemuan). Tetaplah kita
berkata baik dengan wajah tetap manis “sinamun ing samudana, sesadon
ingadu manis”. Tidak ada ruginya bagi kita. (IwMM)</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">CATATAN:</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Samudana
“bukan” lamis. Memang sama-sama lain di mulut lain di hati. Bedanya,
orang lamis bicaranya baik tapi menyembunyikan maksud tidak baik.
Sedangkan “Samudana” kita bicara tetap baik walau hati tidak senang atau
tidak setuju. Mengapa? Baca posting setelah ini: <a href="http://iwanmuljono.blogspot.com/2012/01/serat-wedhatama-yang-waras-ngalah.html">Serat Wedhatama: Yang Waras Ngalah</a>”</span></div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-19062614427206245352016-05-01T02:05:00.003-07:002016-05-01T02:05:52.048-07:00SERAT WEDHATAMA-YANG WARAS NGALAH<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-eS32NCR4HFU/VyXG34FUlKI/AAAAAAAAEfw/mjzWIeaMb68maqWLHQjOBTTpAi-m_knewCLcB/s1600/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-eS32NCR4HFU/VyXG34FUlKI/AAAAAAAAEfw/mjzWIeaMb68maqWLHQjOBTTpAi-m_knewCLcB/s400/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" width="235" /></a></div>
<br />
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://iwanmuljono.blogspot.com/2012/01/serat-wedhatama-yang-waras-ngalah.html">SERAT WEDHATAMA: YANG WARAS NGALAH</a></h3>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Bait
ke empat Pupuh Pangkur, Serat Wedhatama ini adalah lanjutan dari bait
ke tiga. Bagaimana orang yang “nggugu karepe dhewe” tadi semakin
menjadi-jadi. Mungkin karena tidak ada yang memperingatkan, atau karena
ia tidak mau mendengar nasihat orang lain. Tembangnya dalam bahasa yang
mudah dipahami, sebagai berikut:</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Si pengung nora nglegawa,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Sangsayarda deniro cacariwis,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Ngandhar-andhar angendhukur, </i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Kandhane nora kaprah,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>saya elok alangka longkanganipun,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Si wasis waskitha ngalah,</i></span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Ngalingi marang si pingging</i></span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Terjemahan bebasnya kurang lebih sebagai berikut:</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Si dungu tidak menyadari</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Bahwa bualannya semakin menjadi-jadi</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Bicara makin ngelantur</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Bicaranya tidak masuk akal,</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Makin aneh dan tidak ada putusnya</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Yang pandai waspada dan mengalah</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Menutupi aib si tolol</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Itulah
celakanya orang yang suka menuruti maunya sendiri. “Saya suwe saya
ndadi”, makin lama bukannya menjadi berhati-hati, malah makin
menjadi-jadi. Yang mendengar sebenarnya amat sebal, tetapi mengambil
sikap “sinamun ing samudana”.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Mengapa
pitutur Jawa sering mengisyaratkan “Samudana?”. Pada dua baris terakhir
Sekar Pangkur ini dijelaskan: “Si wasis waskitha ngalah, Ngalingi
marang si pingging” (pingging: tolol).</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Yang
merasa pandai dan betul-betul pandai, lebih baik mengalah. Pertama
memang hanya buang-buang energi. Menang debat pun tidak ada hasilnya.
Dalam tembang ini kita diminta untuk “ngalingi”, menutupi aib si tolol.
Kalau kita harus bicara, maka ingat pesan “sinamun ing samudana”. Bukan
lamis, karena lamis adalah “manis di mulut buruk di hati” sementara
“samudana” adalah “baik di mulut, baik di hati”, karena kita ingin
menutupi aib orang, bukan menjatuhkannya.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Dalam
bahasa yang lebih sederhana: Buat apa meladeni orang seperti itu.
“Menang ora kondang”, kita menang pun tidak akan tenar. Dalam bahasa
yang lebih populer: “Yang waras, ngalah”.</span></div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-80755949074457519622016-05-01T02:01:00.002-07:002016-05-01T02:01:51.924-07:00SERAT WEDHATAMA-ORANG BERILMU TIDAK SOMBONG<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-8OfzOC5MVu8/VyXF4_mJaFI/AAAAAAAAEfk/WIkPBPgLYV40vOSTcrEy-RgTik6WJk69QCLcB/s1600/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://3.bp.blogspot.com/-8OfzOC5MVu8/VyXF4_mJaFI/AAAAAAAAEfk/WIkPBPgLYV40vOSTcrEy-RgTik6WJk69QCLcB/s400/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" width="235" /></a></div>
<br />
<br />
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://iwanmuljono.blogspot.com/2012/01/serat-wedhatama-orang-berilmu-sabar-dan.html">SERAT WEDHATAMA: ORANG BERILMU “SABAR DAN TIDAK SOMBONG”</a></h3>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Meneladani
padi yang makin berisi makin tunduk, sementara padi yang kosong tetap
tengadah, demikian pula orang berilmu harus makin tunduk dalam
pengertian makin tidak suka pamer, makin tidak suka membual, walaupun
yang dibualkan ilmunya. Apakah “ilmu padi” masih kita pahami? Banyak
diantara kita sudah tidak pernah lagi melihat beras, apalagi tanaman
padi. Tahunya sudah jadi nasi di piring. </span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Sebagai lanjutan dari bait ke empat Pupuh Pangkur, Serat Wedhatama, bait ke lima berbunyi sebagai berikut:</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Mangkono ngelmu kang nyata,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Sanyatane mung weh reseping ati,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Bungah ingaran cubluk,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Sukeng tyas yen denina,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Nora kaya si punggung anggung gumrunggung</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Ugungan sadina dina</i></span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Aja mangkono wong urip.</i></span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Adapun terjemahan bebasnya kurang lebih sebagai berikut:</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Demikianlah ilmu yang nyata,</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Senyatanya memberikan ketenangan hati,</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Tetap senang dikatakan bodoh</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Tetap gembira bila dihina</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Tidak seperti si dungu yang selalu sombong,</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Ingin dipuji setiap hari.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Janganlah seperti itu orang hidup.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Dunia
akan tenteram kalau seperti ini. Dewasa ini bahkan adu ilmu dipamerkan
sampai di media. Bahkan menjadi komoditi. Orang senang bisa debat, bisa
menyalahkan ilmu orang dan mengatakan saya yang paling benar. Debat
dilihat orang banyak, bahkan mendapat tepuk tangan. Bagi yang tepuk
tangan tidak ada masalah. Pertama kita diajari tepuk tangan sejak kecil:
“Ayo tepuk tangan, anak-anak” atau “Mana tepuk tangannya?” Setelah
dewasa kita tahu bahwa “Keplok ora tombok”, alias tepuk tangan itu
gratis, siapa tahu malah dikasih uang.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-F6Ik3D759FA/TxFYQ8iLHcI/AAAAAAAAA-c/1EGdUxC0nsM/s1600/BlogJawa-PandaiSabar.jpg" style="clear: left; cssfloat: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><br /></a><a href="http://2.bp.blogspot.com/-F6Ik3D759FA/TxFYQ8iLHcI/AAAAAAAAA-c/1EGdUxC0nsM/s1600/BlogJawa-PandaiSabar.jpg" style="clear: left; cssfloat: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"> </a></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Kembali
ke Serat Wedhatama, orang berilmu itu sudah mengendap. Batinnya sudah
tenang dan tenteram. Jadi baik dikatakan bodoh maupun dihina, hatinya
akan tetap senang. Ia akan tampil “ririh, rereh dan ruruh”, tampil sabar
dan tenang, walau mungkin saja “sinamun ing samudana”. Tidak seperti si
dungu yang “nggugu karsaning priyangga”, selalu sombong, hari-hari
maunya dipuji. Orang yang berilmu tidak butuh pujian. </span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Kepada
orang “ugungan sadina-dina” yang “kandhane nora kaprah” dan hanya
“nggugu karsaning priyangga” inilah Sri Mangkunegara IV berpesan melalui
baris terakhir bait ke empat Pupuh Pangkur dalam Serat Wedhatama: “Aja
mangkono wong urip”, orang hidup jangan seperti itu</span></div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-23091972123445271522016-05-01T01:58:00.001-07:002016-05-01T01:58:17.337-07:00SERAT WEDHATAMA-BERILMU TIDAK HARUS TUA<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-QJS-pWEKdVs/VyXFGw3MhDI/AAAAAAAAEfc/6B8KRSQeqLwwB3YXAVjbFHfoDjFb8uygQCLcB/s1600/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://4.bp.blogspot.com/-QJS-pWEKdVs/VyXFGw3MhDI/AAAAAAAAEfc/6B8KRSQeqLwwB3YXAVjbFHfoDjFb8uygQCLcB/s400/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" width="235" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://iwanmuljono.blogspot.com/2012/01/serat-wedhatama-berilmu-tidak-harus-tua.html">SERAT WEDHATAMA: BERILMU TIDAK HARUS “TUA”</a></h3>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Jaman
dulu gambaran seorang profesor adalah laki-laki tua, botak, berkacamata
plus pelupa saking tuanya. Sekarang ini sudah banyak profesor muda.
Usianya belum mencapai limapuluh tahun, dan tidak botak. Saat itu
berbahagialah orang botak, Sepanjang dia tutup mulut, bisa dianggap
bicara.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Demikian
pula gambaran orang berilmu harus kelas atas dan kaya sebenarnya dari
dulu mestinya sudah dihilangkan. Memang untuk bisa sekolah tinggi harus
punya biaya. “Jer basuki” memang “mawa beya”. Tetapi saya banyak melihat
orang tua yang ingin anaknya “jadi orang” akan mengorbankan
segala-galanya supaya anak bisa sekolah. Demikian pula anak yang ulet
dan punya kemauan akan membantu semampunya untuk meringankan beban orang
tua.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Sri Mangkunegara IV, dalam Serat wedhatama, Pupuh Pangkur, bait ke 11, disebutkan:</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Iku kaki takok-eno,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>marang para sarjana kang martapi</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Mring tapaking tepa tulus,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Kawawa nahen hawa,</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Wruhanira mungguh sanyataning ngelmu</i></span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Tan mesthi neng janma wredha</i></span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Tuwin mudha sudra kaki.</i></span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Terjemahan bebasnya kurang lebih sebagai berikut:</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Coba nak, tanyakan</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Kepada para sarjana yang menguasai ilmu</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Kepada jejak hidup yang menjadi suri tauladan</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Mampu menahan hawa napsu</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Ketahuilah bahwa senyatanya ilmu</span></div>
<div style="line-height: 100%; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Tidak harus dikuasai orang tua</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Bisa juga dikuasai orang muda atau orang miskin, nak.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
“<span style="font-family: Arial,serif;">Kawawa
nahen hawa (mampu menahan hawa napsu) merupakan kata kunci penguasaan
ilmu. Anak muda yang “taberi”, mengorbankan kesenangan hidup usia
mudanya dan lebih memprioritaskan belajar sekaligus mencari sendiri
biaya untuk belajar, termasuk anak yang “kawawa nahen hawa”. Buahnya
dipetik kemudian.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Tigapuluh
tahun lalu saya membantu mengajar di Sekolah Perawat Kesehatan,
setingkat SMA. Murid-murid yang pandai selalu saya tanya: “kenapa kamu
tidak masuk SMA saja, lalu mendaftar di Fakultas Kedokteran?” Pada
umumnya semua menjawab: “Supaya bisa langsung kerja” (dalam pengertian
orang tuanya tidak punya cukup biaya untuk melanjutkan ke Perguruan
Tinggi). </span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Tigapuluh
tahun kemudian banyak diantara mereka yang sudah meraih gelar S-2 dalam
maupun luar negeri. Mereka pandai, berhasil mendapat beasiswa. Mereka
semua anak orang kecil yang tidak kaya. Saat ini umur belum mencapai
limapuluh tahun.</span></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Intinya, penguasaan ilmu itu “Tan mesthi ing janma wredha” bisa pada kaum “mudha tuwin sudra” sepanjang “kawawa nahan hawa”</span></div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-28946609593219944052016-05-01T01:54:00.001-07:002016-05-01T02:39:33.690-07:00SERAT WEDHATAMA-DURANGKARA-PENAKLUK ANGKARA<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-3U7fMIkTkh0/VyXENwgmrwI/AAAAAAAAEfU/X9CDJeYucgwE8xcictZULXECR3gZVvWrgCLcB/s1600/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://3.bp.blogspot.com/-3U7fMIkTkh0/VyXENwgmrwI/AAAAAAAAEfU/X9CDJeYucgwE8xcictZULXECR3gZVvWrgCLcB/s400/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" width="235" /></a></div>
<br />
<br />
<h3 class="post-title entry-title">
<a href="http://iwanmuljono.blogspot.com/2012/02/serat-wulangreh-dur-angkara.html">SERAT WEDHATAMA: DUR ANGKARA</a></h3>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif";"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif";"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif";">Dari sekar Pocung karya Sri Mangkunegara IV dalam Serat
Wedhatama: <i>“ ........ Setya budya pangekese dur angkara”.</i> (berkomitmen untuk menaklukkan nafsu angkara). Sekar Pocung yang ditulis dalam <a href="http://iwanmuljono.blogspot.com/2012/01/serat-wulangreh-laku-supaya-ing-sasmita.html">Laku: Supaya Ing Sasmita Amrih Lantip</a> lengkapnya sebagai berikut:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i><span style="font-family: "arial" , "sans-serif";">Ngelmu iku kelakone kanti laku; lekase lawan kas; tegese kas nyantosani; Setya budya pangekese dur angkara;</span></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif";">Mungkin
tadi tidak saya perhatikan karena konsentrasi saya di tempat lain. Saya
selalu membayangkan “Angkara” seperti gambaran penjajah yang menghisap
habis-habisan hasil dari kawasan yang dia kuasai dan menelantarkan
rakyatnya. Dalam Bausastra Jawa, Poerwadarminta pengertian angkara
adalah: “kumudu ndheweki” (ingin memiliki sendiri), murka; Murka: selain
sama dengan angkara juga diartikan “ora nrima ing pandum” Sedangkan
Dur: Jelek. Pada umumnya kata yang berawalan “dur” artinya jelek,
kecuali duren, tentusaja. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif";">Angkara
dan murka dalam pengertian ingin memiliki sendiri dan ingin memiliki
hak orang lain, Awalan kata “Dur” menunjukkan bahwa Angkara itu jelek.
Oleh sebab itu kita harus benar-benar “setya budya” dalam “ngekes” nafsu
“dur angkara ini”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif";">Berarti
untuk memiliki sifat “angkara” tidak perlu menunggu kita menjadi cukup
tua untuk mampu merebut wilayah negara lain, mencuri uang rakyat dan
hal-hal yang berat-berat lainnya. Sifat “angkara” atau “murka” Anak SD
pun sudah bisa memiliki sifat “angkara” ini. Misalnya merebut mainan
adiknya, punya kue dimakan sendiri tapi kue teman diminta. Semakin
dewasa maka sifat angkara ini kalau tidak dikendalikan bisa makin
meningkat kualitas dan kuantitasnya. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif";">Yang
di atas adalah bait pertama dari pupuh Pocung, Serat Wedhatama. Bait
kedua dalam alunan tembang yang berkumandang dapat kita ikuti dengan lengkap, sebagai berikut:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif";"><i><br /></i></span>
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif";"><i>Angkara gung; Neng angga anggung gumulung; Gegolonganira; Triloka lekeri kongsi; Yen den umbar ambabar dadi rubeda.</i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif";">Terjemahannya kurang-lebih sebagai berikut:</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif";">Sifat
angkara yang besar; Di dalam diri besar dan bergulung; Jangkauannya;
Meliputi hingga tiga dunia; jika dibiarkan saja akan berubah menjadi
gangguan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "sans-serif";">Bila
dalam bait pertama kita diingatkan supaya berkomitmen melawan sifat
angkara, maka bait kedua mennjelaskan bahwa sifat angkara bila dibiarkan
akan makin besar dan bisa menimbulkan masalah. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-66560066360615687582016-05-01T01:48:00.002-07:002016-05-01T01:48:37.136-07:00SERAT WEDHATAMA-TRIPRAKARA-PEGANGAN KSATRIA<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-1kOov9c7PNQ/VyXC1IPAj2I/AAAAAAAAEfI/XyT-E1Fk2SwADyMXnvfNsRdFGmOfUb7fACLcB/s1600/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-1kOov9c7PNQ/VyXC1IPAj2I/AAAAAAAAEfI/XyT-E1Fk2SwADyMXnvfNsRdFGmOfUb7fACLcB/s400/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_vorst_Mangkoe_Negoro_IV_die_tussen_1853_en_1881_het_gebied_Mangkoe_Negaram_bestuurde_TMnr_10001298.jpg" width="235" /></a></div>
<br />
<br />
<br /><a href="http://iwanmuljono.blogspot.com/2012/02/serat-wedhatama-triprakara-pegangan_18.html">SERAT WEDHATAMA: “TRIPRAKARA” PEGANGAN KSATRIA </a><br />
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Namanya
pegangan untuk ksatria tetapi jangan dikira bahwa pegangan tersebut
adalah ilmu kanuragan untuk berkelahi atau berperang. Bukan “raga” dalam
triprakara ini, melainkan “rohani”. Ikhlas, sabar dan berserah diri
pada Allah Yang Maha Agung.</span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Masih
terkait dengan “Ilmu” yang disebutkan dalam Pupuh Pucung bait pertama:
“Ngelmu iku; Kelakone kanti laku .........” maupun lanjutannya pada bait
ke dua: “Angkara gung; Ning angga anggung gumulung yang telah saya
tulis dalam <span style="font-family: Times New Roman;"> <a href="http://iwanmuljono.blogspot.com//2012/02/dur-angkara"><span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Dur Angkara</span></a></span>. Adapun mengenai Tri Prakara lihat Serat Wedhatama anggitan Sri Mangkunegara IV dalam pupuh Pucung bait ke 10 dan 11.</span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Pupuh Pucung Bait Ke 10</span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Basa ngelmu</i></span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Mupakate lan panemu</i></span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Pasahe lan tapa</i></span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Yen satriya tanah Jawi</i></span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Kuna kuna kang ginilut tripakara</i></span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Terjemahannya
kurang lebih sebagai berikut: Mengenai ilmu; Kesepakatan dan
pendapatnya adalah; Dapat diperoleh dengan upaya keras (Tapa); Bagi
ksatria tanah Jawa; Dahulu yang dijadikan pegangan adalah tiga hal
(triprakara)</span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Penjelasan mengenai “triprakara” dengan kata kunci <b><i>“Lila, Trima dan Legawa”</i></b> dapat dibaca pada bait berikutnya, yaitu bait ke 11 sebagai berikut:</span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i><b>Lila</b></i></span><span style="font-family: Arial,serif;"><i> lamun </i></span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>kelangan nora gegetun</i></span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i><b>Trima</b></i></span><span style="font-family: Arial,serif;"><i> yen ketaman</i></span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Sakserik sameng dumadi</i></span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;"><i>Tri </i></span><span style="font-family: Arial,serif;"><i><b>legawa</b></i></span><span style="font-family: Arial,serif;"><i> nalangsa srah ing Bathara</i></span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Terjemahannya
kurang lebih sebagai berikut: (pertama) Ikhlas; bila kehilangan tidak
menyesal; (kedua) Menerima, sabar; Bila disakiti sesama manusia; Ketiga,
lapang dada dan berserah diri pada Tuhan </span></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Jadi
“Triprakara” adalah “laku” untuk memperoleh “ilmu”. Bila saya
terjemahkan lebih bebas, maka “Laku Triprakara tersebut adalah:</span></div>
<ol style="color: #444444;">
<li><div align="justify" style="margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Kehilangan sesuatu tidak membuat kita sedih</span></div>
</li>
<li><div align="justify" style="margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Bila disakiti oleh sesama manusia, kita sabar, menerima dengan lapang dada</span></div>
</li>
<li><div align="justify" style="margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Kita
harus selalu berserah diri kepada Allah. Semua milik Allah dan akan
kembali kepada Allah dan hanya allah satu-satunya penolong. </span></div>
</li>
</ol>
<div align="justify" style="color: #444444; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: Arial,serif;">Di
dunia yang serba “keras” seperti sekarang ini, rasanya amat sulit
melaksanakan “Triprakara” tersebut. Baru kehilangan barang kecil teriak
kita bisa kedengaran dimana-mana. Baru merasa disakiti, kita sudah
melakukan tindakan yang lebih keras. Tentang berserah diri kepada Tuhan,
hanya diri masing-masing yang tahu.</span></div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7696708798692128510.post-34827642032374988802016-05-01T00:15:00.002-07:002016-06-21T15:48:12.603-07:00WEJANGAN RAHASIA HIDAYAT JATI<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-QkqPNOAwTFg/VyWtB3Dg4bI/AAAAAAAAEeo/vSjR57JNS_0PMNSwPFqjocYZbsZRaYp9gCLcB/s1600/Serat_Wirid_Hidayat_Jati%252C_by_Mangoenwidjaja.pdf.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="https://3.bp.blogspot.com/-QkqPNOAwTFg/VyWtB3Dg4bI/AAAAAAAAEeo/vSjR57JNS_0PMNSwPFqjocYZbsZRaYp9gCLcB/s400/Serat_Wirid_Hidayat_Jati%252C_by_Mangoenwidjaja.pdf.jpg" width="266" /></a></div>
<div style="color: #3366ff; font-family: verdana; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="color: #3366ff; font-family: verdana; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="color: #3366ff; font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 100%;"><strong><br /></strong></span></div>
<div style="color: #3366ff; font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 100%;"><strong>(WEJANGAN RAHASIA HIDAYAH SEJATI)</strong></span></div>
<div style="color: #3366ff; font-family: verdana; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="color: #ffff66; font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 100%;"><strong><br /></strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="color: red; font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong>Catatan
ini saya buat untuk teman-teman yang membutuhkannya. Sekedar berbagi
wejangan asli semata, mengenai penjabarannya, silakan teman-teman
mencari Guru Spiritual yang mumpuni.</strong></span></div>
<div style="color: red; font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong><br /></strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><strong>Ing
ngisor iki nêrangake nalika jaman awale nagara ing Dêmak. Para Wali
kang karsa mêdharake wêwêjanganing ngelmu makripat, kehe mung Wolu,
pratelane kaya ing ngisor ini;</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Dibawah
ini menjelaskan saat jaman awal Negara Demak. Para Wali yang berkenan
mewedarkan wejangan ilmu Makrifat, hanya ada Delapan orang, mereka
adalah sebagai berikut : )</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>1. </strong><strong>Susuhunan ing Giri Kadhaton, mungguh kang diwêjangake, iya iku WISIKAN ANANING DZAT</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan ing Giri Kadhaton/Sunan Giri Kedhaton atau Sunan Giri Pertama, mewedarkan wejangan BISIKAN RAHASIA ADANYA DZAT.)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>2. </strong><strong>Susuhunan ing Tandhês, mungguh kang diwêjangake, iya iku WĒDHARAN WAHANANING DZAT</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan ing Tandhes/Sunan Tandhes, mewedarkan wejangan PENJABARAN PERWUJUDAN DZAT)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>3. </strong><strong>Susuhunan ing Majagung, mungguh kang diwêjangake, iya iku GĒLARAN KAHANANING DZAT</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan
ing Majagung/Sunan Majagung atau sekarang dikenal dengan Sunan
Bejagung, mewedarkan wejangan PENGGELARAN KEBERADAAN DZAT)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>4. </strong><strong>Susuhunan ing Benang, mungguh kang diwêjangake, iya iku PAMBUKANING TAHTA MALIGE ING DALĒM BETALMAKMUR</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan
ing Benang/Sunan Benang sekarang dikenal dengan nama Sunan Bonang,
mewedarkan wejangan AWAL MULA PENCIPTAAN TAHTA MAHLIGAI DIDALAM BAITUL
MAKMUR ~ BAIT : RUMAH, MAKMUR : YANG RAMAI)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>5. </strong><strong>Susuhunan ing Muryapada, mungguh kang diwêjangake, iya iku PAMBUKANING TAHTA MALIGE ING DALĒM BETALMUKARAM</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan
ing Muryapada/Sunan Muryapada sekarang terkenal dengan nama Sunan
Muria, mewedarkan wejangan AWAL MULA PENCIPTAAN TAHTA MAHLIGAI DIDALAM
BAITUL MUHARRAM ~ BAIT : RUMAH, MUHARRAM : LARANGAN)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>6. </strong><strong>Susuhunan ing Kalinyamat, mungguh kang diwêjangake, iya iku PAMBUKANING TAHTA MALIGE ING DALEM BETALMUKADAS</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan
ing Kalinyamat/Sunan Kalinyamat mewedarkan wejangan AWAL MULA
PENCIPTAAN TAHTA MAHLIGAI DIDALAM BAITUL MUKHADDAS ~ BAIT : RUMAH,
MUKHADDAS : YANG BERSIH)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>7. </strong><strong>Susuhunan ing Gunungjati, mungguh kang diwêjangake, iya iku PANĒTĒP SANTOSANING IMAN</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan ing Gunungjati/Sunan Gunungjati mewedarkan wejangan TETAPNYA DAN ABADINYA KEYAKINAN)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong> <strong>8. </strong><strong>Susuhunan ing Kajênar, mungguh kang diwêjangake, iya iku SASAHIDAN</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan ing Kajenar/Sunan Kajenar atau sekarang lebih dikenal dengan Syeh Siti Jenar mewedarkan wejangan KESAKSIAN SEJATI)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><strong>Dene
saangkatan maneh, iya iku kang kapindho, nalika akhire nagara Dêmak,
tumeka awale ing nagara Pajang, iya ana para Wali kang padha karsa
mêdharake surasane ngelmu makripat, anane iya among Wolu, mungguh
katrangane kaya ing ngisor iki :</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Sedangkan
seangkatan lagi, yaitu untuk kedua kalinya, diwejangkan pada akhir
negara Demak, menjelang awal berdirinya negara Pajang. Ada Delapan Wali
yang berkenan mewejangkan intisari ilmu makripat, mereka-mereka adalah
sebagai berikut :)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>1. </strong><strong>Susuhunan ing Giri Parapen, mungguh kang diwêjangake, iya iku WISIKAN ANANING DZAT</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan ing Giri Parapen/Sunan Prapen atau Sunan Giri Keempat, mewedarkan wejangan BISIKAN RAHASIA ADANYA DZAT.)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>2. </strong><strong>Susuhunan ing Darajat, mungguh kang diwêjangake, iya iku WĒDHARAN WAHANANING DZAT</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan
ing Darajat/Sunan Darajat, sekarang lebih dikenal dengan Sunan Drajat,
mewedarkan wejangan PENJABARAN PERWUJUDAN DZAT)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>3. </strong><strong>Susuhunan ing Atasangin, mungguh kang diwêjangake, iya iku GĒLARAN KAHANANING DZAT</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan ing Atasangin/Sunan Atasangin, wali dari Jawa Barat, mewedarkan wejangan PENGGELARAN KEBERADAAN DZAT)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>4. </strong><strong>Susuhunan ing Kalijaga, mungguh kang diwêjangake, iya iku PAMBUKANING TAHTA MALIGE ING DALĒM BETALMAKMUR</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan
ing Kalijaga/Sunan Kalijaga, mewedarkan wejangan AWAL MULA PENCIPTAAN
TAHTA MAHLIGAI DIDALAM BAITUL MAKMUR ~ BAIT : RUMAH, MAKMUR : YANG
RAMAI)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>5. </strong><strong>Susuhunan
ing Têmbayat, dhek samana wis rinilan dening guru Susuhunan ing
Kalijaga, amiridake ing wêwêjangan PAMBUKANING TAHTA MAHLIGAI ING DALĒM
BAITAL MUHARRAM</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan
ing Tembayat/Sunan Tembayat, setelah mendapat ijin dari gurunya Sunan
Kalijaga, mewedarkan wejangan AWAL MULA PENCIPTAAN TAHTA MAHLIGAI
DIDALAM BAITUL MUHARRAM ~ BAIT : RUMAH, MUHARRAM : LARANGAN)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>6. </strong><strong>Susuhunan ing Padusan, mungguh kang diwêjangake, iya iku PAMBUKANING TAHTA MALIGE ING DALEM BETALMUKADAS</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan
ing Padusan/Sunan Padusan, wali berasal dari Madura, mewedarkan
wejangan AWAL MULA PENCIPTAAN TAHTA MAHLIGAI DIDALAM BAITUL MUKHADDAS ~
BAIT : RUMAH, MUKHADDAS : YANG BERSIH)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>7. </strong><strong>Susuhunan ing Kudus, mungguh kang diwêjangake, iya iku PANĒTĒP SANTOSANING IMAN</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan ing Kudus/Sunan Kudus mewedarkan wejangan TETAPNYA DAN ABADINYA KEYAKINAN)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> <strong>8. </strong><strong>Susuhunan ing Gêsêng, mungguh kang diwêjangake, iya iku SASAHIDAN</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Susuhunan ing Geseng/Sunan Geseng mewedarkan wejangan KESAKSIAN SEJATI)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><strong>Dene
wêwêjangan kang wis kasêbut ing dhuwur kabeh mau, saka surasane iya
nunggal misah bae. Amarga padha wêwiridan saka wêwêjangane Kangjêng
Susuhunan ing Ngampeldhênta. Sanadyan pangkat-pangkat panggonane,
ananging isih tunggal sagolongan, têgêse mung minongka gêlaran babaran
bae, supaya bisa tumangkar pakartine dhewe-dhewe, awit rêrimbagane
kawruh kasampurnan iku, Manawa dhasar bisa nangkarake, pratandha wasis
ing Budi.</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span>
<span style="font-size: 85%;">(Semua
wejangan yang sudah disebut diatas, sesungguhnya intinya sama. Sebab
semua bersumber dari wejangan rahasia dari Kangjeng Susuhunan ing
Ngampeldhenta/Sunan Ampel. Walaupun dijabarkan dalam berbagai
tingkatan, sesungguhnya semua merupakan satu kesatuan utuh. Jelasnya
sengaja dipisah-pisah hanya untuk sekedar mempermudah pemahaman saja.
Agar yang mempelajari bisa mencari sendiri inti sari wejangan yang
sudah dipecah-pecahkan ini. Sebab pengasah tajamnya Kesadaran saat
mempelajari ilmu kesempurnaan, manakala bisa mencari inti sari
wejangan, berarti sudah terasah tajam Kesadaran yang mempelajari.)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div face="verdana" style="color: #990000; text-align: center;">
<blockquote>
<div align="center">
<br /></div>
</blockquote>
</div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong>Sajatine
ora ana apa-apa awit duk maksih awang-uwung durung ana sawiji-wiji,
kang ana dhingin Ingsun, Ora ana Pangeran kajaba Ingsun. Sajatine Dat
Kang Maha Suci anglimputi ing sipatIngsun, anartani ing asmanIngsun,
amratandhani ing apngalIngsun.</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;">(Sesungguhnya tidak ada apa-apa, sebab manakala masih kosong belumlah ada sesuatupun juga, yang ada dahulu itu <strong>AKU</strong>, Tidak ada Tuhan selain <strong>AKU</strong>. Sesungguhnya <strong>Dzat Yang Maha Suci</strong><strong> meliputi sifat-sifat-Ku</strong>, menyertai nama-nama-<strong>Ku</strong> dan menandai af’al-af’al-<strong>Ku</strong>)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong>
Sajatine Ingsun Dat Kang Amurba Amisesa kang kawasa anitahake
sawiji-wiji, dadi padha sanalika, sampurna saka kodrat Ingsun, ing kono
wus kanyatan pratandhaning apngalIngsun kang minangka bêbukaning
iradatIngsun. Kang dhingin Ingsun anitahake Kayu aran Sajaratulyakin
tumuwuh ing sajroning alam Ngadammakdum Ajali Abadi. Nuli Cahya aran Nur
Muhammad, nuli Kaca aran Mirhatulkayai, nuli Nyawa aran Roh Ilapi,
nuli Damar aran Kandil, nuli Sêsotya aran Darah, nuli Dhindhing Jalal
aran Kijab. Iku kang minangka warananing KalaratIngsun.</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span>
<span style="font-size: 85%;">(Sesungguhnya <strong>AKU</strong>
adalah Dzat Yang Berkuasa dan Berwenang, yang mampu menciptakan segala
sesuatu, tercipta dengan seketika, sempurna melalui Kodrat-<strong>Ku</strong>. Dalam segala penciptaan-<strong>Ku</strong> telah nyata tanda-tanda dari af’al-<strong>Ku</strong> yang merupakan pintu Iradat-<strong>Ku</strong>. Mula pertama <strong>AKU</strong>
menciptakan Kayu (Hayyu) bernama Sajaratulyakin/Syajaratulyaqin
(Syajarah : Pohon, Yaqin : Keyakinan) tumbuh didalam alam Ngadammakdum
Ajali Abadi/Adam Ma’dum Azzali Abadi. Lantas Cahaya bernama Nur Muhammad
(Nur : Cahaya, Muhammad : Terpuji), lantas Cermin bernama
Miratulkayai/Mir’atul Haya’ (Mir’ah : Cermin, Haya’ : Malu), lantas
Nyawa/Suksma bernama Roh Ilapi/Ruh Idhafi (Ruh yang menguatkan), lantas
Pelita bernama Kandil, lantas Cahaya beraneka warna bernama Darah,
lantas Dhindhing Jalal (Dhindhing : Tembok, Jalal : Agung) bernama
Kijab/Hijab. Semua itu adalah penghalang bagi Kalarat-<strong>Ku</strong>.)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div face="verdana" style="color: #990000; text-align: center;">
<blockquote>
<div align="center">
<br /></div>
</blockquote>
</div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong>
Sajatine manungsa iku rahsanIngsun lan Ingsun iku rahsaning manungsa,
karana Ingsun anitahake Adam asal saka anasir patang prakara, Bumi,
Gêni, Angin, Banyu. Iku kang dadi kawujudaning sipat Ingsun, ing kono
Ingsun panjingi Mudah limang prakara, Nur, Rahsa, Roh, Napsu, Budi. Iya
iku minangka warananing Wajah Ingsun Kang Maha Suci.</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span>
<span style="font-size: 85%;">(Sesungguhnya manusia itu adalah Rahsa (Rasa Sejati/Inti Rasa)-<strong>Ku</strong> dan <strong>AKU </strong>ini adalah Rahsa manusia, sebab<strong> AKU</strong> menciptakan Adam berasal dari unsur empat macam, Bumi, Api, Angin dan Air. Itulah yang menjadi perwujudan sifat-<strong>Ku</strong>. Disana <strong>AKU</strong> liputi Mudah lima macam, Nur, Rahsa (Rasa Sejati), Roh, Nafs dan Budi (Kesadaran). Semua itu adalah penghalang Wajah-<strong>Ku</strong></span> Yang Maha Suci)</div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div face="verdana" style="color: #990000; text-align: center;">
<blockquote>
<div align="center">
<br /></div>
</blockquote>
</div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong>
Sajatine Ingsun anata malige ana sajroning Betalmakmur, iku omah
ênggoning parameyanIngsun. Jumênêng ana sirahing Adam. Kang ana
sajroning Sirah iku Dimak, yaiku Utêk, kang ana antaraning Utêk iku
manik, sajroning Manik iku Budi, sajroning Budi iku Napsu, sajroning
Napsu iku Suksma, sajroning Suksma iku Rahsa, sajroning Rahsa iku
Ingsun. Ora ana Pangeran anging Ingsn, Dat Kang Anglimputi ing kaanan
jati.</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span>
<span style="font-size: 85%;">(Sesungguhnya <strong>AKU</strong> menata mahligai didalam Betalmakmur/Bait Al-Ma’mur, disanalah rumah keramaian<strong>-Ku</strong>.
Berada didalam Kepala Adam. Yang ada didalam Kepala adalah
Dimak/Dimaq, yaitu Otak, yang ada diantara Otak adalah Manik, didalam
Manik adalah Budi, didalam Budi adalah Nafs, didalam Nafs adalah
Suksma, didalam Suksma adalah Rahsa, didalam Rahsa adalah <strong>AKU</strong>, tiada Tuhan kecuali <strong>AKU</strong>, Dzat Yang Menyelimuti kondisi kesejatian)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div face="verdana" style="color: #990000; text-align: center;">
<blockquote>
<div align="center">
<br /></div>
</blockquote>
</div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong>
Sajatine Ingsun anata malige sajroning Betalmukarram, iku omah
ênggoning lalaranganIngsun, jumênêng ana ing Dhadhaningg Adam. Kang ana
sajroning Dhadha iku Ati, kang ana antaraning Ati iku Jantung,
sajroning Jantung iku Budi, sajroning Budi iku Jinêm , yaiku
Angen-angen, sajroning Angen-angen iku Suksma, sajroning Suksma iku
Rahsa, sajroning Rahsa iku Ingsun. Ora ana Pangeran anging Ingsun. Dat
Kang Anglimputi ing kaanan jati</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span>
<span style="font-size: 85%;">(Sesungguhnya <strong>AKU</strong> menata mahligai didalam Betalmukaram/Bait Al-Muharram, disanalah rumah larangan-<strong>Ku</strong>,
berada didalam Dada Adam. Yang ada didalam Dada adalah Hati, diantara
Hati adalah Jantung, didalam Jantung adalah Budi, didalam Budi adalah
Jinem, yaitu Angan-angan, didalam Angan-angan adalah Suksma, didalam
Suksma adalah Rahsa, didalam Rahsa adalah <strong>AKU</strong>. Tidak ada Tuhan kecuali <strong>AKU</strong>, Dzat Yang Menyelimuti kondisi kesejatian)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div face="verdana" style="color: #990000; text-align: center;">
<blockquote>
<div align="center">
<br /></div>
</blockquote>
</div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong>
Sajatine Ingsun anata malige ana sajroning Betalmukadas, iku omah
ênggoning pasucenIngsun, jumênêng ana ing Kontholing Adam. Kang ana
sajroning Konthol iku Pringsilan, kang ana ing antaraning Pringsilan iku
Nutpah, yaiku Mani, sajroning Mani iku Madi, sajroning Madi iku Wadi,
sajroning Wadi iku Manikêm, sajroning Manikêm iku Rahsa, sajroning
Rahsa iku Ingsun. Ora ana Pangeran anging Ingsun Dat Kang Anglimputi
ing kaanan jati. Jumênêng sajroning Nukat Gaib, tumurun dadi Johar
awal, ing kono wahananing alam Akadiyat, Wahdat, Wakidiyat, alam Arwah,
alam Misal, alam Ajsam, alam Insan kamil. Dadining manungsa sampurna
yaiku sajatining sipatIngsun.</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span>
<span style="font-size: 85%;">(Sesungguhnya <strong>AKU</strong> menata mahligai didalam Betalmukadas/Bait Al-Mukhaddas, disanalah rumah tempat pensucian-<strong>Ku</strong>,
berada didalam Konthol/Penis Adam. Yang ada didalam Konthol adalah
Pringsilan (Tes-Tis), yang ada diantara Pringsilan adalah Nutpah/Nutfah,
yaitu Air Mani, didalam Air Mani adalah Madi/Madzi, didalam Madi
adalah Wadi, didalam Wadi adalah Maningkem, didalam Maningkem adalah
Rahsa, didalam Rahsa adalah <strong>AKU</strong>. Tidak ada Tuhan kecuali <strong>AKU</strong>.
Dzat Yang Meliputi kondisi kesejatian. Berdiam didalam Nukat Gaib,
turun menjadi Johar Awal/Jauhar Awwal, disana terkandung alam
Akadiyat/Akhadiyah, Wahdat, Wakidiyat/Wakhidiyyah, alam Arwah, Alam
Misal/Mitsal, alam Ajsam, alam Insan Kamil. Menjadi manusia sempurna
yang merupakan perwujudan dari sifat-<strong>Ku</strong>.)</span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div face="verdana" style="color: #990000; text-align: center;">
<blockquote>
<div align="center">
<br /></div>
</blockquote>
</div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> Ingsun anêkseni satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun lan anêkseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan Ingsun</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;">(<strong>AKU</strong> bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali <strong>AKU</strong> dan aku bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah utusan-<strong>Ku</strong>)</span></div>
<div face="verdana" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div face="verdana" style="text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span></div>
<div face="verdana" style="text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div face="verdana" style="color: #990000; text-align: center;">
<blockquote>
<div align="center">
<br /></div>
</blockquote>
</div>
<div face="verdana" style="text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div face="verdana" style="text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong>Ingsun
anêkseni ing DatIngsun dhewe, satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun,
lan anêkseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusanIngsun. Iya sajatine
kang aran Allah iku badanIngsun, Rasul iku rahsaNingsun, Muhammad iku
CahayaNingsun. Iya Ingsun Kang Urip tan kêna ing pati, iya Ingsun Kang
Eling tan kêna ing lali, iya Ingsun Kang Langgêng ora kêna owah gingsir
ing kaanan jati, iya Ingsun Kang Waskitha, ora kasamaran ing
sawiji-wiji. Iya Ingsun Kang Amurba Amisesa, Kang Kawasa Wicaksana ora
kekurangan ing pangêrti, byar sampurna padhang têrawangan, ora karasa
apa-apa, ora ana katon apa-apa, amung Ingsun Kang Anglimputi ing alam
kabeh kalawan kodratIngsun</strong></span></div>
<div face="verdana" style="text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><strong> </strong></span></div>
<div face="verdana" style="text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span>
<span style="font-size: 85%;">(<strong>AKU</strong> bersaksi kepada Dzat-<strong>Ku</strong> sendiri, sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali <strong>AKU</strong>, dan <strong>AKU bersaksi </strong><strong>sesungguhnya Muhammad itu utusan-Ku</strong>. Sesungguhnya yang disebut Allah itu adalah Badan-<strong>Ku</strong>, Rasul itu Rahsa-<strong>Ku</strong>, Muhammad itu Cahya<strong>-Ku</strong>. Diri-<strong>Ku</strong> lah yang Hidup Tanpa Pernah mati, Diri-<strong>Ku</strong> lah yang senantiasa Ingat Tanpa Pernah lupa. Diri-<strong>Ku</strong> lah yang Abadi tidak terkena perubahan apapun dalam kondisi sejati. Diri-<strong>Ku</strong> lah yang Awas, tidak khilaf akan sesuatupun. Diri-<strong>Ku</strong>
lah yang Berkuasa dan Berwenang, Yang Kuasa dan Bijaksana tidak
kekurangan pengetahuan sedikitpun. Byar sempurna terang benderang, tidak
terasakan apapun lagi, tidak terlihat apapun lagi, Yang ada hanya <strong>AKU</strong> Yang Meliputi seluruh semesta dengan kodrat-<strong>Ku</strong>.)</span></div>
<div face="verdana" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div face="verdana" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div face="verdana" style="text-align: center;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><strong>Mula
ing mêngko pinarsudi dening Kyai Agêng Muhammad Sirullah Ing Kêdhung
Kol, mratandhani ing tahun iki ; RONG SOGATA WARGA SINUTA (Sinuta : 9,
Warga : 7, Sogata : 7, Rong : 1 ~ 1779 Jawa). Kang iku aja kaliru ing
panggalih, mungguh margane tinarima ngelmune iku, kudu nganggo
ngêningêna ing kaênêngan, nyirnakake samubarang, nyipta Tajjaling Dzat
Kang Maha Suci Sajati, mbirat napsu hawa kang ora kawadaka, kang wus
kalakon tuhu katarima ngelmune, mula aja uwas sumelang ing ati, ora beda
kahanan akhir karo kahanan saiki kang diarani swarga naraka iku, iya
jaman saiki, têgêse : kang wis padha dilakoni. Surasaning wasita basa
awit pangimpune Susuhunan ing Kalijaga, njupuk sarahing kitab
Hidayatulkakaik, padha babon saka kitab Tassawuf kabeh.</strong></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"> </span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;"><br /></span></div>
<div style="font-family: verdana; text-align: justify;">
<span style="font-size: 85%;">(Selanjutnya
dipelajari sungguh-sungguh oleh Kyai Ageng Muhammad Sirullah dari
daerah Kedhung Kol, selesai mempelajari pada tahun <strong>RONG SOGATA WARGA SINUTA</strong>
(Sinuta: 9, Warga: 7, Sogata : 7, Rong : 1, dibalik 1779 Jawa. Jika
teliti maka selain menyiratkan angka tahun, kalimat Chandrasangkala <strong>RONG SOGATA WARGA SINUTA</strong> juga menyiratkan nama <strong>RONG</strong> so<strong>GA</strong>ta <strong>WAR</strong>ga <strong>SI</strong>nu<strong>TA</strong>
alias Raden Ngabehi Ronggawarsita). Tapi bukan hanya cukup memahami
semata, harus dengan sarana mengheningkan gejolak batin, menyingkirkan
segala gejolak liar diri, hanya focus pada Tajjali Dzat Yang Maha Susi
Sejati, menyingkirkan segala nafsu yang tidak sepatutnya. Yang
sudah-sudah, telah tercapai meningkat Kesadarannya. Oleh karenanya
pesanku, jangan ragu-ragu lagi, tiada beda keadaan jaman akhir dan
jaman sekarang ini, yang dinamakan surga dan neraka itu, sesungguhnya
sudah menyata dijaman sekarang ini, semua sudah kita jalani. Seluruh
wejangan telah dihimpun oleh Susuhunan Ing Kalijaga/Sunan Kalijaga,
mengambil intisari Kitab Hidayatul Haqoiq, sumber segala Kitab Tassawuf.
)</span></div>
Maspanji Sangaji Samagunahttp://www.blogger.com/profile/14606241866140388701noreply@blogger.com0